NAUI NAMJACHINGU

Yeorum POV

“Noona, saranghae.”

Mataku melotot selebar-lebarnya saat mendengar kata-kata yang ke luar dari mulut namja yang ada di hadapanku saat ini. Jadi ini alasannya memanggilku malam-malam begini? Seenaknya saja menyuruhku menemuinya di taman kota jam 9 malam seperti ini hanya untuk mengulangi kata-kata konyol itu untuk ke sekian kalinya. Aku juga dengan bodohnya mau saja mengikuti keinginannya dan membiarkan diriku lagi-lagi dikerjai olehnya.

”Ya Kau ini benar-benar keterlaluan! Apa kau tidak bisa memilih-milih waktu untuk menjahiliku? Apa kau tidak bisa menunggu sampai besok pagi dan membiarkanku hidup tenang di malam hari hah? Maaf aku sedang benar-benar sedang tidak ada mood untuk meladenimu. Aku mau pulang!” bentakku dan langsung berbalik untuk meninggalkannya. Tapi belum sempat aku beranjak dari tempatku, dia sudah menahan tanganku dan kembali membalikkan tubuhku kembali menghadap ke arahnya.

”Noona, aku serius. Saranghae, jeongmal saranghae,” ujarnya lagi. Raut wajahnya kali ini sangat serius. Hatiku mencelos saat menyadari keseriusan akan kata-katanya itu.

”Kau ditolak!!!” jawabku untuk ke sekian kalinya. Terasa kejam memang menolaknya mentah-mentah seperti ini. Tapi aku benar-benar tak berniat untuk menjalin hubungan dengan namja yang lebih muda dariku. Umur kami bahkan terpaut cukup jauh. Empat tahun. Astaga… aku ingin berpacaran, bukannya mengasuh anak orang. Ditambah lagi dengan tingkah kekanak-kanakannya itu. Aisshhh… Tidak!!!

”Aku sudah menjawab pertanyaanmu. Bisakah kau membiarkanku pulang sekarang? Aku sangat lelah dan ingin beristirahat,” tambahku lagi sambil menangkupkan kedua tanganku di depan wajahnya. Memohon agar dia mau segera mengakhiri hal konyol ini.

”Tidak akan!” tolaknya cepat. ”Noona tak boleh pergi begitu saja setelah menolakku seperti ini. Noona selama ini tak memberikan alasan apapun padaku. Aku ini tampan, pintar, terkenal, dan suaraku sangat indah. Memangnya apa lagi yang kurang?”

Cih namja ini benar-benar sangat narsis!!! ”Apa aku perlu menjawab pertanyaanmu itu?” tanyaku kesal.

”Tentu,” jawabnya keras kepala.

”Karena kau lebih muda dariku, ” jawabku singkat, padat, dan jelas.

”Mwo?! Alasan macam apa itu? Noona, sekarang sudah abad 21, tidak ada lagi orang yang berfikir seperti itu. Itu sangat kuno,” ejeknya.

”Ada! Buktinya aku berfikiran seperti itu. Kalau kau menganggap aku kuno, itu bukti nyata kalau kita tidak akan cocok,” ujarku kesal karena ejekannya.

”Bukan maksudku mangatai noona kuno. Tapi rasanya terlalu aneh kalau noona mempermasalahkan perbedaan usia dalam suatu hubungan. Teman-temanku banyak yang punya pacar wanita yang lebih tua dari mereka, dan hubungan mereka baik-baik saja. Aku butuh alasan lain yang lebih meyakinkan,” tuntutnya lagi.

”Tak cocok, ya tak cocok,” jawabku lagi mengulangi jawabanku sebelumnya beberapa kali agar dia bisa mendengarnya dengan jelas.

”Bagian yang mana misalnya yang noona anggap tak cocok?” Pertanyaannya mulai membuatku sebal.

”Banyak!” ujarku sambil merentangkan kedua tanganku untuk mengekspresikan seberapa banyak perbedaan antara kami. ”Dan butuh waktu lama kalau aku harus menjelaskannya padamu satu per satu,” lanjutku.

”Aku punya banyak waktu untuk mendengarkannya,” balasnya membuatku menghela napas panjang.

”Kau suka game, aku sangat tak menyukainya. Aku tak bisa hidup tanpa sayuran, sedangkan kau menyingkirkan segala sesuatu yang berwujud sayuran dari dalam menu makananmu. Aku ingin punya namjachingu yang bisa menjagaku dan memanjakanku, sementara kau malah selalu menjahiliku dan kau jauh lebih manja dariku. Aku ingin memiliki namjachingu yang lebih tua dariku dan bisa memanggilnya oppa, tapi kau malah 4 tahun lebih muda dariku dan tentu saja seumur hidupku tak mungkin memanggilmu dengan sebutan oppa karena itu akan terdengar sangat menggelikan.” Akhirnya aku menjelaskan semua alasanku dengan panjang lebar dan berapi-api.

”Hanya itu?” tanyanya, seketika mendekatkan wajahnya ke wajahku sehingga saat ini wajah kami hanya berjarak beberapa senti saja. Aku refleks mundur selangkah karena merasa tak nyaman. Berada sedekat itu dengannya  membuat jantungku berdegup kencang.

”Apa kau benar Park Yeorum? Semua alasan yang kau berikan sama sekali tak dewasa dan biasa diucapkan oleh orang-orang yang berpikiran dangkal tentang cinta.” Aku berdecak kesal mendengar tanggapannya tentang alasan-alasanku tadi. Enak saja mengataiku berpikiran dangkal!

”Yeorum~a…” Kini dia memasang kembali wajah seriusnya itu dan ya Tuhan…berani sekali dia memanggilku tanpa embel-embel noona di belakang namaku. ”…baiklah jika itu yang kau inginkan. Aku bisa menjagamu jauh lebih baik dari namja manapun di dunia ini. Aku bisa memanjakanmu, bahkan aku akan selalu memperlakukanmu layaknya seorang putri karena kau memang putri di hatiku. Kalau soal game dan sayuran, kita hanya perlu menjadi diri kita sendiri walaupun kita terikat dalam suatu hubungan. Dan masalah umur, aku berjanji umur takkan pernah jadi penghalang dalam hubungan kita nanti. Bagaimana?” Ujarnya mengakhiri kata-katanya dan sukses membuat aku menganga tak percaya kalau kata-kata seperti itu bisa keluar dari bocah setan seperti dia.

Belum sempat aku bangun dari keterkejutanku karena ucapannya yang membuatku harus membungkam mulutku rapat-rapat karena tiba-tiba aku kehilangan alasan-alasanku untuk menolak pernyataan cintanya, sedetik kemudian tanpa bisa kucegah dia sudah mendaratkan sebuah kecupan ringan di pipi kananku dan sukses membuatku semakin ternganga karena ulahnya ini. Tak ada yang bisa ku katakan lagi setelah itu. Yang bisa ku lakukan hanyalah memegangi pipiku yang terkena ciumannya tadi.

”No… Saranghae. Dan mulai malam ini kau adalah yeojachinguku. Jadi, mulai sekarang kau dilarang melihat namja lain selain aku. Dan aku akan memenuhi semua janji yang kuucapkan tadi. Aku akan menjagamu dengan baik,” ujarnya sambil menatap lurus kepadaku. Harus ku akui dia terlihat keren sekali saat mengatakan hal itu. Aishhh…apakah aku benar-benar sudah gila sekarang?

 *****

            Annyeong… Kalian pasti belum mengenalku? Tentu saja. Aku kan memang belum memperkenalkan diri pada kalian. Perkenalkan, namaku Park Yeorum. Aku keturunan Korea-Indonesia. Appaku Korea dan ibuku Indonesia. Saat ini aku bekerja sebagai dosen muda di Seoul University. Bidangku adalah science. Tepatnya biology science.

Di Korea aku hidup sendiri. Orang tuaku menetap di Indonesia. Dulu aku tinggal bersama mereka di Indonesia. Setelah berhasil meraih gelar sarjanaku di Indonesia, aku memutuskan untuk pindah ke Korea dan meneruskan masterku di sana. Namun demikian orang tuaku tetap tinggal di Indonesia hingga saat ini. Meski appa orang Korea asli tapi sejak menikah dengan ibuku appa telah memutuskan untuk menetap di Indonesia dan membangun bisnis keluarga di sana.

Tahun ini adalah tahun ke 5 ku di Korea. Oh ya saat ini aku juga sudah memiliki seorang namjachingu. Ahh…kalian pasti akan sangat terkejut bila aku menyebutkan namanya. Namjachinguku itu adalah Cho Kyuhyun Super Junior. Yups, evil maknae yang sangat digilai oleh yeoja-yeoja itulah orangnya.

Kenapa aku bisa berpacaran dengannya?? Entahlah, sampai saat ini pun aku juga masih belum mengerti. Awalnya ini seperti sebuah bencana bagi hidupku. Tapi pada akhirnya aku menyadari bahwa aku mulai mencintainya.

Aku mengenalnya melalui Ah Ra. Kalian pasti tau siapa dia. Benar sekali, dia adalah kakak kandungnya Kyu. Saat itu Ah Ra mengajakku berkunjung ke rumahnya dan di sanalah aku bertemu dengan Kyu.

Saat melihatnya pertama kali aku sangat yakin namja ini bermasalah. Kami belum saling mengenal, tapi dia dengan sangat terang-terangan memperhatikanku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia sangat tak sopan. Aku ini kan teman onnienya dan jelas-jelas lebih tua darinya, tapi dia malah berani sekali memperhatikanku dengan cara seperti itu. Dan yang membuatku lebih syok lagi, setelah puas memperhatikanku dengan cara yang tidak sopan, selanjutnya tanpa basa-basi ia langsung menarik tanganku dan menyeretku ke ruang keluarga rumah mereka dan menantangku bermain game. Gila!!! Kelakuannya benar-benar sangat gila. Seumur hidupku aku bahkan tak pernah menyentuh stick PS, tapi dia malah menantangku bermain game. Meski aku tak mau, tapi dia tetap memaksaku sampai akhirnya aku mengiyakan dan tentu saja aku langsung kalah telak dalam hitungan detik. Dan Itu benar-benar membuatku sangat malu. Sementara dia malah menertawakanku sampai puas dan mengataiku babo. Kata babo itu benar-benar membuat darahku menggelegak. Dia benar-benar telah mengibarkan bendera perang dengan mengataiku seperti itu.

Sejak hari itu aku bersumpah tidak mau berurusan lagi dengan namja yang bernama Cho Kyuhyun itu. Ya sangat sulit sih karena Ah Ra adalah sahabatku. Tapi sebisa mungkin aku akan menolak secara halus bila dia mengajakku berkunjung ke rumahnya lagi.

Usahaku untuk menghindari bocah setan itu sia-sia. Aku memang tidak mendatanginya, tapi akan sama saja kalau hampir tiap hari dia yang selalu mendatangiku. Entah bagaimana caranya, ia mengaku kalau dia jatuh cinta pada pandangan pertama padaku. Benar-benar pengakuan yang sama sekali tidak masuk akal. Dan aku berpikir itu hanya karena dia sedang dalam masa puber. Maklum saja saat itu dia baru berumur 17 tahun. Jadi aku menolaknya.

Sayangnya bocah ini tak pernah mengenal kata putus asa. Dan nasib prinsip-prinsipku tentang sebuah hubungan harus berakhir di tangannya pada malam itu. Aku memang tak pernah mengiyakan pernyataan cintanya tapi aku juga tak pernah menyangkalnya saat dia memperkenalkanku kepada orang-orang terdekatnya sebagai yeojachingunya.

Awalnya hubungan kami menjadi suatu peperangan di dalam diriku. Aku antara ingin mengakhiri dan melanjutkan hubungan ini. Tapi kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya saat itu benar- benar menyadarkanku bahwa aku tak mampu bernapas tanpa kehadirannya di sisiku. Bahwa aku sakit saat hanya sekedar memikirkan kalau dia takkan pernah bangun lagi dan tersenyum padaku.

 *****

“Noona…” Aku melihatnya berlari ke arahku dan “PLAKK” aku langsung menggeplak kepalanya ketika dia sampai dalam jangkauan tanganku.

“Auuu…” teriaknya saat pukulan mautku mendarat di atas kepalanya.

“Ya! Kau ini… beberapa hari tak bertemu, bukannya merindukanku tapi malah memukulku. Sepertinya sia-sia saja aku merindukanmu setengah mati beberapa hari ini,” omelnya sambil memegangi kepalanya yang sakit

“Salah sendiri. Kan sudah ku katakan jangan pernah memanggilku noona. Ya Cho Kyuhyun, berpacaran denganmu itu sudah membuatku harus mengubur impianku untuk memanggil namjachinguku dengan sebutan oppa dan kau malah membuat segalanya menjadi semakin buruk dengan memanggilku noona,” sergahku amat sangat sebal padanya.

”Astaga… Mengapa semakin hari kau semakin terlihat seperti ahjumma-ahjumma. Mengomel sepanjak waktu,” dumelnya dengan suara rendah tapi tetap terdengar olehku.

”YA!!! CHO KYUHYUN, APA KAU BENAR-BENAR INGIN MATI. BERANI SEKALI MENGATAIKU AHJUMMA!” teriakku kesal dan wajah Kyu langsung memucat seketika.

”Aishh… Yeorum~a, jangan berteriak-teriak. Kau mau membuat semua orang di taman ini mengenaliku?” ujarnya sambil membekap mulutku.

”M-mianhae,” ujarku terbata karena tiba-tiba ada rasa takut yang menjalari hatiku. Ahh. Yeorum baboya. Mengapa aku bisa berteriak-teriak seperti ini. Hidupku tidak akan tenang kalau sampai ELF mengetahui hubunganku dengan Kyuhyun. Aishhh…berpacaran dengannya saja aku harus menanggung resiko sebesar ini. Aku masih sayang nyawaku.

“K-kalau begitu kita pulang saja,” ujarku sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Untung saja siang ini taman kota sepi, hanya tampak beberapa orang yang jaraknya cukup jauh dari tempat kami berada sekarang. Lagi pula apa-apaan namja ini. Pergi ke tempat umum seperti ini hanya menyamar dengan menggunakan kacamata hitam. Dia tidak tau apa kalau kacamata hitam itu justru akan semakin mengundang perhatian orang-orang terhadapnya. Ketampanannya benar-benar sangat mencolok.

”Kajja!” ajaknya menarik tanganku ke arah mobilku yang ku parkir tak jauh dari tempat kami berada.

******

            “Kau baik-baik saja??” tanyaku saat kami sudah berada di restoran favorit kami. Dia bukannya langsung mengantarku pulang malah memaksaku ke sini.

“Ne, waeyo?” tanyanya sambil menyantap makanannya dengan lahap. Aku sangat suka saat melihatnya sedang makan. Semuanya akan tampak baik-baik saja di mataku kalau dia makan dengan lahap seperti ini.

“Aniyo. Hanya saja berita yang menyebar tentang konser di Guang Zhou waktu itu sangat buruk. Konser diadakan outdoor pada saat malam natal dengan cuaca yang sangat buruk. Aku dengar semua member kedinginan karenanya. Kau tidak sakit kan??” tanyaku khawatir mengingat tubuhnya yang sangat rentan terhadap penyakit.

“Aku sehat. Sangat sehat malah. Konser kemarin memang sangat buruk dan tentu saja kami semua kedinginan di cuaca seperti itu. Tapi aku…hanya dengan memikirkanmu saja aku bisa merasa hangat,” jawabnya sembari memamerkan senyum jahilnya padaku.

Akupun tersenyum mendengar ucapannya. Inilah Cho Kyuhyunku, dia selalu bisa membuatku tersenyum dengan celotehan jahilnya.

“Gomawo,” ujarnya kemudian.

“Ne??” tanyaku bingung.

“Telah mengkhawatirkanku. Hanya dengan begitulah aku bisa meyakini bahwa kau benar-benar mencintaiku. Tuhan…aku benar-benar ingin mendengarkan kata-kata itu keluar dari mulutmu.” Dia mendesah panjang sejenak sebelum kembali menekuni makanan yang ada di hadapannya.

 ******

 Kyuhyun POV

“Dari mana saja kau, Kyu??” tegur Sungmin hyung saat aku baru saja memasuki kamar kami.

“Eh hyung, kau belum tidur??” Aku sedikit terkejut karena ku pikir dia sudah tidur.

“Kau dari menemui Yeorum noona ya?” tanyanya lagi.

“Hehe…iya hyung,” jawabku cengengesan.

“Kau ini, menejer hyung benar-benar sangat khawatir saat kau tiba-tiba minta di turunkan di lampu merah. Kalau kau kepergok fans bagaimana??” omelnya.

“Mian hyung. Tapi kan aku sudah menyamar,” jawabku sambil membuka bajuku dan melemparkannya ke sembarang tempat.

“Sekarang sudah bertemu dengannya kan? Bagaimana? apa ada yang kurang pada dirinya gara-gara tak bertemu denganmu selama 3 hari?” goda sungmin hyung, kemudian dia bangun dari tempat tidurnya dan memungut kembali baju yang ku lemparkan sembarangan tadi. Dia memang hyungku yang paling baik ^_^

“Tidak hyung. Tak ada yang kurang dengan dirinya. Aku malah merasa ada sesuatu yang bertambah pada dirinya setelah tiga hari tak bertemu. Dia bertambah cantik,” jawabku dengan nada bercanda.

“Hahaha…Kyu, kau benar-benar sudah mabuk. Mabuk cinta,” ujarnya saat memasukkan bajuku tadi ke dalam keranjang cucian di kamar kami.

“Sudahlah bersihkan dirimu dan segera pergi tidur. Besok kita ada jadwal. Dan ingat langsung tidur. Jangan main game!!!” perintahnya sambil menepuk pundakku dan kembali ke tempat tidurnya.

“Selamat malam, Kyu,” ujarnya lagi kemudian menutupi tubuhnya sendiri dengan selimut.

“Malam hyung,” jawabku saat dia sudah membalikkan badannya ke arah dinding. Hyungku yang satu ini memang sangat mengerti aku. Dia tau saja niat yang terlintas di otakku tadi. Tau saja kalau aku bermaksud main game dulu sebelum pergi tidur ^_^

 ******

Yeorum POV

shining star! like a little diamond, makes me love
nehgen ggoomgyul gateun dalkomhan misolo nal balabomyuh soksakyuhjwuh
hangsang hamggeh halgguhla til the end of time

Aku baru saja menyelesaikan kelas taksonomi saat sebuah panggilan masuk di handphoneku. Ku aduk-aduk isi tasku hingga akhirnya aku menemukan handphone itu. Ku amati layarnya. Di sana tertera nama My EvilKyu.

”Yeoboseo,” sapaku saat ku angkat panggilannya.

”Jagi, kenapa lama sekali mengangkat telepon dariku??” tanyanya dengan nada manja.

”Aku baru selesai memberi kuliah. Dan jangan memanggilku dengan panggilan seperti itu. Aku tak suka!” balasku saat menyusuri koridor menuju ruanganku.

”Aishh..mengapa jutek sekali??”

”Salahkan dirimu sendiri mengapa memaksa berpacaran dengan wanita jutek sepertiku ini,” jawabku bercanda. ”Waeyo?”

”Sibuk siang ini??” ujarnya balik bertanya.

“Ani. Waeyo?” tanyaku untuk kedua kalinya.

“Kau ke studio SM ya? Temani aku,” ujarnya dengan nada memohon.

”Memangnya kau latihan sendiri? Member yang lain mana?”

“Para hyung juga berlatih bersama kok. Hanya mencoba memanfaatkan waktu saja. Sejak album ke-4 super junior keluar, jadwalku bersama para hyung semakin padat. Kita semakin jarang bertemu. Contohnya sekarang, aku baru saja kembali dari China kemarin, tapi besok sudah harus berangkat lagi ke Jepang. Aku tidak mau hubungan kita menjadi tidak sehat karena jarang bertemu.” Aku tersenyum mendengar ucapannya. Kalau sudah berbicara seperti ini, sebutan EvilKyu untuknya terdengar sangat tak pantas.

”Bagaimana? Kau mau ke sini tidak?” tanyanya lagi karena aku belum juga memberikan jawaban atas pertanyaannya tadi.

”Nee… Baiklah tuan muda Cho,” ujarku menyetujui permintaannya dan aku bisa mendengar tawa bahagianya di seberang sana.

”Jangan lupa tolong buatkan aku jajangmyeon. Sudah lama rasanya tak memakan masakanmu.”

”Jadi ini tujuanmu memaksaku datang ke studio SM sekarang?”

”Aniyo. Tujuan utamanya adalah ingin melihat wajahmu. Jajangmyeon tujuan kedua.”

”Jajangmyeonnya jangan lupa ya?” tambahnya lagi buru-buru.

”Ne arasseo,” jawabku sebelum memutuskan sambungan telepon antara kami berdua.

 ******

             Tepat jam 12 siang aku sampai di studio SM. Mereka masih sibuk latihan. Aku pikir hanya member suju yang latihan tadi, tapi ternyata di sini juga ada Shinee, F (x), SNSD dan artis-artis SM lainnya yang akan mendukung konser SM Town di Jepang dua hari lagi. Aku langsung mengambil tempat di sudut ruangan memperhatikan mereka latihan.

Di sudut ruangan di seberangku terlihat Kyuhyun dan Seohyun sedang berlatih bersama. Mereka sepertinya serius sekali. Beberapa saat kemudian aku melihat Seohyun mengatakan sesuatu kepada Kyuhyun dan Kyuhyun langsung menangangguk. Aku tak tahu apa tepatnya yang mereka sedang bicarakan. Yang aku tahu setelah kyuhyun mengangguk mereka saling tersenyum dan tangan Kyu langsung meraih tangan seohyun untuk menggenggamnya. Darahku seketika mendidih melihat adegan tersebut. Dasar Cho Kyuhyun brengsek!!! Jadi ini maksudnya memaksaku melihatnya latihan? Jadi hanya untuk menunjukkan padaku kemesraannya dengan magnae SNSD itu. Benar-benar menyebalkan!!!

Baru saja aku memutuskan untuk pergi dari tempat itu, tiba-tiba Yesung memanggilku dan menghampiriku.

”Melihat Kyu latihan eh?” tanyanya saat sampai di hadapanku.

”Ne,” ujarku tersenyum dipaksakan.

”Pantas saja Kyu sampai segitunya menyukaimu. Ternyata kau perhatian sekali,” komentarnya kemudian menenggak minuman yang ada di tangannya.

”Tidak juga. Kyu yang memaksaku,” ujarku dingin.

”Jincha???” ujarnya tak percaya. ”Aishh magnae setan itu ternyata tidak hanya suka memaksa kami para hyungnya, tapi juga suka memaksamu. Padahal ku pikir kau tipe orang yang tak bisa di paksa. Pasti kau sangat mencintainya hingga bisa dipaksa olehnya.” Aku hanya tersenyum hambar mendengar komentarnya yang terakhir. Benar aku sangat mencintainya. Tapi sepertinya hanya aku saja yang sangat mencintainya. Sementara dia tidak cukup besar mencitaiku. Tentu saja, dia punya begitu banyak pilihan. Di sekelilingnya begitu banyak gadis belia yang tentu saja 100 kali lipat lebih cantik dariku yang bahkan lebih tua darinya. Aisshhh…memikirkan hal seperti ini membuatku semakin frustasi saja.

”Eh kau bawa apa??” tanya Yesung lagi saat melihat aku membawa sebuah rantang kecil di tanganku.

”Ah ini jajangmyeon. Tadinya sih untuk Kyu, tapi sepertinya dia sudah punya menu makanan lain siang ini,” ujarku.

”Kau mau?” tawarku kemudian. Setelah apa yang kulihat tadi, aku benar-benar tak sudi memberikan masakanku ini kepada Cho Kyuhyun yang sangat menyebalkan itu.

”Ah tidak. Nanti kalau Kyu ingin memakannya bagaimana?” tolaknya halus.

”Tidak apa-apa. Dia tidak akan mau memakannya. Tadi dia bilang dia lagi tidak mood makan jajangmyeon hari ini,” paksaku sambil menyodorkan rantang itu ke tangannya.

Yesung menatap rantang itu sejenak. ”Kau yakin?? Sangat janggal kalau Kyu bisa tidak mood memakan jajangmyeon. Makanan ini kan kesukaannya,” ucapnya penuh selidik.

”Gwaenchana. Makan saja.” Aku meyakinkannya.

”Jincha??”

”Hmmm…” gumamku sambil menganggukkan kepala dengan semangat sedikit berlebihan.

”Baiklah kalau begitu.” Akhirnya Yesung menyerah dan mengambil rantang makanan yang kuulurkan padanya sejak tadi.

”Hari ini aku benar-benar sedang beruntung. Sedang lapar seperti ni, eh tiba-tiba ada yang menawari jajangmyeon gratis,” gumamnya sambil membawa jajangmyeon yang kuberikan tadi ke sudut ruangan dan memakannya di sana.

Beberapa saat kemudian barulah semua artis SM berhenti latihan dan beristirahat. Aku melihat Kyu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Dia langsung tersenyum saat menemukan sosokku. Sementara aku bersikap acuh karena kejengkelanku masih belum mereda.

”Kau sudah datang,” ujarnya saat berada di dekatku. Dan aku hanya diam saja.

”jajangmyeonku mana??” tanyanya menatap kedua tanganku yang kosong.

”Aishh jincha. Tadi katanya ingin bertemu denganku adalah tujuan utama. Tapi sekarang yang ditanyakannya duluan adalah jajangmyeon. Benar-benar menyebalkan!” omelku dalam hati.

”Aku tak sempat pulang ke rumah. Jadi aku tak sempat membuatnya,” jawabku dingin sambil mendekap kedua tanganku di depan dada dan bersikap acuh padanya..

”Ya sudah tak apa-apa. Sebentar lagi makan siang yang disediakan oleh SM juga datang.” Dia menarik tanganku dan mengajakku duduk selonjoran di lantai.

”Moodmu lagi tak bagus ya??” tanyanya lagi setelah mengamati wajahku yang cemberut beberapa saat.

”Hmmm,” gumamku singkat.

”Ada masalah di kampus??”

”Hmmm,” lagi-lagi aku hanya menjawab dengan sebuah gumaman.

”Tenanglah…semuanya akan baik-baik saja,” ujarnya mencoba menenangkanku. Andai saja dia tau kalau sumber masalahnya ada padanya.

”Yeorum-a, gomawo. Jajangmyeonnya enak sekali,” ujar Yesung beberapa saat kemudian sambil mengembalikan rantang makanan yang sekarang sudah kosong.

Kyu menatap tak mengerti ke arahku. Aku pura-pura tak tau saja.

“Kau rugi sekali tidak mau memakan jajangmyeon buatan Yeorum, Kyu. Masakannya enak sekali,” ujar Yesung sekali lagi memuji masakanku.

“Bukankah tadi kau bilang kalau kau tak sempat memasakkan jajangmyeon untukku?” tanya Kyuhyun semakin tak mengerti.

“Ya sudahlah. Aku pulang dulu. Hari ini sangat melelahkan. Aku mau istirahat,” ujarku tanpa menggubris pertanyaan Kyu.

“Ya Yeorum~a, kau belum menjawab pertanyaanku. Kau bilang kau tak sempat membuatkanku jajangmyeon, tapi mengapa justru Yesung hyung memakan jajangmyeon yang kau buat??” tanyanya kini mulai gusar.

“Kyu, jajangmyeonnya sudah habis. Lalu mau diapakan lagi??” jawabku santai.

“Aku pulang dulu. Kau teruskan saja latihanmu dengan Seohyun. Yang mesra ya,” sindirku kemudian berlalu.

”Ya noona, kau ini sebanarnya kenapa sih??” teriaknya lagi saat aku sampai di depan pintu studio.

”Mwo?! Noona?! Ck berani sekali dia memanggilku dengan sebutan noona di depan banyak orang. Apa dia benar-benar ingin menegaskan tentang ketuaanku di depan banyak orang hah?’ omelku dalam hati.

Aku mengurungkan niatku.  Alih-alih membuka pintu di hadapanku, aku malah berjalan kembali ke arahnya dengan cepat. Saat sudah berada di dekatnya, aku langsung menendang kaki panjangnya itu dengan sekuat tenaga hingga membuatnya jatuh terduduk di lantai dan meringis kesakitan.

”Sekali lagi kau memanggilku dengan sebutan noona di hadapan banyak orang, maka tamatlah riwayatmu, Cho Kyuhyun!” ancamku dan segera berbalik kembali ke arah pintu tanpa menoleh lagi ke arahnya. Ternyata memandang wajah tampannya itu bisa sangat menyebalkan seperti ini.

”Ya ampun, mereka menyeramkan sekali kalau sedang bertengkar.” Aku mendengar bisik-bisik orang yang entah siapa karena aku tak berniat untuk mencari tau tentang hal itu.

”Aishhh…Cho Kyuhyun, kau benar-benar babo. Seenaknya saja memegang tangan wanita lain di depan mataku. Sekarang rasakan kau!!” teriakku dalam hati saat berhasil meninggalkan studio SM.

 ******

            Esoknya aku terbangun dengan rasa sakit yang tak tertahankan di kepalaku. Ya Tuhan…jangan bilang aku demam. Ku raba keningku dan benar saja, badanku panas. Ku ambil termometer yang biasa ku simpan di laci meja samping tempat tidurku, kemudian ku masukkan ke dalam mulutku.

38 derajat celcius. Aku benar-benar demam. Dan akh…kepalaku tak bisa ku angkat saking pusingnya. Ada begitu banyak pekerjaan hari ini dan aku malah tak bisa bangun dari tempat tidurku. Semuanya memang selalu menjadi buruk saat aku sedang bertengkar dengan Kyu.

Ku putuskan untuk menelepon Kim Ga Eul, rekan kerjaku sesama dosen, untuk memintanya menggantikanku mengisi mata kuliah Fisiologi Tumbuhan hari ini. Dan masalah pekerjaan yang lain besok saja setelah sembuh aku pikirkan. Yang penting sudah ada yang menggantikanku di kelas hari ini.

Dengan susah payah akhirnya aku bisa bangkit dari tempat tidur untuk mengambil obat di laci meja kerjaku. Jarak antara meja kerja dengan tempat tidur sebenarnya hanya beberapa meter saja, tapi sukses membuat kepalaku berputar-putar rasanya.

Setelah meminum obat demam, aku kembali ke tempat tidurku dan memejamkan mataku untuk mengurangi rasa sakit di kepalaku hingga akhirnya aku tertidur karena pengaruh obat yang ku minum tadi.

Aku terbangun oleh suara bel apartemen yang berbunyi nyaring. Ku amati jam digital yang terletak di samping tempat tidurku. Astaga jam 7 malam. Itu artinya aku telah tidur seharian. Kemudian aku mencoba untuk bangkit, tapi…akhh obat yang ku minum pagi tadi sama sekali tak bekerja. Sekarang kepalaku semakin terasa sakit dan suhu tubuhku sepertinya semakin tinggi.

Bel apartemenku berbunyi sekali lagi. Benar-benar sial, kenapa di saat-saat seperti ini malah ada orang yang datang bertamu sih?? Kembali aku berusaha bangkit dari tempat tidur dan akhirnya berhasil. Aku berjalan sempoyongan ke luar kamar dan langsung menuju ke pintu apatemenku. Aku tak sempat mengintip siapa yang datang. Yang aku inginkan adalah mengusir sang tamu itu secepatnya.

”Yeorum~a, kau kenapa??” teriak orang itu cemas. Aku hanya bisa mengenali orang itu dari suaranya karena aku benar-benar tak sanggup lagi untuk membuka mataku. Aku hanya menyandarkan kepalaku di kusen pintu.

”Aku hanya demam,” jawabku lemah.

”Hanya demam bagaimana?” ujar Kyu sambil menahan tubuhku yang hampir terjatuh.

”Sekacau ini masih bilang hanya demam. Kondisimu terlihat mengenaskan tau!” bentaknya, kemudian dia langsung menggendongku dan membawaku kembali ke kamar.

Sesampai di kamar dia membaringkanku dengan hati-hati di tempat tidur dan menyelimuti tubuhku yang kini agak menggigil.

”Mengapa handphonemu dimatikan? Aku tak bisa menghubungimu sejak tadi malam,” ujarnya sambil memeriksa suhu badanku dengan termometer yang terletak di meja kecil di samping tempat tidurku. Pagi tadi setelah memeriksa suhu tubuhku sepertinya aku tidak memasukkannya kembali ke dalam laci.

”39,” ujarnya panik.

”Kita ke rumah sakit saja,” ujarnya lagi.

”Aniyo,” jawabku masih dengan mata terpejam. “Aku cuma butuh istirahat di rumah saja. Setelah minum obat pasti suhunya akan turun.”

“Ke rumah sakit akan lebih baik. Bagaimana kalau panasnya bertambah tinggi?” ujarnya cemas.

“Aniyo. Aku benci rumah sakit,” tolakku keras kepala.

”Aishh…kau ini,” ujarnya kesal karena kekeraskepalaanku.

”Kalau begitu minum obat saja,” ujarnya setelah menyerah memaksaku ke rumah sakit. Kemudian beranjak dari sisi tempat tidurku untuk mengambil obat di laci meja kerjaku. Dia memang sudah sangat mengenal seluk-beluk apartemenku.

”Apa kau sudah makan??” Tiba-tiba tangannya yang baru akan menyuapkan obat ke mulutku terhenti. Aku hanya menjawabnya dengan sebuah gelengan lemah.

”Kalau begitu makan obatnya nanti setelah makan.” Kemudian dia meninggalkanku sendirian di dalam kamar. Hanya sebentar, karena beberapa saat kemudian aku merasakan dia sudah mengangkat tubuhku perlahan dan mendudukkanku dengan menjadikan tubuhnya sendiri sebagai penyangga kepalaku.

”Makanlah dulu,” ujarnya sambil menyentuhkan ujung sendok ke bibirku. Dan aku hanya membuka mulutku tanpa melihat apa yang disuapkan padaku. Saking pusingnya aku bahkan tak bisa merasakan apa yang sedang ku makan.

Aku hanya sanggup menelan makanan yang disuapkannya padaku beberapa ssendok saja karena kepalaku seperti berputar-putar walau sudah disanggahnya dengan tubuhnya. Sebelum membaringkanku kembali di atas tempat tidur, dia meminumkanku obat terlebih dahulu. Dan setelah itu aku benar-benar tertidur seperti orang pingsan karena efek kepalaku yang sangat sakit.

******

            Aku terbangun karena merasakan ada sesuatu yang lembab di dahiku. Ku buka perlahan mataku dan ku ambil sesuatu yang lembab itu dari atas dahiku. Ah ternyata handuk kompresan. Tapi siapa yang mengompresku??? Sebuah pertanyaan muncul di pikiranku yang sudah mulai bisa berpikir jernih kembali karena rasa sakit di kepalaku kemarin sudah menghilang.

Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh kamar dan menemukan jawaban atas pertanyaanku tadi. Kyuhyun sedang tertidur di kursi tak jauh dari tempat tidurku. Posisi tidurnya tampak sangat tidak nyaman. Beberapa saat kemudian ku lihat tubuhnya menggeliat dan dia membuka matanya.

”Kau sudah bangun?” tanyanya, langsung menghampiriku saat menyadari kalau aku sudah bangun. Dia duduk di pinggir ranjang menghadap ke arahku.

”Bagaimana perasaanmu?? Kepalamu masih sakit??” tanyanya lagi sambil meraba dahiku untuk memeriksa suhu tubuhku. Aku hanya menggeleng untuk menjawab pertanyaannya.

”Sepertinya sudah baikan. Suhu tubuhmu sudah turun. Tapi kau tetap harus istirahat,” ujarnya lembut sambil mengusap bekas air kompresan di dahiku.

”Kapan kau datang?” tanyaku bingung.

”Sepertinya semalaman kau memang tak sadar. Aku datang tadi malam. Kau yang membukakan pintu. Tapi kondisimu kacau sekali. Kau bahkan tak bisa membuka matamu saat aku datang,” jawabnya.

”Aku sepertinya memang membukakan pintu untuk seseorang dan sepertinya aku juga mendengar suaramu. Tapi ku pikir semua itu hanya mimpi,” jawabku.

”Jadi kau menjagaku semalaman??” tanyaku lagi.

”Kondisimu sangat mengkhawatirkan. Aku tak mungkin meninggalkanmu. Tapi tenang saja, aku tak melakukan apapun terhadapmu,” tambahnya cepat, takut aku berpikir yang bukan-bukan tentangnya.

Aku tersenyum mendengarkan ucapannya. ”Tenanglah, aku sama sekali tak berpikir seperti itu. Meski kau kelihatan tak bisa dipercaya, tapi aku sangat mengenalmu. Mana mungkin orang yang begitu takut Tuhan sepertimu sanggup melakukan dosa sebesar itu.”

”Syukurlah kalau kau berpikir seperti itu. Aku tidak perlu menghadapi tuntutanmu kalau sampai kau berpikir demikian.”

”Memangnya, kalau kau melakukannya, kau tak mau bertanggung jawab terhadapku?” pancingku, ingin memastikan jalan pikirannya.

”Bukannya tak mau bertanggung jawab. Tapi kalau aku melakukannya, aku akan melukaimu. Dan hal yang paling ku hindari adalah membuatmu terluka. Aku tau siapa kau. Meski sudah terbiasa dengan kehidupan di sini, kau tetap memegang teguh budaya tanah kelahiranmu. Aku tau kau sangat menjaga kehormatanmu sebagai seorang wanita. Dan aku tak mau menjadi orang yang merenggutnya dengan cara yang tidak seharusnya,” ujarnya sambil menatap ke arahku. Tatapannya begitu lembut dan setiap perkataannya membuatku semakin meyakini bahwa dia yang terbaik untukku.

”Gomawo,” ujarku balas menatapnya dengan lembut.

”Untuk apa??” tanyanya.

”Gomawo karena telah menjaga fisik maupun jiwaku. Terlebih karena telah mencintaiku dengan cara yang agung.” Aku tersenyum padanya.

”Aahhh…cheonmaneyo,” jawabnya salah tingkah dengan sanjunganku.

”Aku sudah berjanji padamu waktu itu, dan sebagai lelaki sejati aku harus menepatinya,” tambahnya lagi dengan nada bercanda.

 ******

            Siangnya, setelah menjagaku semalaman, Kyu harus berangkat ke Jepang bersama semua artis SM lainnya. Sedikit membuatku khawatir karena dia kurang tidur setelah menjagaku semalaman. Jadwalnya selama 3 hari di Jepang akan sangat padat. Dan pasti selama 3 hari itu dia takkan punya cukup waktu untuk beristirahat dengan baik. ”Tidurlah selama di pesawat,” pesanku tadi sebelum dia berangkat.

Saat aku mengkhawatirkannya seperti ini benar-benar membuatku tak bisa memikirkan hal lain selain dia. Dengan menekan segala harga diriku, akhirnya setelah makan malam aku memutuskan untuk meneleponnya.

”Yeoboseyo,” suaranya terdengar antusias di seberang sana. ”Tumben kau meneleponku? Biasanya kan selalu aku yang meneleponmu. Kau terlalu gengsi untuk menunjukkan perasaanmu yang sebenarnya selama ini.” Ucapannya benar-benar membuatku terperangah. Sebegitu detilkah dia mengetahui setiap pikiran dan perasaanku selama ini hingga aku tak bisa menyembunyikan apapun darinya. Jadi apa usahaku untuk menyelamatkan harga diriku di hadapannya selama ini sia-sia saja??

”Apa kau sudah makan?” tanyaku mengacuhkan ucapannya tadi untuk menyembunyikan rasa maluku.

”Ne, aku sudah makan, tadi selama di pesawat aku tidur dengan pulas, dan aku juga sudah minum vitaminku. Ada lagi yang ingin kau tanyakan??” tanyanya lagi membuat wajahku semakin memerah. Meski dia tak bisa melihatku, tapi tetap saja aku menyembunyikan wajahku yang sudah seperti kepiting rebus di balik telapak tanganku.

”Tidak ada lagi,” jawabku tergagap. ”Sebentar lagi konsernya akan dimulai bukan? Kau siap-siap saja. Aku takkan mengganggumu lagi.”

”Yeorum-a, aku tidak akan memegang tangan Seohyun saat penampilan kami nanti. Aku tau kau tak menyukainya,” ujarnya tiba-tiba dan menutup teleponnya. Sementara aku tetap tertegun dengan handphone yang masih menempel di telingaku meski sambungan telepon telah diputus. Aku sangat terkejut karena ucapannya. Bagaimana mungkin dia mengetahuinya? Aku kan tak pernah mengatakan tentang hal itu padanya.

           *******

           Hari ini Kyuhyun kembali dari Jepang dan seperti biasa dia langsung menemuiku. Rasanya lebih mudah bagiku untuk berpikir jernih saat dia sudah kembali di sisiku.

”Ini,” ujarnya menyodorkan sebuah amplop putih padaku saat kami sedang menikmati makan malam di pinggir sungai Han.

”Apa ini?” tanyaku sambil memandangi amplop yang di sodorkannya tadi.

”Kalau ingin tau isinya buka saja,” jawabnya dengan mulut penuh.

Aku meletakkan sumpitku. ”Gelagatmu menakutkan sekali. Kau sedang tak mengerjaiku kan?” tanyaku waspada saat meraih amplop itu, sementara dia malah memamerkan senyum misteriusnya padaku.

Aku membuka amplop yang kini sudah di tanganku secara perlahan. Dan….mengeluarkan sebuah tiket dari dalamnya. ”Tiket drama musikal Three Musketeers??” tanyaku dan dia mengagguk mengiyakan.

”Kau belum pernah menontonnya kan?” tanyanya dan ku iyakan. ”Aku bermain di dalamnya dan aku ingin kau menontonnya.”

”Dan memamerkan adegan ciumanmu dengan sang pemeran wanitanya padaku?” potongku.

”Kau tau tentang adegan itu?” tanyanya tak percaya.

”Tentu saja. Mahasiswiku di kampus begitu heboh karena adegan itu.”

”Aku belum pernah melakukan adegan itu secara real selama drama musikal ini berjalan hingga saat ini,” ujarnya menjelaskan.

”Dan kau berharap akan pernah melakukannya?” tanyaku sinis dan lagi-lagi hanya ditanggapinya dengan sebuah senyuman misterius.

”Bagaimana dengan besok? Apakah adegan itu akan dilakukan secara real?” tanyaku lagi.

”Besok adalah pementasan terakhir. Dan sutradara hyung berharap semua adegan dilakukan secara real pada pementasan terakhir. Sampai saat ini memang belum ada keputusan. Tapi besar kemungkinan akan dilakukan secara real.” Sepertinya kali ini dia ingin memanas-manasiku mengingat dia tau kalau aku cemburu setengah mati hanya dengan melihatnya berpegangan tangan dengan Seohyun.

”Oke. Aku berjanji pasti akan datang besok. Aku ingin melihat adegan realnya,” tantangku, menolak untuk mengakui rasa cemburuku terang-terangan padanya.

”Jincha??” jawabnya pura-pura terkejut. ”Senang sekali kau mau mensupportku untuk adegan itu.” Sekarang aku sampai menahan diriku sekuat tenaga untuk tak berteriak padanya.

******

            Saat ini aku sudah berada di dalam gedung teather tempat drama musikal Three Musketeers akan dipentaskan. Dengan kagum aku memandangi poster Kyu di dekat pintu masuk teather. Dia terlihat sangat tampan dalam balutan pakaian ksatria eropa abad  pertengahan. Selanjutnya akupun mengedarkan pandangan ke sekelilingku. Sangat ramai di sini. Dan jika di lihat dari tiket yang mereka pegang, sepertinya mereka semua ingin menonton drama musikal Three Musketeers. Aku juga yakin sebagian besar dari mereka adalah ELF.

”Ahhh…Kyu oppa sangat tampan di poster itu,” ujar salah seorang gadis yang berada di depanku.

”Kyu oppa memang selalu tampan,” ujar salah seorang temannya dengan nada yang memuja.

Aisshhh….aku benar-benar menderita karena mencintai namja itu. Mengapa begitu banyak gadis yang menginginkannya? Dan mereka bisa seenaknya memanggil Kyu dengan sebutan oppa. Satu hal yang takkan pernah bisa ku lakukan. Aku iri sekali pada mereka.

”Tiketnya, nona,” ujar seseorang mengagetkanku. Tanpa ku sadari ternyata aku sudah sampai di pintu masuk teather. Dengan sedikit tergagap ku serahkan tiket yang ku pegang kepada petugas. Kemudian petugas itu merobek tiketku menjadi 2 bagian dan mengembalikan satu bagian kepadaku.

Ruangan sudah remang-remang saat aku masuk ke dalam teather. Aku mengikuti petugas yang akan menunjukkan tempat dudukku. Aku baru tau kalau Kyu memberiku tiket VIP saat petugas itu membawaku ke bagian depan teather dan mempersilahkanku duduk di barisan ke enam tepat di tengah-tengah menghadap panggung. Dari bangku ini aku bisa melihat seluruh isi panggung dengan jelas.

Ku perbaiki posisi dudukku agar merasa nyaman. Tak lama kemudian seorang gadis menduduki bangku di samping kananku.

”Annyeong haseyo,” sapa gadis itu saat aku menoleh ke arahnya.

”Annyeong haseyo,” Jawabku.

”Kau seorang ELF?” tanyanya padaku. Dan aku hanya menjawabnya dengan sebuah gelengan kepala.

”Lalu mengapa kau di sini?” tanyanya dengan tatapan heran.

”Seorang teman menghadiahiku tiket drama musikal ini,” jawabku dan tersenyum padanya.

”Beruntung sekali. Tiket VIP pula. Kau tau tidak? Untuk mendapatkan tiket VIP ini sulit sekali. Sekian banyak aku menonton drama musikal ini, baru kali ini aku bisa duduk di bangku VIP. Howaaa…dari sini aku bisa melihat wajah Kyu oppa dengan sangat jelas. Aku sangat menyukainya. Ani, tepatnya aku sangat tergila-gila padanya. Oettokeh? Mengapa ada manusia terlahir setampan ini?” oceh gadis di sampingku ini panjang lebar. Dia mengganggu sekali!

”Kau mahasiswi mana?” lagi-lagi dia bertanya padaku

”Aku bukan mahasiswa lagi. Umurku 26,” jawabku sedikit jutek.

”Syukurlah kau bukan seorang ELF, apalagi seorang SparKyu. Lucu sekali kalau kau sampai menyukai Kyu oppa. Yang pantas dengan onnie hanya Yesung, Hangeng, Heechul, dan Teukie oppa,” jawabnya dengan ekspresi yang sangat menyebalkan.

”Mwo?! Gadis ini benar-benar tidak sopan! Kalau kau tau siapa aku, kau akan menyesal mengatakannya!!!” teriakku dalam hati

Aku sangat bersyukur karena tak berapa lama kemudian lampu ruangan teather sudah dipadamkan sebagai tanda bahwa pertunjukkan akan segera di mulai. Kalau obrolanku dengan gadis tak sopan di sampingku ini terus berlanjut, sangat dikhawatirkan akan timbul keributan di ruang teather ini. Itu akan sangat memalukan tentunya.

Sekali lagi ku perbaiki posisi dudukku menghadap lurus ke depan, ke arah panggung yang kini mulai menampilkan adegan awal dalam drama musikal ini. Kyuhyun muncul dengan memakai pakaian ksatria eropa abad pertengahan seperti pada poster di depan pintu masuk tadi. Dia sangat tampan dengan pakaian itu. Tak heran hampir seluruh penonton wanita menjerit menyambut kemunculannya di atas pentas. Dan tentu saja gadis di sebelahku ini juga termasuk diantaranya. Bahkan teriakannya sangat berpotensi  menulikan telingaku setelah pulang dari menonton drama ini nanti.

Adegan demi adegan di tampilkan dengan sempurna. Kyuhyun pun memainkan perannya tanpa cacat. Dan sekarang tibalah adegan percintaan yang membuat hati banyak ELF, terutama SparKyu ketar-ketir.

Kyu sangat menghayati perannya. Dia menatap wanita lawan mainnya dengan penuh perasaan. Kyuhyun seolah benar-benar telah jatuh cinta pada wanita itu. Walaupun aku tau ini hanyalah sebuah adegan dalam drama, tapi adegan ini sukses membuat seluruh isi perutku bergejolak. Dan aku menyesali keputusanku untuk menonton drama musikal ini.

Seolah adegan kemesraan tadi masih belum cukup untuk mempermainkan perasaanku, sekarang tiba waktunya untuk melakukan adegan pamungkas. Kiss scene.

Lagi-lagi Kyu menatap ke dalam mata wanita itu dengan penuh kelembutan. Secara perlahan dia mendekatkan wajahnya ke wajah wanita itu hingga jarak antara wajah mereka hanya tinggal beberapa senti saja. Belum terjadi apapun, tapi sepertinya aku siap untuk meledak sekarang.

Tiba-tiba Kyu mengangkat topi bercaping lebar yang dipegangnya untuk menutupi wajah mereka berdua. Serentak terdengar keluhan dari seluruh ruangan teather karena adegan tersebut.

”Oettokeh? Apakah adegan itu benar-benar dilakukan? Tapi sepertinya adegan itu benar. Topi itu terlalu kecil untuk menutupi segalanya. Mereka pasti benar-benar melakukannya. Aishhh…benci sekali. Mengapa harus seorang ahjumma yang merebut ciuman Kyu oppa?” Ocehan gadis di sampingku ini semakin memperburuk suasana hatiku. Dan refleks aku menatap ke arahnya dengan tatapan tak suka.

”Waeyo?” tanyanya sok polos melihatku menatapnya seperti itu.

”Anda berisik sekali nona,” jawabku sembari beranjak dari tempat dudukku.

Aku tak mau menonton drama musikal itu lebih lama lagi. Jadi kuputuskan untuk ke luar dari ruangan teather meski pertunjukkan belum selesai.

*****

            Aku berjalan tak tentu arah entah sudah berapa lama. Dan yang sangat mengejutkanku, kakiku tanpa diperintah malah membawaku ke tempat ini. Tempat di mana 4 tahun lalu dia memaksaku untuk menjadi pacarnya. Tempat di mana karena ulahnya aku terpaksa melupakan semua prinsip-prinsipku tentang seorang pacar impian.

Tempat ini masih sama. Tak ada yang berubah. Bangku ini masih di posisi yang sama dengan 4 tahun lalu. Sorot lampunya pun masih tetap sama. Suasananya juga sama.

Sejenak aku merasa telah melakukan sebuah kesalahan selama 4 tahun ini. Kesalahan yang benar-benar membuatku terjebak. Begitu banyak rintangan dalam hubungan kami. Usia, karirnya, dan juga perasaan tak pantas yang hingga saat ini masih menggangguku.

Menyaksikan secara langsung bagaimana gadis-gadis belia itu begitu memujanya, begitu menginginkannya, membuatku merasa hubungan kami sebuah kesalahan. Jika tak bersamaku, mungkin saat ini dia akan memilih salah satu dari mereka.

Aku jadi menertawakan fikiran-fikiranku sendiri. Tak salah memang kalau Kyu sering mengejekku bahwa isi kepalaku jauh lebih muda dari umurku sendiri. Sedikit malu rasanya menyadari semua ini. Menyadari bahwa aku sangat kekanak-kanakan berfikir seperti ini. Tapi fikiran-fikiran itu selalu hinggap di kepalaku tanpa bisa ku cegah. Setiap saat fikiran ini selalu menggerogotiku. Benar-benar merasa tak pantas untuk seorang Cho Kyuhyun yang begitu sempurna untuk ukuran seorang manusia.

Merasa letih dengan fikiran-fikiranku sendiri, akhirnya aku memejamkan mataku dan menyandarkan punggungku ke kursi panjang yang ku duduki. Sekuat tenaga menghalau pergi fikiran-fikiran yang selalu menyakitiku ini.

Cukup lama aku dalam posisi seperti ini, hingga tiba-tiba aku merasa suasana di depanku menjadi gelap. ”Apakah lampu tamannya mati?” pikirku kemudian membuka mataku secara perlahan dan menemukan sosoknya yang berdiri menjulang di hadapanku, menghalangi cahaya lampu yang langsung menyorot ke arahku.

”Kyuhyun~a,” ujarku terkejut.

”Mengapa pergi begitu saja bahkan di saat dramanya belum selesai?” tanyanya sambil duduk di sampingku.

Aku menegakkan posisi dudukku. ”Kau bisa tau kalau aku pergi sebelum pertunjukan selesai?” ujarku balik bertanya.

”Tentu saja. Aku bisa melihatmu dengan jelas dari atas panggung. Aku bahkan tau kalau kau pergi saat kiss scene sedang berlangsung,” jawabnya menyabalkan.

”Ah..jadi kau sudah mengatur segalanya,” gumamku.

”Kau cemburu?” tanyanya lagi dengan ekspresi aneh.

”Itu tujuanmu memintaku menontonnya kan? Ingin melihatku cemburu?”

”Bukan itu yang utama. Tapi ku anggap bisa membuatmu cemburu adalah bonusnya,” jawabnya sambil memamerkan senyum jahilnya.

”Apa yang kau lakukan di sini malam-malam begini? Bukannya langsung pulang. Benar-benar membuatku cemas saja,” ujarnya kemudian.

”Tidak ada. Hanya memikirkan sesuatu….”

”Sesuatu yang bodoh tentunya. Dan tidak lupa menyakiti diri sendiri,” potongnya.

Aku menarik napas dalam-dalam. ”Kyuhyun~a, di pertunjukkan tadi kuperhatikan ada begitu banyak gadis yang mengidolakanmu. Sepertinya mereka sangat tergila-gila padamu.”

”Ahh…pesonaku,” celetuknya tapi kuabaikan.

”Aku sempat berfikir, kalau saja saat kita bertemu dulu kau sudah seterkenal ini dan dikelilingi begitu banyak wanita cantik seperti sekarang, kau pasti akan memilih salah satu dari mereka untuk menjadi pacarmu.”

”Tebakanku benar. Kau pasti sedang memikirkan hal seperti itu atau semacamnya. Begitu senang menyakiti diri sendiri dengan pikiran-pikiran konyol. Siapa coba yang tidak dewasa sekarang?” Aku langsung memberengut mendengar ucapannya.

Kyuhyun menarik napas dalam-dalam kemudian meraih kedua pundakku untuk menghadap tepat ke arahnya.

”Dengarkan aku baik-baik nona Park. Empat tahun lalu aku telah memutuskan untuk memilihmu, bahkan sejak pertama kita bertemu di rumahku. Dan saat ini memang ada begitu banyak yang berubah dalam hidupku. Tapi asal kau tau, aku sama sekali tak berniat untuk mengubah keputusanku. Jadi baik dulu maupun sekarang, ada banyak wanita yang menyukaiku ataupun tidak, aku akan tetap memilihmu dan tolong mulai saat ini berhentilah berfikir yang bukan-bukan. Kalau usiamu lebih tua dariku memangnya mengapa?? Bukankah kau justru lebih kenak-kanakan dariku? Bahkan para hyung sering berkomentar bahwa kita tak tampak seperti pasangan yang wanitanya lebih tua dari sang pria. Mereka bilang kau tampak lebih muda sedangkan aku dikatakan bertampang boros. Tentu saja mereka mengatakan itu dengan tujuan untuk mengejekku. Tapi aku tak marah mereka berkata begitu. Karena menurutku memang begitu kenyataannya,” ujarnya panjang lebar sementara aku hanya bisa menatapnya tanpa berkedip.

”Intinya…usia tak bisa dijadikan alasan untuk memperumit hubungan kita. Aku yang lebih muda darimu saja bisa bersikap lebih bijaksana dalam hal ini,” ujarnya lagi dengan rasa bangga berlebihan.

”Bisakah untuk menghilangkan fikiran-fikiran yang bisa menyakiti dirimu sendiri mulai dari sekarang? Karena kalau tidak, sepertinya kau harus bertahan dengan rasa sakit itu seumur hidupmu. Aku sama sekali tak berniat untuk mengakhiri hubungan kita dengan alasan apapun,” pintanya kemudian.

”Kejam sekali,” ejekku, akhirnya aku bisa juga mengeluarkan suaraku lagi.

”Maaf kalau begitu nona Park,” ujarnya tersenyum padaku. ”Bisakah melakukannya untukku?”

”Mm.” Akhirnya aku mengangguk mengiyakan permintaanya.

”Dan satu lagi, aku memintamu datang untuk menonton drama musikalku agar aku punya alasan untuk tidak melakukan adegan itu secara real.”

”Jadi kau tak melakukannya sekalipun di balik topi?” tanyaku terkejut.

”Tentu saja. Kau pikir aku mau ciuman pertamaku di rampas begitu saja oleh wanita lain? Aku bahkan belum pernah mencium wanita yang aku cintai hingga saat ini,” protesnya. Dan aku tersenyum puas mendengar pengakuannya.

”Lain kali tidak perlu berpura-pura tak cemburu di hadapanku. Kau itu sangat ekspresif kalau mengenai perasaanmu sehingga sangat mudah dibaca. Aku bahkan bisa membaca setiap isi hati dan sikapmu dengan mudah,” ujarnya sembari melingkarkan satu lengannya ke pundakku.

”Benarkah? Jadi usahaku untuk menyelamatkan harga diriku di hadapanmu selama ini sia-sia?” Tanpa perlu dijawab olehnya aku bahkan tau jawaban yang akan ke luar darinya.

”Lagi-lagi berfikir konyol,” keluhnya. ”Harga diri apa? Yang aku lakukan saat ini adalah mencintaimu dan memahamimu, bukan menghancurkan harga dirimu.” lagti-lagi aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya yang menurutku sangat keren.

Malam ini, berkat bantuan namja yang saat ini sedang merangkulku, aku jadi memahami segalanya. Aku mencintainya, itu sudah cukup dan tak perlu lagi kutambah dengan memikirkan hal-hal konyol seperti yang dikatakannya tadi.

”Kyuhyun~a,” panggilku.

”Mmm…”

”Ada yang ingin ku katakan.”

”Katakan!” perintahnya

”Saranghae,” ujarku akhirnya. Rasanya malu sekali mengatakan hal seperti ini untuk pertama kalinya. Dan Kyuhyun seolah mengerti, dia tidak berusaha melihat wajahku yang saat ini aku yakin sedang memerah. Dia hanya menarikku ke dalam pelukanya. Dan mendekapku erat.

 The End

By: Park Yeorum a.k.a Bummie Viethree

Dark Not always Black (Part 4)

Author: Queen Bee

Yeorum POV

“Yeorum Tiaraaaaappppp!” Itu suara Kyuhyun Oppa. Aku  merebahkan tubuhku ke tanah. “Berhenti di sana.” Perintah Kyu Oppa padaku..

TAR!!TAR!!TAR!!!

Aku menutup kupingku menghindari bunyi desingan senjata yang saling beradu di atasku. Tubuhku menggigil. Oppa…eonni jangan tinggalkan aku. Tangisku tertahan. Tanpa kusadari tembak-menembak telah berakhir.

“Yeorum-a, irona.” Kyu Oppa membantuku berdiri.

“Kyu Oppa? Kau?”

“Aku akan menjelaskannya padamu nanti.”

“Tapi oppaku…”

“Kita tinggalkan dulu tempat ini.” Ajaknya.

Ani, aku mau melihat oppa dan eonniku sekarang.”

“Jangan sekarang, nanti saja.” Bantahnya, lalu menarik paksa tubuhku mengikutinya menuju mobil patroli.

Ani…aku mau melihat oppaku sekarang.” Paksaku, lalu memutar balik tubuhku  menuju oppa dan eonni.

Tapi langkahku terhenti. Seorang pria berseragam polisi tengah memeluk kepala oppaku sambil menangis. Eonniku tertidur disebelah oppaku. Tangan mereka saling berpegangan.

Andwae oppa, ANDWAEEEEEEEEEE…!!!” Pandanganku tiba-tiba menjadi gelap.

Saat tersadar aku sudah ada di rumah sakit.

Beberapa waktu kemudian setelah pemakaman.

Kyu Oppa bercerita padaku kalau para penjahat itu tertangkap tak lama kemudian. Bos besar yang juga mantan Jendral dari kepolisian itu sendiri tewas tertembak dengan 12 lubang peluru para sniper di tubuhnya. Hyukjae Oppa di vonis lima tahun penjara. Sedangkan Brandy di jatuhi hukuman mati.

Setelah drama penculikan dan operasi besar yang menyeret kematian Donghae Oppa dan Gaul Nuna, aku dilarikan ke rumah sakit. Jiwaku terpukul untuk yang kedua kalinya. Aku masih tak mengerti apa yang terjadi. Mengapa aku dan Gaul Eonni di culik? Mengapa Donghae Oppa terlibat dalam masalah ini? Mengapa ia berteman dengan Hyukjae Oppa? Apa sebenarnya pekerjaan oppaku selama ini? Mengapa orang-orang yang kucintai harus pergi dengan cara ini? Mengapa harus Hyukjae Oppa yang melakukannya? Mengapa….? Mengapa…?

“Yeorom-a…. bagaimana keadaanmu sekarang?” Kyu Oppa bertanya.

Tak ada jawaban yang bisa kuberikan. Rasa sedih dan kehilangan orang–orang yang paling kucintai setelah ditinggal eomma dan appa kembali merayapi hatiku. Jika saat itu aku masih memiliki Donghae Oppa, aku masih bisa berdiri. Namun saat ini aku hanya sebatang kara, tak ada pegangan, tak ada pelindung dan tak kenal siapapun. Aku harus bagaimana? Aku akan bagaimana? Oh Tuhan, apa yang kau rencanakan untuk hidupku? Air mataku kembali membasahi pipi.

Oppa, kau siapa sebenarnya? Mengapa kau juga ada di sana saat itu?” Tanyaku dalam tatapan yang nanar. Dia hanya menatapku dalam.

Satu menit…

Dua menit….

Tiga menit…

Karena dia masih tak menjawab, aku kembali dalam duniaku.

“Yeorum-a. kau harus kuat.” Suaranya membuyarkan lamunanku. Namun aku masih duduk mematung.

“Yeorum-a…” Panggilnya lagi. Dia mendekatiku lalu memelukku erat. Kalau kau ingin menangis, menangislah di pundakku.” Pintanya.

Aku membalas pelukannya, seketika tangiskupun pecah di dadanya.

“Kyuhyun Oppa, na eottohkeeee…..? Eottohkeeee? Eottohkeeee?

Gwaenchana, masih ada aku. Aku yang akan menjaga dan melindungimu.” Balasnya.

☺☺☺☺☺

Aku duduk memandang taman dari jendela lantai tiga rumah sakit. Di bawah kulihat dua orang kakak beradik sedang bercanda sambil berlarian. Tawa kebahagiaan terlihat jelas dari wajah keduanya. Oppa…aku merindukanmu.

Tanpa sadar aku berjalan keluar kamar. Terus berjalan menuju taman tempat aku melihat kakak beradik tadi. Tapi mereka sudah pergi, akupun terjatuh di atas rumput. Sinar matahari pagi yang hangat sehangat air mata yang membasahi pipiku. Namun udara musim semi yang dingin telah membekukan hatiku. “Oppa, eonni bogosippo…” bisik lirih bibirku yang nyaris tak bersuara.  Tiba-tiba seseorang menyampirkan sweater hangat dipunggungku.

Kyuhyun POV

Aku mengunjunginya ke rumah sakit, namun dia tak ada di ruangannya. Aku mencarinya kemana-mana, ternyata dia sedang berjalan menuju taman. Dia terduduk lemas di atas rumput. Aku melihat kilauan air mata jatuh dari pipinya yang diterpa sinar mentari musim semi ini. Poninya yang panjang menutupi raut wajahnya yang kelelahan. Aku merasakan beban derita yang dipikul hatinya. Yeorum-a, apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu kembali sperti sediakala?

Kulangkahkan kakiku, dan menyampirkan sweater hangat miliknya.

“Yeorum-a, no gwaenchana?” Tanyaku lembut.

Dia menoleh padaku. Matanya sembab karena menangis semalaman. Raut wajahnya menunjukkan kesedihan yang amat sangat. Dia semakin kurus, karena sejak kematian oppa dan eonninya dia menolak untuk makan. Karena itu cairan infus menggantikan asupan gizi yang harus masuk ke tubuhnya. Namun selang makanan itu kini sudah terlepas dari lengannya. Tarikan jarum secara paksa meninggalkan bekas luka di pergelangan tangannya.

Oppa…na eottohke…? Eottohke oppa?”

Gwaenchana, oppa akan selalu menemanimu. Kau harus belajar untuk lebih kuat dan tegar menjalani hidup. Donghae Hyong dan Gaul Nuna pastilah tidak suka melihat kau begini.”

“Kau tak tahu perasanku, oppa!! Karennya kau bisa berkata seperti itu. Kau tak tahu bagaimana rasanya kehilangan ibu dan ayah sekaligus, dan kini aku juga sudah kehilangan oppa dan eonniku secara bersamaan. Mereka mati di hadapanku. Katakan oppa, bagaimana kau bisa tahu perasaanku??? Kau tak pernah kehilangan satupun dari mereka oppa!!!” Dia menghardikku. Air mata itu tak berhenti mengalir dari pipinya. Ledakan emosi yang ditahannya keluar seperti semburana larva gunung berapi.

“Yeorum-a, oppa memang tak tahu bagaimana perasaanmu, tapi percayalah oppa akan selalu bersamamu.” Aku mencoba menenangkannya.

“Itu juga yang pernah dikatakan Donghae Oppa padaku. Oppaku telah berjanji akan selalu bersamaku. Oppaku berjanji tak akan pernah pergi dariku. Dulu oppa meninggalkanku bersama Gaul Eonni. Tiga tahun lamanya aku tak pernah melihat wajahnya, lalu dia datang, itu tak apa, yang penting oppaku masih ada. Tapi ….kini oppa meninggalkanku untuk selamanya. Ke ujung dunia mana aku harus mencari agar aku bisa menemukannya, oppaOppaku pembohong, oppaku menipuku.

Oppaaaa…. Kenapa kau tidak membawaku? Eonni kenapa kau meninggalkanku? Alangkah baiknya kalau aku juga tertembak saat itu. Kyuhyun Oppa, mengapa kau menyelamatkanku?? Mengapa?? Apa kau ingin melihatku kesepian seperti ini?!!!” Jeritannya semakin histeris.  Dia memukul-mukul dadaku. Aku memeluknya erat.

“Yeorum-a, jangan berkata begitu. Jangan berkata seolah kau tak ingin hidup lagi. Aku menyelamatkanmu karena itu adalah tugasku. Yeorum-a kumohon jangan pernah berkata seperti itu lagi. Apa kau juga ingin melihatku kesepian jika kau pergi? Yeorum-a aku benar-benar berjanji akan selalu bersamamu. Aku yang akan menjagamu, aku yang akan melindungimu. Aku yang akan menjadi eomma dan appa untukmu, aku yang akan menjadi oppa dan eonni untukmu, karena aku…karena aku mencintaimu Yeorum-a.” Aku masih memeluknya.

“Aku tahu ini bukan saat yang tepat, tapi aku tulus mencintaimu dari hatiku yang terdalam. Yeorum-a lepaskan beban hatimu, sandarkan kelelahanmu padaku. Andalkan aku dalam setiap gerak langkahmu, dan berjanjilah untuk tak akan pernah meninggalkanku. Yeorum-a saranghaeyo, saranghaeyo Yeorum-a.”  Air mataku membasai rambutnya yang panjang.”

Dia tak menjawab perkataanku, akupun tak butuh jawabannya. Yang aku tahu aku mencintainya. Dia hanya memelukku lebih erat, seerat aku memeluknya dalam dekapanku. Panas matahari menghangatkan cinta kami yang tak terucapkan.

Lelah menangis di rumah sakit aku mengajaknya keluar. Walau tak bisa mengikis habis luka hatinya, namun Yeorum terlihat sedikit lega. Kami berjalan sambil bergandengan tangan menuju taman kota. Banyak anak-anak bermain di sana. Saat sedang duduk di bangku taman, seorang anak laki-laki kira-kira berusia tujuh tahun menghampiri kami.

Nuna, apa kau sakit?” Tanyanya pada Yeorum.

“Bagaimana kau tahu?” Tanya Yeorum balik.

Nuna memakai pakaian yang sama dengan eommaku saat akan dioperasi di rumah sakit itu.” Dia menunjuk rumah sakit tempat Yeorum menginap.

Guraeyo, lalu bagaimana keadaan eommamu?”

Eomma…eomma sudah di bawa Tuhan ke langit. Aku tinggal bersama appa di sini sampai Tuhan juga membawa kami bersama untuk berjumpa eomma.” Anak laki-laki itu tersenyum.

Kami hanya terdiam. Mata Yeorum mulai berkaca-kaca lagi.

Nuna jangan menangis, Tuhan tak suka melihat anak yang cengeng.” Anak itu menghapus air mata yang jatuh di pipi Yeorum.

Nuna, cepatlah sembuh dan jangan pernah sakit lagi. Jika kau sehat selalu dan rajin berbuat kebaikan, maka Tuhan akan memanggilmu dengan cara yang indah seperti DIA memanggil eommaku. Dengan begitu kita bisa berjumpa eomma lebih cepat.”

“Yeo Gun-a, jipe gayo.” Seorang pria tampan memanggil anak itu.

Ne appa, jamsiman gidariseyo. Nuna, aku harus pulang, ini untukmu sebagai tanda kebaikanku hari ini. Eomma pasti akan senang melihatku telah menghiburmu. Gyeseyo nuna.” Katanya setelah menyerahkan sebuah balon biru dan gulali merah jambu pada Yeorum.

Gamsahamnida Yeo Gun-a, gaseyo.” Aku membalas ucapan Yeo Gun sambil melambaikan tangan karena Yeorum hanya diam terpaku menatap langkah –langkah kecil Yeo Gun menjauhinya.

Yeorum POV

Tiga bulan telah berlalu sejak kepergian oppa dan eonni. Aku merasa kesepian, Jendral Jung Soo dan istri mengajakku ke rumahnya. Namun aku menolak karena aku lebih merindukan rumah dan tokoku. Kuputuskan untuk kembali dan mengurus semuanya dari awal. Aku tak boleh berpangku tangan dan tenggelam dalam semua kesedihan dan kesepian ini. Oppa dan eonni pasti sangat kecewa jika aku membiarkan toko bangkrut di tanganku. Aku harus bangkit dan berusaha untuk selalu tegar.

Beberapa waktu kemudian.

“Yeorum-a, hati-hati, kau tak boleh meninggalkan kulit telur di dalam adonan, arasso?” Ingatnya saat aku mencoba memecahkan telur di dapur.

Ne oppa.”

Ah…itu Ryewook oppa. Sudah dua tahun ini dia menjadi chef baru di toko kami. Semenjak kepergian eonni, tak ada kue yang bisa ku buat. Toko hampir gulung tikar jika aku tak menemukan pengnganti eonni segera. Untungnya aku bertemu Ryewook Oppa setelah enam bulan kebingungan dengan keadaan toko yang semrawut. Dia chef yang hebat, gerakan tangannya saat mengaduk adonan sangat terampil, ringan, dan lincah. Ryewook oppa menyelamatkan hidupku.

“Yeorum-a……odie?” Suara Kyuhyun Oppa mencariku.

Yogiyo, oppa.” Seruku

“O…kau membuat kue lagi?” Tanyanya.

“O…hehehe hanya mencoba saja oppa.” Ujarku cengengesan.

“Ah….tak usahlah, biarkan Wookie Hyong yang mengerjakannya. Apa kau lupa, kalau kau meledakkan oven saat terakhir kali kau masuk dapur? Ayo keluar, ada yang ingin kubicarakan.”

“Aaaa…oppa kenapa kau mengingatkanku pada kejadian waktu itu. Kau membunuh semangatku. Dasar evil!!!”

Palli wa! Hyong, kupinjam dulu si pembuat onar ini ya.” Katanya lagi sambil menarik paksa tanganku, sedang tangan lainnya melambai pada Wookie Oppa.” Wookie Oppa hanya memamerkan senyum cutenya, lalu menyuruhku pergi.

“Yeorum-a, appaku ingin bicara denganmu.”

Appanya oppa? Wae?” Baru kali ini Kyu Oppa membicarakan perihal keluarganya. Selama ini setiap kali kutanya, jawabannya hanya satu, ‘kau akan bertemu mereka suatu hari nanti’. Apa ini harinya?

Kyu Oppa membawaku ke rumahnya. Rumah ini tak asing bagiku. Rumah ini adalah rumah Jendral Jung Soo. Ya, Jendral Jung Soo adalah appanya Kyu Oppa, aku juga baru mengetahuinya hari ini. Dan Kyu Oppa juga seorang polisi rahasia di bawah bimbingan appanya sendiri. Setelah beberapa waktu berlalu, Jendral Jung Soo baru ingin membicarakan kasus yang di lewati Donghae Oppa sebelumnya denganku.

“Yeorum-a, bagaimana keadaanmu sekarang?” Tanya Jendral Jung Soo saat kami hanya berdua saja duduk di ruang kerjanya.

Dok bune jal jineso ajeossi.”

“Yeorum-a, ada banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu. Aku tahu apa yang terjadi padamu sungguh berat, karena itu aku menunggu hingga keadaanmu lebih stabil.”

Diam sejenak.

“Yeorum-a, jika aku menceritakan semuanya, apa kau sudah siap untuk mendengarnya?”

Jantungku berdetak cepat, kecemasan mulai merayapi diriku. Mimpi buruk  kematian oppa dan eonni kembali berkeliaraan di kepalaku. Menceritakan semua? Apa? Apa yang mereka sembunyikan yang aku tak tahu. Nafasku memburu.

“Yeorum-a, gwaenchanayo?”

Aku masih berusaha mengatur nafas dan semua kecemasanku.

“Lain kali aku kan memberi…”

Aniyo! Katakan saja sekarang, aku baik-baik saja dan akan mendengar semua yang ingin ajeossi sampaikan.” Tuturku memaksa.

Gurae, akan kukatakan.”

Jendral Jung Soo membuka fakta mengejutkan tentang siapa oppaku sebenarnya. Donghae Oppa adalah salah satu polisi rahasia yang dilatih secara khusus langsung di bawaah Jendral Jung Soo sebagai atasanya. Terjawab sudah kebingunganku tentang mengapa  Donghae Oppa ada di gudang tua bersama para polisi dan apa pekerjaanya selama ini. Sejak kejadian pencopetan hari itu, Jendral Jung Soo sudah tertarik pada oppa, lalu memerintahkan Kapten Kangin untuk menculiknya dari tahanan. Mereka bernegosiasi, dan oppa menyetujuinya dengan syarat keamananku sebagai jaminannya.

Dua tahun dalam camp pelatihan tersembunyi, lalu oppa menggelandang sebagai informan selama satu tahun dengan identitas sebagi gembel yang berputar-putar di seluruh Seoul. Hingga akhirnya dia menemukan Hyukjae Oppa lalu mengikuti semua gerak-gerik Hyukjae Oppa dan komplotannya. Hari mereka tertangkap bersama di sel tahanan sebagai pengedar narkotika adalah tanda dimulainya drama Donghae Oppa sebagai mata-mata dalam organisasi bandar narkotika itu. Mereka tak pernah mencurigai Donghae Oppa karena ‘permainannya’ yang bersih.

Namun kecerobohan terjadi, Brandy mencuri dengan semua pembicaran Donghae Oppa yang tengah membujuk Hyukjae Oppa untuk segera meninggalkan pekerjaan mereka. Kebocoran itu segera dilaporkan pada bos besar mereka yang memang sudah terdesak saat itu. Penculikanku dan Gaul Eonni adalah aksi balas dendam yang direncanakan. Rencana kedua bos besar mereka memang akan menghabisi kami bertiga jika tuntutan mereka saat itu tak diupayakan segera. Kegegabahan mantan Jendral Soo Man yang juga mantan sniper di kesatuannya dulu membuat nyawa dua orang yang sangat kucintai melayang.

“Dan satu hal lagi yang perlu kau ketahui.” Ujarnya.

Mwo?” Tanyaku cepat.

“Bukan Hyukjae yang membunuh Donghae dan Gaul. Pistolnya telah di kosongkan malam sebelumnya, setelah Soo Man memberikan senjata itu padanya. Hyuk mengatakan semua ini saat di introgasi. Kami memeriksa TKP, dan benar saja tak ada satupun selonsong peluru milik Hyuk yang ditemukan di lokasi kejadian. Peluru itu berasal dari senapan mantan Jendral Soo Man. Dan sebelum kami menangkap mereka semua, Donghae secara pribadi memintaku untuk membersihkan Hyuk dari target kepolisisan.”

Perasaan bersalah memenuhi ruang hatiku.

“Terakhir, Donghae meninggalkan sepucuk surat untukmu.” Jendral Jung Soo mengangsurkan sebuah amplop putih yang hampir usang dengan bercak cokelat di atasnya. Itu adalah bercak darah Donghae Oppa yang melekat saat ia menyerahkan surat itu pada Jendral Jung Soo. Aku membuka surat itu dengan hati-hati

Dear, Yeorum

Apa yang sedang kau lakukan sekarang? Apa kau baik-baik saja? Saat kau membaca surat ini, oppa tak tahu apa oppa masih ada bersamamu atau tidak? Oppa mohon maaf jika selama ini oppa merahasiakan semua ini padamu. Oppa harap Jendral Jung Soo sudah memberitahumu segalanya. Oppa tak ingin kau merasa di tipu, karena itulah oppa memintanya untuk membongkar identitas oppa hanya padamu, walau itu menyalahi aturan korps.

Yeorum-a, kau satu-satunya yang ku punya, kau adik sekaligus anak juga sahabat bagiku. Kau wanita yang kucintai setelah eomma kita. Aku tak bisa membayangkan apa yang bisa kulakukan tanpamu. Setelah pencurian itu aku malu sekali, karena itu saat Jendral Jung Soo menawariku pekerjaan, tanpa pikir panjang aku mengiyakannya. Aku berjanji akan menebus semua rasa bersalahku saat itu dengan membanggakanmu, walau nyawaku sebagai taruhannya. Ya…aku bangga dengan identitas rahasiaku untuk kau, Yeorum adikku tersayang.

Kau cahaya hidupku. Kau pelita dalam gelapku. Kau harapanku juga harapan orang tua kita satu-satunya. Kau (tetesan air mataku membasahi surat oppa). Kau wanita yang menjadi sumber kebahagiaanku.

Yeorum-a jika oppa benar-benar tak ada lagi, berjanjilah bahwa kau akan selalu hidup sehat dan bahagia selamanya. Jangan bersedih ataupun menangis. Oppa, eomma dan appa akan selalu menjagamu hingga akhir kehidupan mempertemukan kita semua untuk selamanya sebagai satu keluarga lagi.

Berbahagialah adikku Yeorum. Banggakan oppa, dan orang tua kita dengan semua prestasimu.

SARANGHAEYO YEORUM-A…

SARANGHAEYO YONGWOHNI…

Peluk cium dari oppa

Lee Donghae (fishy)

Ku lipat kembali surat itu. Sungguh air mataku tak terbendung lagi saat ini.

“Surat itu diserahkan Donghae sesaat sebelum dia pergi. Demi menjaga keamanan, maaf  tanpa seijinmu aku telah membacanya.”

Hanya suara tangisku yang membalasnya.

Tok…tok…tok…Seseorang mengetuk pintu.

“Masuklah Kyuhyun, putraku.” Ujarnya.

“Siap!!”

Kyu Oppa memasuki ruangan.

Appa, apa appa sudah menanyakannya pada Yeorum?” Tanyanya.

Ajik, sepertinya ini bukan saat yang tepat.” Ujar Jendral Jung Soo pada putera semata wayangnya. “Kau antarlah Yeorum pulang, kita akan bicarakan itu lain kali.” Ajeossi itu meninggalkan kami.

Ne, appa, arasso.” Suaranya terdengar kecewa.

Dalam perjalanan pulang aku meminta Kyu Oppa berhenti di taman di pinggir Sungai Han. Setengah hatiku merasa sangat kehilangan sekaligus ada sedikit kekecewaan dengan jalan yang dipilih Donghae Oppa, namun setengah lainnya merasa sangat bangga dengan pengorbanannya. Angin memainkan helaian rambutku. Matahari senja mulai menuju peraduannya. Surat yang ditinggalkan Donghae Oppa masih dalam genggamanku.

“Yeorum-a?” Panggil Kyu Oppa yang sedari tadi berdiri di belakangku.

Aku menoleh padanya.

No gwaenchana?” Tanyanya lagi.

“Hm…” Balasku lalu menatap sungai Han lagi.

Kyu Oppa kini sudah berdiri di sampingku.

Oppa…”

Ne……”

“Apa kau sudah tahu semuanya?” Tanyaku.

Ne, karena itulah aku dikirim ke rumahmu. Dan aku adalah parter rahasia Letnan Satu Lee Donghae yang tak diketahuinya selama operasi itu.”

“Kenapa kalian punya begitu banyak rahasia?.” Tanyaku bingung.

Dia hanya diam menatap ke depan.

Kukatupkan tanganku di depan mulut membentuk sebuah corong. “DONGHAE OPPA….AKU BANGGA PADAMU, SARANGHAEEEEE..” Teriakku di atas riak Sungai Han, yang kuharap bisa di dengar oppaku.

Ne hyong, SARANGHAEEEEEE…” Kyu Oppa mengiringi ucapanku.

Aku menatap matanya, ada ketulusan di sana.

Oppa, jipe gaja.” Ajakku menggamit lengannya.

“Hm..”

Kami saling tersenyum lega.

☺☺☺☺☺

Hari ini aku dan Kyuhyun Oppa akan mengunjungi makam oppa dan eonni. Aku sering ke makam sendirian saat aku benar-benar sangat merindukan mereka berdua. Tapi hari ini Kyu Oppa memaksa untuk mengantarku. Walau terasa sedikit aneh, tapi aku senang-senang saja diantar dengan motor hijaunya. Oppa dan eonni dikubur bersebelahan.

Oppa, eonni, apa kabar? Aku datang lagi merindukan kalian. Lama tak berjumpa, apa oppa dan eonni bahagia di sana?” Aku tersenyum sendiri, Kyu Oppa berdiri di belakangku.

Oppa, aku sudah membaca suratmu, aku…aku sangat merindukanmu. Oppa, aku akan hidup sehat dan bahagia selamanya, tak akan bersedih dan menangis lagi. Oppa aku bangga padamu, aku akan selalu membanggakanmu. Donghae Oppa, saranghae.”

Eonni, apa kabar? Apa kau selalu menjaga oppaku di sana? Apa eonni selalu menyiapkan sarapan untuk oppa? Apa eonni selalu mengingatkannya untuk merindukanku? Eonni…sejak oppa meninggalkan kita berdua, kau adalah eomma, appa, eonni sekaligus oppa bagiku. Tak ada yang bisa menggantikanmu di hatiku. Eonni…gomawo untuk semua kebaikanmu yang tak pernah terbalas sekalipun olehku. Eonni, bogo sippoo.”

Oppa, mengenai Hyukjae Oppa, aku sudah memaafkannya. Aku tahu dia tak bersalah sama sekali. Aku akan menerimanya sebagai pengganti oppa dengan tangan terbuka. Hyukjae Oppa satu-satunya teman terbaikmu, aku juga akan menjadikan dia oppaku untukmu. A… Gaul Eonni, Hana Eonni titip salam untukmu, dia juga sangat merindukanmu. Oppa, eonni aku pulang dulu ya, lain waktu aku kembali.”

Jamsiman Yeorum-a.” Kyu Oppa memotong ucapanku.

Waeyo oppa?” Tanyaku.

“Ada yang ingin kukatakan pada Donghae Hyong dan Gaul Nuna juga padamu.”

Mwoyeyo?”

Kyu Oppa berlutut di depan makam di sampingku.

Hyong, Nuna, hari ini aku sengaja datang mengunjungi kalian bersama Yeorum, untuk mendapat restu kalian.”

“Restu??” Tanyaku bingung.

Ne…Yeorum jangan memotong ucapanku di depan Hyong dan Nuna. Kau dengarkan saja dengan baik.” Perintahnya.

Mwo?” Dasar aneh.

Hyong, seperti yang kau tahu aku adalah mitra rahasia dalam operasimu. Hubungan kita tak dekat karena kita tak lama bisa bersama. Tapi aku sangat mengenalmu dari cerita appaku. Hyong, aku telah mengundurkan diri sebagai polisi rahasia dan masuk ke dalam kesatuan  biasa. Aku sengaja melakukan hal ini karena aku ingin mendampingi secara penuh orang yang kucintai.”

Sampai disini aku masih tak mengerti.

Nuna, aku datang ke tokomu atas perintah ayahku untuk menjaga kalian berdua mewakili Donghae Hyong. Walau awalnya terasa sedikit canggung, namun lama-kelamaan aku mulai terbiasa berada di dapur bersamamu. Nuna, aku senantiasa melihatmu menjaga Yeorum selama ini. Aku tahu kau sangat menyayanginya. Kau menggantikan posisi eomma, appa,  dan oppa bagi Yeorum saat mereka tak ada.”

Hyong, nuna, kini biarkan aku yang menggantikan kasih sayang kalian untuknya. Aku tak bisa mengatakan kata-kata romantis. Aku juga tak bisa menjajikan banyak hal padanya. Tapi aku akan berusaha selalu membuatnya bahagia dengan caraku. Hyong, nuna, dihadapan kalian secara resmi aku melamar Yeorum untuk menjadi istriku. Aku mohon kalian bisa merestui hubungan kami.” Kyuhyun Oppa bersujud tiga kali di depan makam oppa dan eonni.

Mwo? Kyu Oppa kau sedang melamarku?” Tanyaku bingung.

Ne…..” Dia beralih menatapku. “Yeorum-a, jadilah istriku.” Pintanya sambil membuka sebuah kotak kecil berisi cincin bertahtakan berlian. Kepalanya menunduk tak berani menatapku. Aku diam saja.

Ya….kenapa tidak menjawab? Kau tidak mencintaiku? Kau menolakku?” Kyu Oppa mulai gusar.

Oppa……”

Ne…” Keringat mulai membasahi keningnya, tangannya yang masih memegang kotak cincin itu bergetar. Dia pasti nervous sekali.

Oppa, irona.” Pintaku. Diapun berdiri.

Kutatap matanya dalam, ada kesungguhan di sana. Aku tersenyum. “ Saranghae…” Jawabku lalu memeluknya.

“Yeorum-a, kau menerima lamaranku?” Tanyanya tak percaya.

Ne, saranghaeyo oppa.”

Gomawo Yeorum-a, saranghaeyo, saranghaeyo Yeorum-a.” Dia memelukku lebih erat.

Ah…hari ini begitu indah.

Hyukjae POV

Lima tahun telah berlalu. Esok masa hukumanku berakhir. Aku yang selama bertahun-tahun hidup di kegelapan, merasa takut menuju cahaya terang. Ya Tuhan, ampuni segala kesalahanku.

“Lee Hyukjae ssi!” Panggil seorang sipir penjara setelah membuka kamar tahananku. “Silahkan.” Katanya lagi. Dia membawaku menemui kepala penjara. Sedikit nasehat untuk meneruskan hidup sebagai penguat keraguanku. Sipir penjara yang tadi mengantarku meneruskan sampai gebang keluar. Dia membukakan pintu besi penghubung dunia luar dengan rumah tahanan ini. Ah….sinar matahari menyilaukan mataku. Kulangkahkan kakiku setelah bersalaman sambil mengucapkan terima kasih.

“Hyukjae oppaaaaaa…..” Panggil seseorang.

Yeorum?? Ya itu Yeorum, Lee Yeorum adik sahabatku tercinta Lee Donghae. Aku masih mengingatnya dengan jelas. Apa yang dia lakukan di sini. Tergagap dalam langkah, aku tak tahu harus bersikap apa. Aku harap aku bisa menghilang di telan bumi tanpa harus melihatnya lagi. Aku malu…sungguh aku malu bertemu dengannya.

Brukk…dia menabrak dan masuk dalam pelukanku.

Oppa bogosipo…, no gwaenchana? Apa mereka memperlakukan oppa dengan baik? Apa oppa makan dengan baik?”

Ah, Yeorum-a mana ada perlakuan di penjara yang baik. Kalau kau berfikir begitu maka nama hotel prodeo benar-benar akan enak di dengar para penjahat seperti aku. Jawabku dalam hati. Tapi, mengapa Yeorum datang ke mari?

Kulepaskan pelukannya, air mata membanjiri pipi kami.

“Kau tidak membenciku lagi? Bukankah waktu itu kau bilang aku pembunuh oppamu?” Tanyaku sedih

Mianhae oppa, aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi aku sudah mengerti sekarang. Maaf atas semua tuduhanku padamu waktu itu. Oppa maukan memaafkanku?”

Ku seka air matanya dengan lembut. “Ani, aku yang seharusnya minta maaf. Aku mengecewakanmu dan Fishy serta Gaul Nuna. Mianhae Yorum-a, jongmal mianhae…” Pelukku padanya lagi.

“Yeorum-a….” Suara seorang pria mengalihkan perhatianku.

“Kau melupakanku setelah bersama pria itu?” Dia merengut. Seorang pria bertubuh tegap memakai seragam polisi. Bukan wajah yang asing, tapi di mana ya aku pernah melihatnya?

Oppa, palli wa….” Ajak Yeorum padanya.

Hyong, annyeong haseyo?” Sapanya padaku. Aaa…majayo, diakan pelayan di toko roti Yeorum. Kenapa dia memakai seragam polisi? O…aku ingat dia yang berteriak tiarap pada Yeorum waktu itu, dan dia pula yang membawa Yeorum ke mobil. Ternyata dia juga polisi rahasia.

Oppa, ini Letnan Kyuhyun, dia pelayan yang waktu itu bekerja di toko, oppa ingat?” Tanya Yeorum padaku. Aku mengagguk.

“Dia ini adalah putra tunggal Jendral Jung Soo. Dan kini pria ini……” Yeorum memutus kalimatnya. Wajahnya bersemu merah.

Waeyo?” Tanyaku penasaran.

“Mohon bimbinganmu kakak ipar.” Seru Kyuhyun cepat.

Mwo??”

Ne oppa, besok kami akan segera menikah, dan aku ingin oppa menjadi waliku. Oppa tak keberatan bukan?”

Air mataku menetes lagi. Kali ini air mata kebahagiaan. Yeorum ingin aku jadi wali dalam pernikahannya.

Oppa?” Tanyanya lagi.

Ne algesumnida, Yeorum-a.”

Gomawo nona pengacara untuk penjelasannya.” Ledek Kyu pada Yeorum. Yeorum balas menyikut Kyu.

“Aku bahagia sekali.” Lalu ku peluk keduanya.

Tiiin…tiiiin….tiiiin….Klakson mobil yang berdiri tak jauh dari kami berbunyi.

Ya, aku masih harus membuat kue pernikahan kalian esok. Ini sudah terlalu siang, PALLI WAAAAAA!!!!” Hardik seseorang yang kepalanya terjulur dari jendela mobil.

Ne, Wookie Oppa, arasso.” Teriak Yeorum dan Kyuhyun bersamaan.

Gaja oppa.” Yeorum menggandeng lenganku. Aku tersenyum mengiyakan ajakannya. Kami melangkah bersama.

Ini bagian putih dalam perjalanan terindah hidupku. Donghae-ya aku kini mengerti, “dark not always black” dan aku berharap warna-warni lain akan menemani perjalanan hidupku selanjutnya. Donghae-ya gomawo telah memberikan seorang Yeorum untukku, Gomawo…gomawo…Donghae-ya.

Esoknya.

Barisan polisi baru saja meninggalkan lapangan tempat upacara pernikahan Yeorum dan Kyuhyun. Keduanya tampak sangat bahagia. Aku yang menjadi saksi sekaligus wali dalam pernikahan adik sahabatku merasa sangat terharu sekaligus bahagia. Kebahagiaan itu terlukis dalam tetesan air mata yang membasuh pipiku.

Oppa….aku akan melakukannya sekarang, oppa juga bersiapalah.” Teriak Yeorum padaku.

Mwo???” Tanyaku lagi.

“Ayo berdiri di sana oppa, palli…!”

Arasso.” Ujarku akhirnya.

“Oke…siap….” Kyuhyun berdiri dengan senyum terkembang di hadapan Yeorum. Lalu mulai menghitung. “ Hana….dul…set….”

Syiuuuuuutttt…….!! Seikat bunga yang tadi di genggam Yeorum melayang di udara. Spontan aku berusaha ikut menangkapnya rebutan bersama para gadis lain yang menginginkanya. Tapi…HUP!!! Seorang gadis dengan baju kotak-kotak merah muda berhasil menangkapnya.

Oppaaaaaaa……” Sesal Yeorum saat melihatku. Aku hanya mengangkat bahu sambil tersenyum. Plok…plok…plok….gemuruh tepuk tangan di hadiahkan pada gadis yang berhasil menangkap bunga Yeorum tadi.

“Hyukjae ssi…” Seseorang menegurku.

Kutolehkan kepalaku, dan gadis yang menangkap bunga tadi sudah berdiri di sampingku.

“Hana ssi…” Aku tersenyum. Kami saling merendahkan kepala.

Tiba-tiba saja Yeorum sudah ada di sampingku bersama suaminya Letnan Kyuhyun.

Eonni…wassoyo…?” Sapanya.

Ne….mianhae, aku terlambat.” Balas Hana.

Gwaenchana nuna, yang penting kau ada di sini sekarang.” Jawab Kyu. Lalu mereka berdua tersenyum-senyum memandang kami.

Eonni, karena kau yang mendapatkan bunganya, berarti setelah ini kami akan menghadiri pernikahan eonni.” Canda Yeorum.

Pernikahan Hana ssi? Dengan siapa? Hatiku merasa cemas dan penasaran.

“Kuharap juga begitu.” Jawabnya.

“Lalu kapan eonni berencana akan menikah?”

“Mmm..asal calon pengantin prianya bersedia, aku kapan saja sudah siap untuk menikah.” Ungkap Hana ssi sambil tersenyum ke arahku. Aku tak mengerti.

Nuna, katakan pada kami siapa orangnya? Siapa tahu aku bisa membantumu.” Kyuhyun penasaran. Aku juga, tapi….

“Mmmm…..”

Aku tak ingin mendengarnya.  Dadaku sesak, aku ingin pergi.

“Permisi , aku mau ke belakang sebentar.” Ujarku memutus pembicaraan mereka.

O…waeyo oppa?” Tanya Yeorum memandangku heran.

Ani, Gwaenchana.” Aku mengambil langkah.

“Hyukjae ssi, jamkanman gidariseyo.” Hana menghentikan langkahku.

Aku tak menoleh.

“Hyukjae-ya.” Dia menggunakan bahasa tak formal. “Hyukjae-ya, aku tak ingin kisah Donghae-Gaul terulang padaku.”

Donghae-Gaul?  “Apa maksudmu?” Aku bingung, lalu berbalik arah.

“Hyukjae-ya……..saranghae.” Ucapannya mengejutkanku.

Sarang???

“Menikahlah denganku.” Pintanya.

Hana ingin aku menikahinya? Kenapa? Sejak kapan?Aku hanya diam menatap wajahnya.

Oppa, weigurae? Kau tak mencintai eonni?” Tanya Gaul memburu. Aku masih bingung dengan semua kejadian ini. “Oppa aku sengaja memaksa Hana Eonni datang walau aku tahu dia sangat sibuk.” Aku masih diam. “Oppa…” Rengeknya lagi.

“Ah…ternyata kau tidak mencintaiku. Cintaku benar-benar bertepuk sebelah tangan.”  Ujarnya pasrah. Hana tersenyum. Senyum yang selalu menghiasi hari-hariku bertahun-tahun belakangan ini. Senyum yang selalu kurindukan, namun tak berani kuharapkan. Hana…satu-satunya wanita yang ingin kudapatkan, dia bilang dia mencintaiku dan kini dia memintaku untuk menikahinya. Apa yang harus kukatakan.

“Baiklah kalau begitu, aku permisi dulu. Hyukjae-ya, mianhae telah membuatmu terkejut. Jangan terlalu dipikirkan. Tapi satu hal yang perlu kau ingat, kalau aku tulus padamu.” Senyum itu sekali lagi terukir di bibirnya.

“Yeorum-a, Kyuhyun-a annyeong, semoga kalian selalu bahagia dan segera di beri baby kecil yang lucu. Annyeong gyeseyo.”

Gaseyo Eonni.” Yeorum-Kyuhyun menjawab kompak namun sendu.

Spontan dengan cepat aku menarik tangannya, kubalik tubuhnya dan kubawa dia dalam pelukanku. “Saranghaeyo, Hana-ya.” Bisikku di telinganya. Aku memeluknya erat, seolah tak ingin melepaskannya. “Saranghaeyo, saranghaeyo, Hana-ya.” Ulangku.

Saranghaeyo Hyukjae-ya.” Balasnya.

THE END

Credit : http://elfalwayslovesuperjunior.wordpress.com/

Dark Not Always Black (Part 3)

Author:Queen bee

Hyukjae POV

Pria itu ??? Apa yang dilakukannya di sekitar sini. Apa dia mengikutiku? Whoaa….lama tak melihatnya, tapi jelas aku sangat mengenalnya.

“Gaul, Yeorum masuklah, sudah malam. Yeorum bukankah kau besok ada jadwal kuliah pagi, jangan tidur terlalu malam.” Fishy berkata sambil menyampirkan jaketnya.

Ne oppa arasso.” Jawab Yeorum.

“Kau mau kemana?” Tanyaku.

“Aku keluar sebentar.” Balasnya.

Ini aneh. Pria itu ada disekitar sini, lalu Fishy keluar.

“Kakak ipar, Yeorum, aku juga keluar sebentar mencari udara segar, hehehe…kalian tidurlah duluan.” Aku meminta izin pada keduanya.

Ne oppa, jangan pulang terlalu malam.” Yeorum mengingatkanku.

Arasso, dongsaeng.” Balasku sambil mengacak-acak poninya dan dia merengut.

Gaul dan Yeorum masuk ke kamar di susul Kyuhyun ssi.

Tak perlu menunggu lama. Pekerjaan seperti ini bukan hal yang baru untukku, aku segera menemukan Fishy. Kuikuti bayangan mereka melalui sorot lampu jalan. Mereka menuju sudut kota yang lengang dan sepi, berbelok dan hilang di balik gedung tua yang nyaris rubuh. Aku penguntit yang tak ingin di kuntit. Kutolehkan kepalaku ke kiri dan ke kanan memastikan keadaan. Lalu mendekati tempat yang mungkin menyimpan rahasia Fishy yang tak kuketahui.

Dari balik bangunan sepi, aku bisa melihat sebuah ruangan bercahaya redup. Samar-samar aku mendengar.

“Perubahan rencana, mereka telah terdesak, kurcaci akan segera mengepung mereka melalui transaksi terakhir yang akan dilakukan tak lama lagi. Kuharap pekerjaanmu kali ini bisa berjalan lancar dan sempurna.” Suara berat yang baru kali ini kudengar. Jangan….jangan…. Jantungku berdetak cepat, nafasku memburu. Aku segera menghilang dari tempat itu sebelum ketahuan. Aku harus mendahuluinya sampai di rumah.

Beberapa waktu kemudian.

Sejak kejadian malam itu, aku menjaga jarak dengan Fishy. Kurasa ia menyadari sikapku. Tapi aku masih belum tahu harus berbuat apa. Pria itu, suara berat itu, oh…apa maksudnya. Apa mungkin Fishy???.

“Hyukjae-ya, aphayo?” Tanyanya padaku.

Aniyo.” Jawabku ketus sedikit menghardiknya.

No weire?Apa ada sesuatu yang salah yang telah kulakukan?” Tanyanya lagi.

“Entahlah, belakangan ini aku merasa kau bukan dirimu.”

“Apa maksudmu?”

Aku terdiam. Otakku berfikir, haruskah kutanyakan yang sebenarnya? Kutatap matanya yang jernih. Fishy satu-satunya teman, sahabat dan saudara yang kumiliki. Kami sudah bersama selama empat tahun ini. Keluarganya juga telah menerimaku sebagai bagian dari mereka. Aku takut jika aku bertanya dan dia marah, maka dia akan memutuskan hubungan kami. Itu artinya aku tak punya siapa-siapa lagi, dan kalian tahu? Kesepian itu rasanya sangat menyakitkan.

“Aku tahu kau ingin menanyakan sesuatu padaku.” Ujarnya membuyarkan lamunanku.

“Kau ingin tahu apa hubunganku dengan pria itu kan?” Tanyanya lagi.

Bagaimana dia bisa tahu?

“Aku tahu kau mengikuti kami malam itu. Dan aku tahu kau juga mencuri dengar pembicaraan kami.”

Mwo? Dia mengetahui gerak-gerikku?

“Dan aku juga yakin kau mengenal pria yang menjemputku malam itu.”

“Apa hubunganmu dengannya?!” Aku membentak Fishy.

“Hyukjae-ya, aku akan mengatakannya saat semua ini selesai.”

“Kau mengkhianati kami?”

“Tergantung dari sudut mana kau memandangnya.”

“Apa yang kau rencanakan?”

“Beberapa hari lagi kau akan mengetahuinya.”

“Bangsat!!!! Kau ingin menjebak kami?” Tanpa sadar tanganku menarik kaos yang dipakai Fishy, menariknya hingga tersudut ke dinding. Kepalan tinjuku sudah siap menghantamnya.

“Kau harus tahu, dimana kau harus berdiri Hyukajae-ya.” Tanpa perlawanan dia mengingatkanku. “Lepaskan aku, kita bicara baik-baik.”

“Heh…berdiri dipihakmu? Lalu mengkhianati yang lainnya?”

“Ya, jika kau tak keberatan.” Dia duduk kembali di ranjang.

“Kau pengkhianat!”

“Lee Hyukjae, bukankah kau sering memainkan peran ‘malaikat’. Kenapa kali ini kau tidak menjadi ‘malaikat’ yang sebenarnya.”

Aku tercenung.

“Aku tahu di dasar hatimu, kau ada di pihakku. Aku sudah mengatakan pada mereka kau bersih dari segala tuduhan dan kau sepertiku.”

“Kauu….”

Jeblak….Tiba-tiba pintu terbuka.

“Semua berkumpul di tempat biasa, bos kecil tertangkap dan kita harus berjaga-jaga.” Brandy, itu panggilannya, memberitahu. Kami segera bergegas dan bergerak terpisah menuju lokasi yang disepakati.

Brandy, sebenarnya dia sudah sedari tadi menguping pembicaran dari balik pintu kamarku. Dan dia orang yang membocorkan pembicaraan kami pada bos besar malam itu. Bos besar yang baru pertama kali ini ku lihat menatap curiga pada Fishy. Aku tak tahu apa yang direncanakannya.

Dua hari kemudian.

Aku masih memikirkan kata-kata Fishy. Ucapannya selalu terngiang-ngiang di kepalaku. Sudah beberapa hari ini Fishy tidak dipekerjakan, jadi dia pulang ke toko kue. Bosan sendirian di tempat persembunyian, aku berniat mengunjungi mereka.

Belum sampai di toko, aku melihat Gaul dan Yeorum diseret beberapa orang berbadan kekar yang kuyakini sebagai anak buah bosku sendiri, sepertinya berniat menculik mereka. Aku tak berani memunculkan diri.

Lama aku menunggu di gang sempit, akhirnya Fishy muncul.

“Psstt…pssstt…” Panggilku. Dia menoleh lalu menuju ke arahku.

“Gerakanmu sudah terbaca, Yeorum dan Gaul diculik orang-orangnya bos. Kau jangan ke toko, mungkin masih ada mata-mata mereka.”

Mwo??? Bagaimana bisa?”

“Ssstttt…..keadaan kita sedang tak aman. Aku tidak tahu  bagaimana mereka bisa mengendus operasimu. Ayo kembali.” Ajakku.

“Tidak, aku harus melapor segera, mereka sudah mengetahui kedokku.Bagaimana kau bisa berfikir untuk mengajakku kembali? Sebaiknya kau yang segera pergi. Jangan sampai mereka mencurigaimu.”

Arasso, josimae chingu. Aku akan coba mencari tahu kemana mereka membawa Yeorum dan Gaul.”

Gomawo.” Balasnya lalu segera meninggalkanku.

Aku tak tahu mengapa aku melindunginya. Apa aku sudah ada di pihaknya? Apa aku juga akan memilih jalannya? Entahlah, yang jelas aku segera kembali ke tempat persembunyian kami. Dan Brandy sudah menungguku.

“Kau di cari bos besar.” Katanya.

Kamipun melangkah bersama menuju persembunyian bos besar.

“Hyukjae-ya, kau ikut dalam operasi besar esok. Dan ambil ini.“ Bos besar menyerahkan sepucuk senapan padaku.

Naega??” Tanyaku ragu.

Bos besar mengangguk. “Ini rencana kita.” Lanjutnya.

Mereka semua membahas rencana esok. Pikiranku bercabang. Aku mengira-ngira dimana mereka menyembunyikan Yeorum dan Gaul.  Apa yang akan terjadi besok. Aku pusing memikirkannya.

Tengh malam baru semua itu selesai. Aku hanya menyimak sedikit pembicaraan mereka lalu aku kembali ke kamarku. Otakku berfikir semalaman. Identitas Fishy, penculikan Gaul dan Yeorum, serta senapan ini. Operasi besar. Sepertinya aku tahu apa yang akan terjadi. Kuambil senapan itu, kuamati baik-baik. Lalu tak…tak…tak…tak…tak…tak…

☺☺☺☺☺

Donghae POV

“Gerakanmu sudah terbaca, Yeorum dan Gaul diculik orang-orangnya bos besar. Kau jangan ke toko, mungkin masih ada mata-mata mereka.”

Mwo??? Bagaimana bisa?” Tanyanya panik.

“Ssstttt…..keadaan kita sedang tak aman. Aku tidak tahu  bagaimana mereka bisa mengendus operasimu. Ayo kembali..” Ajaknya.

“Tidak, aku harus melapor segera, mereka sudah mengetahui kedokku.Bagaimana kau bisa berfikir untuk mengajakku kembali? Sebaiknya kau yang segera pergi. Jangan sampai mereka mencurigaimu.”

Arasso, josimae chingu. Aku akan coba mencari tahu kemana mereka membawa Yeorum dan Gaul.”

Gomawo.” Balasku lalu segera meninggalkan Hyuk.

Aku menghubungi pria yang selalu menjemputku. Tak lama kami mengadakan rapat darurat bersama Mr. X dan terjadi perubahan rencana lagi. Bos besarku menggunakan Yeorum dan Gaul untuk membongkar identitas dan menjebakku. Ini diluar sangkaan kami.

Tengah malam secara sembunyi-sembunyi aku kembali ke toko. Keadaannnya sangat kacau. Meja-meja sudah terbalik. Beberapa gelas dan piring yang pecah menyisakan serpihan kaca di lantai. Mereka membawa paksa Yeorum dan Gaul, tapi keduanya sempat melakukan perlawanan. Itu terlihat dari meja kasir yang berantakan, dan buku-buku Yeorum yang berserakan di lantai. Mungkin Yerorum melempari mereka dengan kitab-kitab hukumnya.

Keadaan di dapur juga tak lebih baik. Telur, tepung coklat, dan alat-alat dapur semua sudah berpindah tempat. Gaul juga membalas mereka dengan senjata keahliannya. Tapi dimana pelayan itu? Kenapa dia tak ada? Jangan-jangan dia anak buah bos yang sengaja dikirim kemari sebagai mata-mata. Yeorum, Gaul, aku pasti akan segera menyelamatkan kalian, seru hati kecilku. Tak ingin menimbulkan kecurigaan lain, aku segera kembali ke markas.

Sesuai rencana, pagi hari akan diadakan rapat ulangan untuk memantapkan operasi kali ini.

“Baiklah, semua bersiap di posisi masing-masing. Operasi kali ini adalah target terakhir kita sebelum kasus ini ditutup. Jika tidak ada pertanyaan berarti rapat bisa diakhiri.” Mr. X menutup pembicaraan. Dan memang tak ada pertanyaan sama sekali, rekan-rekan satu tim mulai berdiri meninggalkan ruangan.

“Donghae-ya.” Panggil Mr.X saat aku hendak berdiri.

Ne.”

“Ada seseorang yang ingin kuperkenalkan padamu.”

“Ne.”

“03021988 silahkan masuk.” Perintah Mr. X.

Lalu seseorang masuk dan bergabung bersama kami. Aku terkejut saat menatap wajahnya, dia orang yang tak kusangka. Dia terlihat berbeda.

“Donghae-ya, ini Letnan Kyuhyun atau biasa dipanggil dengan 03021988. Dia adalah informan kita yang malam itu mengikuti Hyuk saat mengintaimu. Dia orang kita yang sengaja ditempatkan di rumahmu sebagai keamanan menggantikan Kapten Kangin yang selama ini mengawasi Yeorum dan Gaul dari jauh. Namun seperti yang kau tahu posisi, Letnan Kyuhyun di samarkan.”

Geuraeso? Lalu dimana kau saat mereka diculik?” Tanyaku sambil menatapnya tajam.

Mianhae Hyong. Aku baru pulang belanja sesuai perintah Gaul Nuna. Dan aku berada tak jauh darimu saat Hyukjae ssi memanggilmu di gang itu. Saat aku masuk kondisi toko sudah berantakan. Setelah kau, baru aku menemui Kapten kangin. Nomu-nomu mianhae Hyong aku tak bisa menjaga keluargamu.” Penyesalan terlihat dari raut wajahnya.

Arasso…sebentar lagi mereka akan segera diselamatkan.”

Pria ini adalah orang kami, berarti jaminan yang kuminta telah dipenuhi dengan baik.

☺☺☺☺☺

Hyukjae POV

Gudang bekas tempat penyimpanan barang yang jauh di belakang pabrik menjadi saksi sebuah transaksi besar yang sedang berlangsung. Drum-drum kosong berserakan di dalamnya. Kotak-kotak container yang telah berkarat berjejer  membentuk ruangan-ruangan kecil. Jual beli barang haram dalam jumlah dan harga yang tak pernah kudengar. Fantastis!! Rupanya ini operasi besar itu. Tapi…..

“ANGKAT TANGAN…!!!! Kalian sudah terkepung.” Sebuah suara mengagetkan kami. Barisan pasukan polisi khusus anti narkoba telah mengelilingi. Lima mobil patroli sudah menutup semua jalan keluar dari pabrik ini. “Bergerak berarti mati.” Ancam salah satu dari mereka.”

Hening sejenak….namun.

TAR…TAR…. Entah siapa yang memulai duluan, tembak-menembak itu telah terjadi. Satu jam lamanya masing-masing kubu saling menjatuhkan. Pihakku yang memang sudah tak banyak berhasil diringkus kecuali bos besar kami, aku dan Brandy. Aku berhasil keluar dari pertempuran itu, dan kulihat Brandy memanggilku dengan lambaian tanganya untuk segera naik ke mobil. Aku berlari secepat yang aku bisa hingga aku berada di dalamnya bersama Brandy dan bosku. Tar!!! Sebuah peluru mengenai badan mobil yang berusaha di putar arah oleh Brandy. Tar…tar…tar…desingan peluru berikutnya menghantam bagian belakang mobil.

Tang….!!! Mobil yang dikemudikan Brandy menabrak tembok. Bannya bocor terkena peluru nyasar. Asap mulai mengepul memenuhi area sekitar. Kami segera turun dari mobil dengan senjata saling menghunus.

“Kalian sudah terkepung, tak akan bisa kemana-mana.” Lantang suara seorang pria yang sangat kukenal memakai kemeja kotak-kotak dengan celana hitam mengacungkan senapan, menghentikan langkah kami yang memang ingin kabur.

FISHY…Lee Donghae Fishy!!! Dia ada di antara barisan polisi yang mengelilingi kami bertiga. Aku dan Brandy memandang sekilas ke arah bos besar. Dia mengaggukkan kepala. Aku dan Brandy dengan senapan masih terhulur membuka pintu belakang mobil yang nyaris lepas. Barisan polisi yang mengepung kami meluangkan sedikit tempat. Seseorang muncul di tengah barisan itu.

“Mantan Jendral Soo Man, oraenmanieyo.” Suara berat yang saat itu kudengar.

“O…Jendral Jung Soo, oraenmanieyo.” Balas bos besarku.

Ternyata mereka saling mengenal. “Kau sendiri yang turun tangan?”  Tanya bosku lagi.

“Untuk bagian akhir ini…ya, namun selama ini masih ada anak buahku.” Kata Jendral  Jung Soo melirik Fishy.

“A…Letnan satu Lee Donghae, seharusnya aku sejak awal menyadarimu. Kau begitu licin dan pintar mengelabui kami. Tapi sayang kartumu ada di tanganku. Hahahaha” Bosku tertawa mengejek. “Brandy, Hyukjae bawa mereka kemari.” Perintahnya.

Kami segera menyeret Gaul dan Yeorum ke tengah perbincangan. Aku mencengkram Gaul di sebelah kanan, sementara Yeorum dijepit Brandy di sebelah kiri bos.

“Kita mulai permainannya.” Ajak bosku. “Brandy, kau bawa gadis yang lebih kecil itu ke tengah. Brandy menurut lalu menyeret Yeorum ke tengah-tengah arena.”

“Apa yang kau inginkan?” Tanya Jendral Jung Soo.

“Sebuah mobil tanpa diikuti anak buahmu. Dan sebuah helicopter.”

“Kau masih ingin kabur?”

Bosku mengangkat bahu, lalu berkata “Kau lebih tahu siapa aku”.

Hanya beberapa detik berfikir. “Kangin-a, siapkan apa yang dimintanya.”

“Siap.” Pria yang kulihat malam itu yang mengajak Fishy, ahh…Kapten Kangin, tentu aku mengenalnya. Dia berjalan perlahan menuju mobil unit dan mengirimkan pesan lalu kembali dengan membisikkan sesuatu di telinga Jendral Jung Soo.

“Tiga puluh menit lagi, helinya akan datang.” Ujar jendral yang tenang dan berwibawa itu.

‘Terlalu lama, aku mau dalam lima belas menit.”

“Tidak mungkin.”

“Apa yang tidak mungkin? Brandy!!!” Hardiknya.

Ye…” Senapan Brandy mengarah tepat di kepala Yeorum.

Andwae!!!” Gaul yang dalam genggamanku berteriak. Nyaris saja terlepas. “Hyukjae-ya, apa yang kau lakukan, aku sudah mengaggapmu sebagai keluarga. Kenapa kau bersikap begini?” Berontaknya dengan air mata.

Aku dan semuanya hanya bisa diam.

“Tidak ada jawaban, berarti kalian tidak menyanggupinya. Brandy bersiaplah dalam hitungan tiga.” Perintah bosku. Suasana semakin tegang.

Hana….”

Dul…..”

Se…”

ANDWAEEEEEEEEEEEE!!!!!!” Gaul terlepas dariku dan TAR!! Peluru menembus punggung belakang Gaul yang ingin melindungi Yeorum.

EONNIIEEEEEEEEE……….!!!!!” Teriakan Yeorum terkejut.

GAAAAAAUUULLLLLLLLLLL.” Kudengar suara Fishy berteriak. Fishy berlari menuju arah Gaul dan TAR!! Sebuah tembakan lagi menghantam jantungnya. Gaul yang sudah roboh duluan berusaha mendekati Yeorum disusul Fishy yang juga hendak melindungi Gaul rubuh tak lama kemudian. Tanganku masih menghunus senjata ke arah mereka.

OPPAAAAAAAAAA……….!!!!” Kali ini teriakan histeris yang kudengar.

Itu teriakan Yeorum. Dia menangis, berlutut, berusaha menjangkau keduanya. Namun Brandy terlalu kuat mencengkramnya.

“HYUKJAE OPPA, KAU MEMBUNUH OPPAKU!!” Teriaknya menatap mataku tajam.

Ahh….aku ketakutan. Aku tak tahu apa yang kulakukan. Gaul dan Fishy roboh di depan mataku. Kuturunkan senjataku, aku nyaris terjatuh. Air mataku mengalir.

“Hyukjae-ya….berdiri, ini semua belum berakhir.” Teriak bosku. “Jika kalian tidak memenuhi keinginan kami maka nyawa ketiga akan melayang.”

Pasukan yang mengelilingi kami tadi mulai angkat senjata lagi.

“Hyukjae-ya, gadis itu kau yang tangani. Brandy serahkan gadis itu padanya. Kau lindungi aku. Jika mereka tak bisa memenuhi tuntutan kita, jalankan rencana kedua.” Perintah bosku berikutnya.

Brandy berjalan pelan menyeret Yeorum ke arahku. Namun…

“Aaaaa……” Jeritan Brandy.Yeorum menggigit tangan Brandy.

“Yeorum Tiaraaaaappppp!” Teriak seseorang. Aku mengalihkan pandanganku ke sumber suara. Ya??? Bagaimana bisa itu dia? Jangan-jangan…jangan-jangan dia yang mengikutiku saat aku menguntit Fishy malam itu. Dia informannya, aku mengerti sekarang. Pelayan itu dikirim demi keamanan Yeorum dan Gaul. Dia bagian dari mereka.

TAR!!TAR!!TAR!!! Perang senjata itu terjadi lagi tapi tak lama. Aku berusaha menghindar ke balik sebuah container yang tak jauh dariku tapi naas, TAR!! Sebuah peluru mengenai kakiku, segera tanpa perlawanan aku di ringkus aparat. Ditarik paksa menuju mobil patroli.

Sekilas aku melihat, pelayan itu mendekati Yeorum. Sementara itu Jendral Jung Soo (kalau tak salah itu namanya) sedang memangku kepala Fishy. Tangannya berdarah-darah. Aku ingin mendekatinya, namun tak bisa.

“Fishyyyyyyy………aku tak mengkhianatimu, aku di pihakmuuuuuu….!!! Teriakku saat petugas melewatinya. Dia sekilas tersenyum padaku, ya itu senyumnya terakhirnya yang sangat khas, lalu….kepalanya terkulai.

☺☺☺☺☺

Donghae POV

Mereka menarik paksa Yeorum dan Gaul bersamaan. Gaul bersama Hyuk, ah….mudah-mudahan Hyuk berubah pikiran. Hyuk ku mohon mantapkan hatimu. Bisik hatiku.

Hana….”

Dul…..”

Se…”

ANDWAEEEEEEEEEEEE!!!!!!” Gaul terlepas dari Hyuk dan TAR!! Peluru menembus punggung belakang hingga ke jantungnya. Gaul ingin melindungi Yeorum, namun dia rubuh duluan.

EONNIIEEEEEEEEE……….!!!!!” Teriak Yeorum.

GAAAAAAUUULLLLLLLLLLL.” Sontak aku berlari ke arahnya. Dan TAR!!

Satu timah panas menembus tubuhku.

OPPAAAAAAAAAA……….!!!!” Itu teriakan Yeorum. Akupun rubuh tak jauh dari Gaul.

Aku berusaha merangkak dengan tangan kanan menahan luapan darah dari dadaku. “Gaul-a…”Panggilku.

“Donghae-ya, gwaenchana?” Tanyanya.

Aku mengangguk. “Gwaenchana?” Tanyaku balik dengan suara serak.

“Donghae-ya, hik.. .ini-kah pe-kerjaan yang kau mak-sud?” Tanyanya lagi. Kali ini suara Gaul mulai terputus-putus. “Hik…hik…”

Aku mengangguk lagi. “Gaul jangan bicara lagi, bertahanlah.” Pintaku.

Aniyo, sepertinya, hik…hik…aku sudah tak bisa bertahan lagi.” Suaranya melemah.

Andwae, kau akan baik-baik saja.”

“Donghae-ya, hik….hik…tahukah kau kalau aku mencintaimu?” Tanyanya hampir tak terdengar olehku. Matanya mulai sayu. Aku mengangguk, kuharap dia melihatku. Aku berusaha menggapai tangannya, dan kudapatkan namun.

“Donghae-ya……Sa-rang-hae-yo….” Ucapnya, kepalanya terkulai, matanyapun tertutup, pegangannya terlepas. Gaul meninggalkanku.

Andwae, Gaul-a kau tidak boleh meninggalkanku.” Ahh……dadaku terasa nyeri, nyeri yang hampir tak bisa kutahan. Apa ini juga akan menjadi akhir perjalananku. “Hik…hik….hik…”

Ku alihkan pandanganku pada Yeorum yang diseret ke arahku.

“Aaaaa……” Jeritan Brandy. Yeorum menggigit tangan Brandy. “Oppaaaaa” Teriaknya memanggilku.

“Yeorum Tiaraaaaappppp!” Itu suara Kyuhyun. Yeorum merebahkan tubuhnya ke tanah. “Berhenti di sana.” Perintahnya pada Yeorum yang langsung menurut.

TAR!!TAR!!TAR!!! Perang senjata itu terjadi lagi, tapi tak berlangsung lama. Kyuhyun segera mendekati Yeorum.

“Donghae-ya…Donghae-ya.” Suara Jendral Jung Soo memanggilku. Dia memangku kepalaku.

“Mr. X, kau ha-rus mem-be-ri-ta-hu-nya. Kalian harus menjaganya untukku, katakan hik..hik.. padanya kalau aku selalu mencintainya. Hik…hik…” Ucapku terbata-bata sambil menarik sebuah amplop dari dalam saku bajuku.

“Fishyyyyyyy………aku tak mengkhianatimu, aku di pihakmuuuuuu….!!! Teriak Hyuk saat petugas yang membawanya melewatiku. Aku tersenyum padanya.

Dan semuanya berakhir.

 

TBC

Credit: http://elfalwayslovesuperjunior.wordpress.com/

Dark Not Always Black (Part 2)

Author: Queen bee

Donghae POV

Dia tak mengenaliku. Tentu saja, aku juga sudah jauh berubah. Jambang lebat yang tumbuh di wajahku menyamarkan siapa aku. Lama kami saling bertatapan, sampai…

Oppa…”

Oppa…???”

Oppa, benarkah kau itu oppa?” Tanyanya.

Akhirnya Yeorum menyadari siapa aku. Seketika itu dia segera berlari keluar pintu, menubruk lalu memelukku erat.

Oppa…bogo sippo…oppaaaaaaa…” Tangisnya pecah.

“Yeorum-a, bogo sippo. Oppa juga sangat merindukanmu. Jal jinaeso?” Walau tangisku tak bersuara, tapi air mata kerinduan ini juga telah membasahi rambut Yeorum yang kini telah tumbuh panjang, hitam, dan lebat.

“Yeorum-a, weire?” Keributan kecil kami terdengar oleh seseorang.

Tak ada jawaban.

Nuguya?” Tanya suara barusan.

“Donghae Oppa, eonni…Donghae Oppa.”

Aku menatap rupa gadis yang tadi kulihat. Dia tidak lagi bertambah tinggi, seragam putih dan topi khas seorang koki menutupi rambutnya. Tangannya masih memegang spet penghias kue dan di pipinya ada bubuk putih seperti tepung.

“Donghae-ya? Lee Donghae?” Dia berdiri mematung menatapku, ah….buliran-buliran air mata juga jatuh di pipinya. Itu Gaul. Aku bahagia sekali, orang-orang yang kucintai masih mengingat bahkan sangat merindukanku. Oh Tuhan sungguh hanya KAU yang tahu segalanya.

 

 

☺☺☺☺☺

Tok…tok…

Oppa……..Oppa……”

Tak ada jawaban.

Oppa….Donghae OppaIrona…!” Kudengar suara Yeorum dari balik pintu.

Oppaaaa….irona, buka pintu.” Rengeknya.

“Mm….ne arasseo.” Aku menggeliat sambil mengusap-usap mataku, lalu berjalan ke arah pintu.

Oppa, ayo mandi, sarapan sudah siap. Aku dan Gaeul Eonni menunggumu di bawah, setelah itu kita pergi bersama ya?”

Mwo? Eodiga?” Tanyaku.

Bimirul?” Balasnya sambil mengedipkan mata.

Wae?”

Oppa akan tahu nanti, cepatlah mandi, nanti kita terlambat.”

“Katakan dulu pada oppa, kita akan kemana.”

“Ah….tidak seru kalau oppa tahu sekarang. Palli wa oppaaaa, baegophayo!” Yeorum merajuk lagi. Dia masih belum berubah, sifat manja dan keras kepalanya masih sama. Aku tertawa sendiri dalam hati.

Setelah sarapan kami menuju halte terdekat, untunglah tidak ketinggalan bis. Gaeul duduk paling tepi di dekat jendela. Angin memainkan poni lurusnya, sementara kedua tangannya menggenggam keranjang bekal makan siang. Yeorum duduk sambil mengaitkan lengannya pada kami berdua. Dia terlihat sangat bahagia.

‘’Yeorum-a, malhaebwa, kita akan peri kemana?” Tanyaku masih penasaran.

“Mmm….ke sebuah tempat yang selalu ingin aku kunjungi bersama oppa.”

Eodie?”

Oppa cerewet, sebentar lagi oppa akan tahu. Arachi?” Bentaknya pura-pura marah padaku.

“Aisss….jincayo, aku hanya punya satu adik tapi galaknya sama dengan ibuku.” Balasku sambil memukul pelan keningnya.

“Aw….apho oppa?”

Jincayo?” Tanyaku sedikit cemas, kupikir aku telah menyakitinya.

Gojitmal, hehehe.” Dia menipuku.

Aku tersenyum melihat tingkahnya. Dia masih saja Yeorumku yang lucu. Kupeluk erat tubuh yang selama tiga tahun ini mengusik keinduanku. Yeorum adikku tersayang.

“Yeorum-a, saranghaeOppa tak tahu apa oppa masih bisa hidup, bila tak bisa melihatmu lagi. Oppa sangat merindukamu.” Ku pererat pelukanku.

Na doo saranghae oppa. Jangan tinggalkan aku dan Gaeul Eonni lagi.” Bisiknya.

Aku mengagguk, walau aku tahu itu masih belum mungkin akan terwujud dalam waktu dekat ini. Masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan. Kuharap semua segera berakhir.

Dari sudut mataku, aku bisa melihat Gaeul sedang mengusap air mata di wajah ayunya.

Tak lama bis berhenti, kami pun turun. Aku mengambil keranjang makanan yang di bawa Gaeul. Hmm…tempat apa ini?

Sebuah desa yang berada di tepi pantai. Desa nelayan kecil yang cukup jauh dari kota. Tempat ini mengingatkanku pada rumah kami juga eomma dan appa kami. Tak terasa setetes butiran bening membasahi pipiku.

Yeorum tak begitu saja membawaku ke tempat tujuannya. Dia memaksaku masuk ke sebuah barber shop, untuk merubah penampilanku. Sementara aku memotong rambut, mereka berdua berbelanja di toko sebelahnya. Dasar, wanita memang suka belanja!

Hanya memakan waktu 30 menit untuk membuang semua rambut liar tak terurus yang melekat di kepalaku. Akupun telah berubah.

Oppa, pakai ini!” Yeorum masuk sambil menyodorkan sebuah bungkusan.

Igossi mwoyeyo?” Tanyaku kembali.

Sonmul!”

Sonmul? Untuk apa?”

“Bukan untuk apa-apa. Pakailah oppa, kami ingin melihatmu.” Katanya lagi.

Mereka berdua memang kompak. Aku membuka bungkusan itu, ternyata satu stel pakaian. Saat keluar dari ruang ganti, keduanya tersenyum geli melihatku.

WaeyoIsanghae?” Tanyaku bingung.

Ani…charandaHandsomeoppa kau cocok sekali dengan pakaian itu. Selera Gaeul Eonni memang ok!” Ujar Yeorum sambil mengancungkan jempol. Yang di puji hanya tersipu-sipu malu.

“Itu hadiah dari Gaeul Eonni.” Tambah Yeorum lagi.

“Untuk apa?” Tanyaku pada Gaeul tak mengerti.

“Untuk kesediaanmu pulang kembali bersama kami.” Ujarnya.

Aku tak bisa berkata-kata. Ku tatap matanya dalam, ada ketulusan yang amat sangat terbaca di sana. Dia gadis yang istimewa, teristimewa di hatiku.

Oppa, eonni, gaja…” Yeorum membuyarkan lamunanku.

Kami (aku dan Gaeul) berjalan beriringan, sementara Yeorum mendahului beberapa langkah di depan .

“Kami selalu kemari bila Yeorum merindukan eomma, appa dan kau Donghae-ya.” Gaeul membuka pembicaraan.

Aku menatap Gaeul diam.

“Di awal kepergianmu, setiap malam dia selalu menangis di balik bantal. Aku tak tahu cara membujuknya. Suatu hari Yeorum memintaku mengantarnya kembali ke rumah kalian, Yeorum pikir kau kembali ke sana. Sayangnya aku tak tahu dimana kampung halaman kalian. Lagipula perjalanan ke sana sangat jauh dan aku tak mungkin meninggalkan pekerjaanku. Hingga suatu hari aku teringat seorang teman yang dulu pernah tinggal di desa ini, karena itu aku mengajak Yeorum kemari.”

“Pasti ini semua sulit bagimu?” Tanyaku merasa bersalah.

Ani, bukankah dulu sudah pernah kukatakan, bagiku Yeorum sudah seperti adikku. Aku akan berusaha membahagiakannya semampuku seperti janjku padamu.” Gaeul tersenyum padaku.

Gomawo Gaeul-a.” Balasku.

Oppa, eonni palli wa…..!!!” Teriak Gaeul yang sudah berdiri di atas sebuah batu karang terbesar diantara susunan karang di sana.

Arassooooo!!!!” Balasku sambil sedikt berlari meninggalkan Gaeul beberapa langkah.

Eonniiiii, palli waaaa!” Teriak Yeorum lagi.

Ne,arasseooo!” Gaeul sedikit berteriak.

Aku berhenti sesaat. Ku putar pandanganku menatap gadis yang selama ini telah menjaga adikku. Pipiku serasa terbakar, aku benar-benar telah jatuh hati. Kuhulurkan tanganku padanya. Dia tersenyum ragu, lalu menggandeng tanganku. Kamipun berlari-lari kecil bersama.

Laut biru menjadi hiasan mata kami. Tiga kapal besar  yang hanya berupa titik-titik kecil terlihat di kejauahan. Sementara perahu-perahu nelayan yang telah menepi berjejer di pinggir pantai. Para pedagang ikan mulai tawar-menawar dengan nelayan. Persis seperti pasar ikan di desa kami.

EOMMAAAAAAAAAAA……….APPAAAAAAAAA, na wassooooo! Uri Oppa, Lee Donghae Oppa wassoyoooooo. Nan haengbokesso, nomu-nomu haengboke…..” Yeorum berteriak kearah laut lepas.

Eommaaaaaaa…..appaaa….gokjonghajimaseyo, aku akan selalu menjaga oppa. Eomma, appa, saranghaeee.”

“Itulah yang selalu dilakukan Yeorum bila ia kemari. Dia akan berteriak sekuat-kuatnya untuk melepas kerinduan pada kalian. Tak jarang dia menangis sambil tertawa. Kesedihan dan kegalauan hatinya tentangmu akan segera sirna saat kami kembali kerumah. Dia sangat menyayangimu.” Jelas Gaeul padaku.

“Donghae Opppaaaaa saranghaeeeeee…..” Teriak Yeorum lagi.

Aku menatap punggung Yeorum. Angin laut menampar-nampar tubuhnya. Kudaki karang tinggi tempat Yeorum kini berdiri.

“Yeorum-a saranghaeeeeeeee…..” Teriakku membalasnya.

“Yeorum-a saranghaeeeeee……..” Gaeul juga ikut berteriak bersama kami.

 

☺☺☺☺☺

 

Seminggu waktu perjanjianku untuk beristirahat pada Hyukjae telah berakhir. Aku sangat bersyukur, Yeorum dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh Gaul. Dia benar-benar baik hati. Uang yang dikirimkan setiap bulan, walau tak banyak, dihemat Gaul untuk biaya sekolah Yeorum dan membeli toko kecil sebagai tempat usahanya sendiri.

Kini Yeorum telah tercatat sebagai salah satu mahasiswi di Universitas Seoul. Dia mengambil jurusan hukum, katanya dia ingin menjadi pengacara untuk membantu orang-orang yang lemah. Gaul mengisahkan kalau Yeorum sering teringat kasus pencurianku waktu itu, dan dia ingin suatu hari nanti bertindak sebagai pembela jika kejadian yang sama terulang kembali pada siapapun. Sepertinya luka itu sangat dalam baginya. Saat Yeorum ke kampusnya, aku bercerita banyak dengan Gaul di sela-sela kesibukannya tentang bagaimana mereka menjalani hidup selama aku pergi. Dia juga menanyakan lagi tentang pekerjaanku, aku hanya berkata, kalau suatu hari aku akan mengatakan semua padanya.

 

Sebelum pergi Gaul menambahkan beberapa helai pakaian ganti yang baru. Tak ada kata yang terucap setelah itu diantara kami. Tapi aku tahu, hatiku telah dimilikinya. Mereka berdua mengantarku sampai depan pintu toko. Yeorum mulai menangis lagi, namun Gaul berhasil meyakinkannya kalau aku akan kembali lagi.

Ya.. Lee Donghae…..ini waktunya untuk bekerja, fighting!!!!!” Teriakku pada diri sendiri.

 

☺☺☺☺☺

 

 

Ga-Eul POV

Belakangan ini banyak pesanan. Kuliah Yeorum juga sudah mulai sibuk, tak mungkin aku mengandalkannya untuk membantu di toko. Sebaiknya aku mencari anggota baru, pikirku sambil menempel sehelai kertas berisi pengumuman lowongan kerja. Mudah-mudahan hari ini bisa langsung dapat.

Beberapa hari kemudian, motor hijau berhenti di depan tokoku.

Tring…tring…tring…

Annyeong haseyo…” Sapa seorang pemuda padaku. “Nuna kemarin aku baca pengumuman di depan, katanya toko kue ini butuh pelayan ya?”

Ne…” Aku mengangguk. “Mau melamar?” Tanyaku balik.

Dia tersenyum sambil menyerahkan beberapa berkas-berkas padaku.

“Ayo ikut saya.” Ajakku. “Anjeuseyo… Guraeso…iremimuosimikka?” Tanyaku langsung.

“Kyuhyunimnida.”

“Kyuhyun ssi, langsung saja, mengapa kau ingin bekerja di tempatku?”

“Aku bosan dengan pekerjaan lamaku.”

“Memangnya apa yang kau lakukan sebelum ini?”

“Aku bern yanyi dari satu kafe ke kafe lainnya setiap malam, dan aku sudah jenuh menjadi seekor kelelawar.”

Guraeyo? Kalau begitu nyanyikan sebuah lagu untukku.”

“Apa dengan begitu aku bisa diterima?” Tanyanya.

“Mmmm…kalau itu bisa membuatku puas denganmu.”

“Assa…nuna, kau pasti akan menyukainya.”

niga useumyeon nado joha neon jangnanira haedo
neol gidaryeotdeon nal neol bogo sipdeon bam naegen beokchan haengbok gadeukhande
naneun honjayeodo gwaenchana neol bolsuman itdamyeon
neul neoui dwieseo neul neol baraboneun geuge naega gajin moksin geotman gata

Plok..plok..plok tepuk tanganku puas saat Kyuhyun ssi mengakhiri lagunya. Po tongan good person itu benar-benar sempurna dibawakannya.

Geureso…apa sekarang aku sudah diterima nuna?” Tanyanya.

“Dengan satu syarat.”

Mwo?”

“Kau sekali-kali harus bersedia menghibur pengunjung di toko kita. Eottohke?”

Mullonimnida nuna. Gamsahamnida.” Dia tersenyum senang.

 

Esoknya.

Eonniiiiiiii……apa eonni melihat handphoneku?” Tanya Yeorum masih dari atas tangga.

“Handphone??? Aniyo…di mana kau meletakkannya tadi?”

“Rasanya  di dekat meja kasir.” Yeorum menuruni tangga menuju ke arahku.

Gidariseyo, akan ku periksa.”

Tapi….

Ya……! Apa yang kau lakukan? Kenapa handphoneku ada padamu?” Yeorum berteriak kasar pada seseorang.

“Handphone??? Igo?? O…aku  main game.”

“Game??? Kau main game di handphoneku???”

Pria itu mengagguk.

Ya……kau tahu aku mencari-carinya sejak tadi, tapi kau malah bermain game dengan handphoneku. No nuguya???”

O…igo…igo…agassi.” Kyuhyun menyerahkan handphone Yeorum. “Mianhae…” Senyumnya.

Aku segera mendekati keduanya.

“Yeorum-a, ini Kyuhyun ssi pelayan baru kita. Eonni lupa bilang padamu semalam. Kau baru pulang setelah toko tutup dan Kyuhyun ssi juga sudah tidur. Eonni tahu kau sangat sibuk sekarang, dan kau tak mungkin selalu ada di toko setiap hari. Karena itu eonni mencari pegawai baru, kau tidak keberatankan?”

Yeorum menatapku sebentar lalu menggeleng.

Tring…Tring…Tring….. Ada tamu toko.

“ Gaul -a, annyeong, Yeorum-a annyeong….” Sapa seorang gadis seusiaku.

“Hana Eonnieannyeong.” Balas Yeorum.

“Hana-ya, wassoyoJamsimangidariseyo, aku ambil tas dulu ya.” Pintaku.

Hana, Kim Hana sahabatku. Dia bekerja di panti asuhan yang ada di sudut kota . Dulu kami sama-sama bekerja di toko kue, namun sejak Ibu Hana yang menjadi pengurus panti sakit-sakitan, Hana memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya.

Eonni, eodigayo?” Tanya Yeorum saat aku kembali dengan tas tanganku.

“Aku mau ke mal hari ini. Ada seminar kuliner di lantai tiganya. Mungkin akan pulang terlambat, karena sekalian akan berbelanja beberapa kebutuhan toko. Yeorum-a ada yang kau inginkan?”

Ani…” jawabnya sambil menggeleng.

Geuraeso, Kyuhyun-a toko kupercayakan padamu hari ini. Tolong dijaga dengan baik, dan jangan mengecewakan pelanggan kita, arasso?”

Arasseo, nuna. Gaseyo.” Balas pelayan baru kami.

Gyeseyo.” Balasku sambil melambaikan tangan.

Geu namja nuguya?” Hana bertanya padaku saat ia melihat Kyuhyun ssi.

“Pelayan baru kami. EottohkeChohahaeyo?” Tanyaku menggodanya.

“Hm…kkotminamieyo.” Hana tersenyum pada Kyuhyun ssi, sementara Kyuhyun hanya tersenyum sekilas lalu kembali meneruskan pekerjaannya.

Saat matahari mulai terbenam aku baru pulang ke toko, hari ini benar-benar melelahkan. Selain ada seminar, dan sedikit berbelanja, kali ini aku dan Hana saling berbagi cerita tentang namja yang kami suka. Hana bercerita tentang seorang pria yang menarik hatinya. Pria itu hanya datang sekali dalam sebulan dengan berpakaian rapi ke panti untuk menyerahkan sumbangan. Jumlahnya cukup banyak, dan dia adalah donatur tetap di panti yang dikelola Ibunya Hana.

Hana berharap pria itu menyukainya, hanya saja Hana tak berani mengutarakan perasaanya duluan Takut ditolak, lalu kecewa. Lagipula Hana tak tahu pria itu menyukainya atau tidak. Cinta bertepuk sebelah tangan. Seperti cintaku pada Donghae, yang aku juga tak pernah mengungkapkannya.

☺☺☺☺☺

Yeorum POV

Pelayan baru? Bagaimana pria seperti dia yang seenaknya bisa jadi pelayan di toko kami. Aneh? Apa eonni sudah terpikat padanya ya? A…batta, wajahnya yang tampan dan penuh pesona, pastilah eonni menerimanya karena itu, pasti! Mwo? Aku bilang apa? Wajah tampan? Penuh pesona? Oeeeekkk…bikin muntah saja.

 

Gaul Eonni dan Hana Eonni sudah pergi.

“Yeorum ssi.” Panggil pelayan baru itu saat aku hendak berangkat ke kampus. Aku meliriknya sekilas, lalu berlalu.

“Yeorum ssi.” Panggilnya lagi. Kudengar langkah kakinya mendekatiku. Apa lagi sih? Dasar pria suka cari perhatian, bilang saja kalau mau kenalan.  Bisikku dalam hati.

“Yeorum ssi.”

Neeeee….!!!!” Hardikku sebal. Dan kini dia sudah berdiri di sampingku sambil menutup kupingnya karena teriakankubarusan.

“Resleting rokmu belum terpasang.” Bisiknya di telingaku.

Mwo??” Ku raba bagian belakang bawahanku, benar saja belum terpasang. “Waaaaaa…eonniiiiiiii.” teriakku sambil naik lagi ke kamar. “Shiroooooo!!!!!!“

Sejak peristiwa naas terakhir aku agak sedikit menjauh darinya, habisnya aku malu bila mengingat kejadian itu. Aku hanya menjawab pendek-pendek pertanyaannya. Dan meminta eonni yang mengatakan keperluanku bila aku butuh sesuatu darinya. Seperti kali ini.

“Kyuhyun-a, bisakah kau mengantar Yeorum nanti siang ke pengadilan kota ? Tanya eonni padanya. Aku bersembunyi di dapur, mencuri dengar pembicaraan mereka.

“Ahhh nuna, sepertinya tidak bisa. Bukankah kemarin kau memintaku ke pasar untuk membeli tepung, telur, dan cokelat. Persediaan kita sudah habis.” Balasnya.

Hufff…. Aku kecewa. Kalau begini aku harus ke pengadilan sendiri. Tugas dosenku kali ini ada-ada saja, aku harus mencatat berapa banyak kasus perjudian terjadi belakangan ini. Ahhhh….ajuma dan aejosi di sanakan tidak ramah. Bagaimana kalau aku nanti di marahinya? Bagaimana kalau nanti aku salah bicara? Atau salah masuk ruangan seperti terakhir kali aku kesana.Nan eottohke?

Tiba-tiba.

Ya..! Yeorum ssi!”

“Hoah…..” Aku mengelus dada. Si Kyuhyun ini tiba-tiba muncul di depanku. “Kau mengagetkanku saja.”

“Kenapa kau tidak bilang langsung kalau kau ingin aku mengantarmu nha? Kenapa harus Gaul Nuna yang menanyakannya? Merepotkan saja. Apa aku begitu menakutkan hingga kau tak berani bicara padaku?”

Ye…kau menakutkanku Kyuhyun ssi, seperti sekarang.” Jawabku cemas sambil bergerak mundur beberapa langkah darinya.

Mwo?” Kali ini dia yang menjauhiku, alisnya bertaut, dia tampak bingung.

“Kyuhyun ssi, aku malu kalau berbicara denganmu.”

Wae?”

Aku terdiam.Ku rasa wajahku memerah.

Arasso…arasso….karena kejadian waktu itukan?”

Tang!! Kupukul kepalaku pelan.Yah dia mengingatnya lagi.

“Ayo cepat, aku akan mengantarmu.”

Mwo?…Bukannya tadi kudengar kau menolak karena….”

“Ah sudahlah, kalau aku tak mengantarmu, Gaul Nuna bisa memotong gajiku. Kalau begitu impianku untuk beli game baru akan lama terwujudnya. Palli…palli…” Dia menarik tanganku keluar. Kami menuju motornya yang parkir di depan toko.

“Cepat naik!” Perintahnya setelah menyerahkan sebuah helm padaku.

Aku naik tergesa.

“Pegangan yang erat,” Katanya lagi.

Aku memegangi bajunya.

“Bukan begitu! Begini!” Dia menarik kedua tanganku melingkari pinggangnya. Ah…memalukan.

“Siap? Ayo berangkat! O…jamsi” Katanya. “Yeorum ssi aku, ini terlahir lebih dulu dari pada kamu. Tidak bisakah kau memanggilku oppa? “ Tanyanya.

Oppa?? Oakkkk…perutku mual mendengar apa yang baru dikatakannya.

Ya, kau tidak menjawab? Aku tidak mau mengantarmu.” Ancamnya.

Ye…ye…ye…arasso…op-pa.” Jawabku pelan dan penuh kejengkelan. Aku bisa melihat sedikit tawanya dari balik helm melaui kaca spion motornya. Dasar licik!!!

Dia mulai memainkan gas motornya dan tak…versneling motor itu ditekan, lalu tanpa aba-aba dia melaju meninggalkan toko.

“Eonnie annyong gyeseeeeeyooooooooo….” Teriakku. Kulihat eonniku tersayang hanya melambai dengan senyuman dari depan toko. Kyuhyun-a dasar kau ini.

——————-

Beberapa waktu kemudian.

Eonni…hari ini aku pulang agak terlambat. Eonni makan saja duluan, tak usah menungguku. Aku akan ke perpusatakaan.” Jelasku via ponsel.

Geuraeyo…arasso, jangan terlalu malam pulangnya,  josimae Yeorum-a.” Sahut eonniku dari seberang.

Click, telfon terputus.

Belakangan ini setelah mencari semua data-data di pengadilan aku akan segera ke perpustakaan kota demi menyelesaikan tugas yang diberikan dosenku. Benar-benar melelahkan. Tiga jam di perpustakaan tak terasa langit sudah gelap. Aku harus bergegas mengejar subway terakhir menuju rumahku, kalau tidak terpaksa pulang dengan taksi yang ongkosnya selangit untuk kantong mahasiswi sepertiku..

Aku berjalan secepat mungkin menuju perhentian bis. Sudah sepi, hanya beberapa pekerja lembur yang baru keluar kantor berseliweran. Mudah-mudahan aku belum ketinggalan bisnya. Doa hati kecilku.

Ya…agassi, mengapa kau begitu tegesa-gesa?” Tegur seseorang.

Tanpa kusadari dari arah depan tiga orang pria yang sepertinya tengah mabuk mendekatiku. Mereka mengepungku.

Agasasi, ayo bermain dulu dengan kami sebelum pulang.” Ujar salah satu dari mereka.

Mianhae, aku sedang tergesa-gesa.” Balasku sesopan mungkin.

“Kau mau kemana agassi, biar kami antar.” Tawar pria lain padaku.

Go-ma-wo, a-ku bisa sendiri.” Suaraku bergetar karena ketakutan.

Gokjongma…kami bukan orang jahat, jangan takut…” Kata pria satunya lagi. Mereka semakin mendekatiku. Keringat dingin mulai membasahi tanganku. Aku takut sekali.

“Jangan mendekat..!!!!! Atau aku….”

“Atau apa agassi…hehehehe….” Pria pertama yang berbadan paling besar semakin mendekatiku.

Pikiran buruk terlintas cepat dalam benakku. Eottohke…na eottohke…??? Aku berjalan semakin mundur. Ingin berteriak tapi tak ada siapa-siapa. Oh Tuhan…selamatkan aku. Bisik hatiku putus asa.

Agassii…agassii…” Tangannya nyaris menjangkau tubuhku.

“Aaaaaaah…… OPPPAAAAAAAA… Dowa juseyoooo…!!!!!” Teriakku.

Tiba-tiba sebuah motor datang dengan lampu depannya yang menyilaukan mata. Pengendaranya berhenti tepat di depanku. Motornya membuat jarak antara aku dan ketiga begundal tadi terpisah setengah meter. Pengendara motor itu masih dengan helm yang menutupi wajahnya, turun.

Ya…jangan berani hanya dengan wanita. Ayo maju!” Tantangnya.

Tak perlu menunggu lama, pertarungan tiga lawan satu itupun tak terelakkan. Penyelamatku, si pengendara motor terlihat lihai dalam berkelahi. Pukulan dan tendangannnya selalu tepat sasaran. Aku hanya bisa melihat sambil berteriak-teriak ketakutan. Tak lama, sepertinya pertarungan telah usai. Penyelamatku menang. Pengendara itu berbalik lalu berjalan ke arahku. Dia membuka helmnya, dan ternyata pengendara itu adalah si pelayan baru kami, Cho Kyuhyun Oppa. Ah…leganya, untung saja dia datang tepat waktu. Tunggu dulu….ah…dari arah belakang, begundal yang berbadan paling besar itu berdiri lalu berjalan cepat menuju Kyu Oppadan…trassssshhhh….belati kecil tertancap di pinggang Kyuhyun Oppa.  Darah segar mengalir membasahi kaos putih yang dipakainya. Kyuhyun Oppa rubuh seketika.

Opppaaaaa…!” Jeritku histeris.  Para begundal itu melihatku menjerit langsung lari meninggalkan lokasi.

Oppaaa……” Panggilku lagi. Aku panik, segera berlari menghampirinya.

Kyu Oppa…gwaenchana?” Tanyaku.

Dia hanya tersenyum mengangguk. Kupeluk erat tubuhnya. Kuambil ponselku langsung kuhubungi polisi dan ambulance. Tak lama kami sampai di rumah sakit. Para ganhosanim mendorong  Kyu Oppa dengan ranjang beroda menuju IGD. Aku langsung menghubungi Gaul Eonni mengabarkan kejadiannya. Eonni segera menuju ke tempatku.

Satu setengah jam lamanya Kyu Oppa di dalam ruang operasi. Tusukan belati itu merobek daging pinggulnya yang nyaris mengenai ginjal. Kyu Oppa masih belum sadar dari bius jahit yang dilakukan para eusanim untuk merapatkan kembali lukanya. Aku cemas, kalau-kalau Kyu Oppa bertambah parah. Setelah dibawa ke ruang perawatan, Kyu Oppa masih belum sadarkan diri, bahkan hingga keesokan paginya. Aku dan Eonni menungguinya semalaman.

Hingga fajar menyingsing, Kyu Oppa masih belum menunjukkan kalau dia sudah baikan. Eonni memutuskan untuk pulang mengambil pakaian ganti untukku dan Kyu Oppa. Aku berdiri menatap wajah pucatnya.

Oppa, cepatlah sadar, aku cemas sekali.”

Kyu Oppa masih tak bergeming.

Chebal oppa, sadarlah, kalau kau begini terus kau membuatku semakin takut.”

Masih tak ada reaksi.

Oppa…” Air mataku mulai menetes. “Jangan diam seperti mayat begini. Jawab aku oppa! Aku tak ingin kehilanganmu, aku tak akan membiarkan kau pergi, aku tak ingin kau meninggalkanku. Apa yang harus kukatakan pada keluargamu kalau mereka datang? Aku akan dituduh sebagai penyebab kematianmu. Polisi akan meyelidiki kasus ini, sementara keluargamu akan menuntutku, dan hidupku akan berakhir di dalam penjara.Oppaaaaaa palli wa, irona.

Oppa, kalau kau sembuh aku berjanji akan membuatkan sarapan untukmu setiap hari. Aku akan membangunkanmu setiap pagi, aku juga akan membelikan PS3 yang kau inginkan, oppaChebal oppa, sadarlah…”

Jongmal???” Sebuah suara yang sangat kukenal mengagetkanku.

Ong…oppa, kau sudah sadar? Oppa, gomawo….” Tanpa sadar aku memeluknya.

Ne…aku sudah sadar dari tadi, kau saja yang tidak tahu.  Saat aku melihat dunia kau malah berurai air mata. Dasar cengeng, seperti bayi saja. Sudah…sudah, lepaskan pelukanmu, kau membuatku tak bisa bernafas.” Ujarnya jengah.

Aku tersadar kalau aku tengah memeluknya.

Mwo??? Sudah sadar dari tadi?” Aku menghapus air mataku cepat.

Dia mengagguk, sambil berusaha bangun untuk duduk, lalu menyandarkan punggung di kepala tempat tidur.

“Berarti kau mendengar semua ucapanku?”

“Hm… Kau akan membangunkanku, membuatkanku sarapan pagi dan membelikan PS3.”

“Ah…..memalukan.” Ujarku sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Ini yang kedua.

Geurae, karena kau sudah berucap janji, kalau begitu harus segera dipenuhi. Kau sudah berhasil membangunkanku dengan tangisanmu. Sekarang aku mau sarapan, bawakan sandwich tanpa sayuran dan segelas jus jeruk panas, arasso!”

Mwo?” Dasar evil, seruku dalam hati.

Waeyo? Tidak mau melakukannya?”

Ani…” Aku menggeleng.

“Kalau begitu cepatlah pergi, naga Yeorum-a, baegophayo…..hehehehe.”

Arasso.” Balasku kesal, si pelayan ini, kalau tidak karena pertolongannya semalam yang membuatku merasa bersalah, aku tak akan mau menyiapkan sarapan untuknya. Aku melangkah pergi.

“Ah….kenapa aku berucap janji seperti tadi? Dasar babo!” Aku bicara sendiri sambil melangkah di lorong-lorong rumah sakit.

Beberapa hari kemudian Kyu Oppa sudah kembali lagi ke rumah. Lukanya sudah kering dan dia sudah bekerja seperti sedia kala. Kini, demi keamananku, Kyu Oppa selalu mengantar dan menjemputku pergi dan pulang kuliah. Semakin mengenalnya aku semakin merasa kalau dia pria yang istimewa, istimewa di hatiku.

Meskipun begitu, keegoisannya dalam memperlakukanku tetap sama. Memaksaku memakai helm tertutup seperti ninja, lalu menarik paksa tanganku untuk memeluk punggungnya. Sejujurnya aku suka saat harus memeluk punggungnya. Punggung yang hangat dan lebar, terasa sangat hangat dan nyaman.  Punggung ini mengingatkanku saat Donghae Oppa menggendongku sepulang sekolah. Bila bersamanya aku selalu merasa tenang, aman dan bahagia. Kyuhyun Oppa, mungkinkah aku telah  jatuh cinta padamu?

☺☺☺

Donghae POV

Onul bam, arah jam tiga pelabuhan, samping kapal tongkang, 0200. Pesan Hyukjae untukku melalui secarik kertas yang ditinggalkannya sebelum pergi. Yah…siang hari bila tak sedang ‘bekerja’ Hyuk akan ke pasar tradisional, mengangkati peti-peti barang pedagang, sebagai kuli kasar. Ya begitulah, aku dan Hyuk menutupi jati diri kami.

Ada kalanya Hyuk berpakaian rapi sekali, dalam sebulan. Membawa amplop putih lalu menuju ke suatu tempat.  Aku pernah diajaknya. Dia pergi ke….ahhhh kalian tak akan percaya orang seperti kami bisa melakukannya. Hyuk pergi ke panti asuhan di luar kota . Hehehe…. Saat kutanyakan, inilah jawabannya.

“Ini sebagai bentuk penebusan dosaku atas ‘pekerjaan’ utama yang kulakoni. selama ini. Kau tahu aku selalu merasa dikejar bayangan hitam setiap kali selesai bertransaksi. Namun perjanjianku dengan bos kita membuatku tak mungkin meninggalkan kegelapan ini. Kau tahu, barang haram seperti itu kebanyakan hanya dinikmati oleh mereka, orang sinting yang merasa tak diperhatikan. Dan aku tak ingin anak-anak yang telah ‘terbuang’ di panti asuhan merasa kalau mereka tak diperhatikan.”

“Hmmmm…..”

“Aku tahu banyak ketidakadilan terjadi, namun tak seharusnya keburukan dunia ini membuat kita tenggelam dan kalah bersamanya. “

“Aneh sekali, kau ingin menjadi malaikat, namun kau menjalankan pekerjaan sebagai setan?” Ejekku.

“Ah….kau ini. Memangnya setan tidak bisa menjadi malaikat?”

“Memang tidak!!!!”

Ya, no weire?!!!”

Arasso, hahaha…. aku tahu. Justru karena kita bukan malaikat, juga bukan setan maka kita berada di jalan ini.”

“Apa maksudmu?”

“Jika kita adalah malaikat, maka yang kita lakukan hanyalah kebaikan-kebaikan dan kebaikan, tidakkah kau pikir itu membosankan?”

Hyuk mengangguk.

“Jika kita adalah setan, itu juga mengerikan. Setiap hari hanya berbuat kejahatan, kejahaan dan kejahatan. Rasanya seperti yang kita lakukan sekarang. Berlumpur dosa dan dikejar bayangan kegelapan.”

Sekali lagi dia mengangguk.

“Namun poin pentingnya, justru karena kita adalah manusia. Manusia sempurna yang dilengkapi hati sebagai teman bicara. Jadi kita bisa memutuskan apa yang terbaik yang akan kita lakukan.”

“Lalu kenapa kau mau menjalankan pekerjaan ini?” Tanyanya balik.

“Karena tak ada pilihan lain.” Jawabku sambil tersenyum. Dia balas tersenyum mengejekku.

“Fishy-a, menurutmu apa mungkin orang seperti kita bisa kembali ke jalan yang benar dan dapat diterima masyarakat?”

Wae? Kau ingin menjadi malaikat sekarang?” Tanyaku lagi. “Atau karena kau menyukai pengurus panti yang baru itu? Kulihat kau selalu tersenyum saat menceritakan tentangnya, dan senyummupun tak pernah redup saat menatap wajahnya. Jangan-jangan kau menyukainya, ya?” Ledekku.

Hyuk tersenyum lagi. “Mungkin.” Jawaban pendek yang keluar dari bibirnya.

“Aku mengerti kalau untuk yang satu ini.”

Hyuk menerawang.  “Kadang aku ingin berlari menjauhi kota ini. Bersembunyi di tempat yang tak seorangpun mengenalku. Lalu memulai hidup dari awal lagi.”

Dark not always blackchingu. Percayalah, suatu hari akan datang cahaya yang akan menerangi kegelapanmu. Dan tidak semua orang di luar sana berfikiran sempit seperti bayangan kita.” Aku tersenyum  sambil menepuk-nepuk punggung bahunya.

Ne, arasso. O…sudah waktunya, gaja!”

Malam itu adalah misi yang kesekian kalinya kami lakukan. Tak terasa sudah hampir empat tahun kegelapan ini kumainkan.

Rindu pulang, akhirnya aku meminta izin pada Hyuk untuk sekali lagi ‘mengunjungi makam orang tuaku’.  Oh…kepulangan kali ini aku mendapat tamu tak diundang yang memang datang sesekali mencariku. Pergerakan mereka memang rapi dan teliti hingga bisa menemukan tempat Gaul dan Yeorum segera saat aku mengunjungi keduanya. Dia berpura-pura sebagai pelanggan, dan aku datang sebagai pelayan.

“Tolong bungkus sepuluh potong short cake, dengan strawberry diatasnya. Mr. X mencarimu. Di tempat biasa.” Itu menu yang dipesannya.

Aku mengagguk.

Pulang dari mengunjungi Mr. X dengan terkejutnya aku menemukan Hyukjae di rumah.

“Donghae-ya, temanmu berkunjung” Gaul memberitahu. Aku bisa merasakan wajahku pucat pasi. Apa dia mengikutiku? Sebiasa mungkin aku berusaha mengatasi keterkejutanku.

Gomawo, Gaul -a. Hyukjae-ya, kita bicara diatas.” Tarikku.

Hyuk terkejut dengan cara penyambutanku. Tapi dia tetap mengikuti langkahku sampai ke atap.

“Bagaimana kau bisa ada di tempat ini?” Tanyaku penuh emosi sambil menarik kerah bajunya.

“Tenang teman, aku tak mengatakan apapun tentang, yah kau tahu apa yang kumaksud. Dan sekarang tolong lepaskan tanganmu, TUAN FISHY! Kau ingin membunuhku.” Balasnya.

Aku baru menyadari kalau aku hampir mencekiknya..

“Aku tahu kau ingin menyembunyikan ini dari keluargamu. Aku pulang dari panti asuhan yang tak jauh dari sini, lalu tadi aku melihatmu keluar dari toko ini dengan pakaian pelayan. Kemudian aku masuk dan memesan segelas kopi serta kue yang enak. Aku berbincang sedikit dengan wanita itu, kukatakan padanya kalau aku temanmu. Hanya itu saja.”

“Aku tahu aku telah berbohong padamu. Karena aku tak ingin keluargaku terlibat dalam urusan ini. Kau mengerti??” Aku membela diri.

Arasso, arasso…kau bisa percaya padaku untuk hal ini.”

“Huh, seberapa banyak orang di dunia kita yang bisa dipercaya?” Sindirku.

“Entahlah, mungkin sebaiknya tidak percaya pada siapapun. Tapi untuk hal yang satu ini kau bisa percayakan padaku.”

Kreeek…, kami menoleh bersamaan. Pintu penghubung atap dengan ruangan bawah terbuka.

“Donghae-ya, ajaklah temanmu makan, aku sudah menyiapkannya. Yeorum juga sudah menunggumu di bawah.” Gaul menghentikan pembicaraan kami.

Ne, kakak ipar kami akan segera turun.” Hyuk memberi jawaban. Gaul tersenyum. Saat berpaling ke arahku, Hyuk masih tersenyum mencibir sambil mengangkat bahu. Menyebalkan.

————————

“Hyukjae Oppa, benarkah kau teman oppaku?” Tanya Yeorum di meja makan.

“Tentu saja, kalau tidak bagaimana bisa aku mengenalnya? Waeyo?”

Keunyang, oppa tak pernah membawa seorang teman ke rumah sebelum ini. Kau teman oppa dari mana?” Tanya Yeorum lagi sambil terus menatap Hyuk penasaran.

“Tentu saja teman kerjanya.” Jawab Hyuk santai sambil terus menyuap makanannya.

Guraeyo? Lalu apa pekerjaan kalian?” Pertanyaan Yeorum tepat sasaran.

“Uhuk…uhuk…” Hyuk tercekat. Yeorum segera mengambilkan air.

Gwaenchana oppa?” Tanyanya pada Hyuk.

Hyuk masih terbatuk-batuk.

“Yeorum sudahlah, tanyanya nanti saja. Makan dulu. Kau telah menganiaya Hyukjae Oppa.”

Yeorum merengut dengan gaya khasnya memonyongkan bibir. “Akukan penasaran saja. Oppa tak pernah memberitahukan padaku dan eonni apa pekerjaan oppa, jadi aku ingin tahu.” Yeorum mulai ingin adu pendapat denganku.

Gwaenchana, akan oppa beritahu.” Ujar Hyuk setelah menguasai diri.

Guraeyo oppa? Jadi apa pekerjaan kalian?”

“Kemarikan telingamu…” Pinta Hyuk pada Yeorum. Yeorum dengan semangat menuruti.

Wesss….wess…wes…

Mwo?? Pedagang ikan? Oppa kau berjualan ikan? Ah…aku tak percaya.”

“Pedagang ikan?”Lirikku pada Hyuk.

“Aw…” Hyuk menyenggol kakiku. Matanya mendelik ke arahku. ”Ne…bukankah kau tak ingin oppa jadi nelayan, makanyaoppa jualan ikan.” Aku menggosok-gosok tungkai kakiku, sakit. Si Hyukjae itu malah tersenyum sambil mengunyah makanannya.

“Sudah…sudah, diteruskan makannya. Yeorum nanti saja bertanyanya. Oppa-oppakan masih ada disini. Nanti kau bisa bertanya sepuasnya, arasso?” Gaul menengahi perbincangan kami.

Hyuk ternyata sangat cepat dekat dengan dua wanita yang kusayangi. Bahkan Yeorum mengaggapnya sebagai oppakedua. Hyuk juga meminta izin padaku untuk sesekali berkunjung kemari. Di depan mereka bagaimana bisa aku menolaknya. Aku hanya tersenyum dengan sedikit mengancam agar jangan berbuat yang aneh-aneh.

Saat sedang berbincang-bincang menghabiskan buah yang dikupaskan Gaul dan Yeorum, seorang pria masuk.

“Kyuhyun ssi, ayo bergabung.” Ajak Gaul.

Ne, gomabsumnida nuna.” Balasnya ramah. Kyuhyun mengambil posisi disebelah Yeorum. Yeorumpun mengangsurkan sepotong apel yang telah dikupas Gaul padanya.

Nuguya?” Tanyaku.

“Oh, ini pelayan yang kuceritakan kemarin. Kyuhyun ssi pulang sebentar ke kampung halamannya, karena itulah aku memintamu menjadi pelayanku untuk sementara waktu menggantikannya.”

“O…dia juga tinggal di sini?” Tanyaku lagi.

Ne, di kamar belakang yang dulu dijadikan gudang itu.”

Arasso… Lain kali jangan terlalu mudah membawa orang asing ke rumah.” Nasehatku pada Gaul . Kyuhyun ssi melirikku sesaat, lalu meneruskan makannya lagi.

Annyeong haseyo…” Kini seorang wanita yang datang.

“O…Hana Eonni, palli wa.” Yeorum mengajak wanita yang baru masuk itu  bergabung dengan kami. Wanita itu dipersilahkan Kyu duduk dibangkunya, sementara Kyu mencari kursi yang lain.

Tringg…! Garpu buah yang sedang dipegang Hyuk jatuh. Dia menendang-nendang kakiku lagi.

Waeyo?” Tanyaku jengkel. Bibirnya mengarah pada wanita yang baru datang itu. Matakupun mengamati dengan cermat. Astaga ternyata wanita itu pengurus panti yang ditaksir Hyuk.

“Hana-ya, perkenalkan, ini Donghae, oppanya Yeorum, dan ini Hyukjae sahabatnya. Donghae-ya, Hyukjae-ya, kenalkan ini Kim Hana sahabatku.”

Annyeong haseyo Hana ssi.” Sapa Hyuk padanya sambil berdiri. Aku juga berdiri memberi salam. Hyuk langsung salah tingkah, mukanya merah menahan malu sekaligus senang.

“O…annyeong haseyo Donghae ssi, Hyukjae ssi. Kita bertemu lagi.”

“Kalian sudah saling kenal?” Tanya Gaul pada kami.

Ne…Hyukjae ssi adalah pria yang kuceritakan waktu itu.”

“O…begitu. Kita semua punya garis jodoh yang dekat ternyata. Anjeuseoyo.” Gaul meminta kami bertiga duduk kembali.Hari ini semua tertawa bahagia.

Malam itu Hyuk menginap bersama kami. Kami berlima duduk-duduk di atap menunggu mata lelah dan ingin terpejam. Anak baru itu, Kyuhyun, kurasa aku telah salah menilainya. Dia cukup sopan. Dan aku menangkap sesuatu yang ganjil atas sikap Yeorum padanya. Apa Yeorum menyukainya? Ahh…akan kutanyakan nanti pada Gaul .

Saat itu aku melihat pria yang baru tadi siang menemuiku terlihat mondar-mandir di bawah, ku harap Hyuk tak melihatnya.

“ Gaul , Yeorum masuklah, sudah malam. Yeorum bukankah kau besok ada jadwal kuliah pagi, jangan tidur terlalu malam.” Aku berkata sambil menyampirkan jaket menutupi kaos oblongku.

Ne oppa arasso.” Jawaban Yeorum.

“Kau mau kemana?” Tanya Hyuk..

“Aku keluar sebentar.” Balasku

 

TBC

Credit: http://elfalwayslovesuperjunior.wordpress.com/

 

Dark Not Always Black (Part 1)

Author: Queen Bee

Donghae POV

Oppaaaaa……gatchi gabsida…!!”

Mwo…..???” Teriakku saat melihat Yeorum tengah berlari mengejarku.

Gatchi gabsida……”

Palli waaa…”

Desah nafasnya tersengal setelah ia sampai sambil menahan tangan di lutut.

Oppa, waeire…? Kenapa kau meninggalkanku dan pulang duluan.” Rajuknya.

Miyanhae Yorum-a, tadi oppa lihat kapal Choi Ajeossi sudah merapat, mungkin eomma dan appa sudah pulang dan sedang menunggu kita.”

Ongguraeyo? Kalau begitu ayo cepat oppa.” Tariknya.

Gaja…” Balasku. Kamipun berjalan beriringan.

TAR!! Petir di siang hari dalam awan mendung yang sedari tadi menutupi langit mengejutkan kami. Sepertinya badai semalam belum akan berakhir.

Oppaaaa…” Yeorum menggenggam lenganku kuat.

“Kau takut?” Tanyaku.

Dia mengangguk.

“Kau tidak akan merasa takut lagi sekarang.” Ujarku sambil meraih tangannya. “Oppa akan selalu bersamamu.”

Yeorum tersenyum lalu menggenggam jari-jariku.

Tes…tes…tes…perlahan-lahan butiran hujan membasahi bumi.

Palli Yeorumbi.

Ne….”

Kami berlari dengan cepat. Perlahan-lahan semak belukar disekitar kami mulai basah. Hujan benar-benar lebat dan sepanjang jalan setapak ini tak ada tempat berteduh. Tiba-tiba…duk!

“Awwww….”

“Yeorum-a weire?”

Yeorum tersandung batu, dia meringis kesakitan.

Oppa.. apho…apho oppa…” Tangisnya.

Gokjonghajimarayo…gwaenchana. Irona.” Pintaku.

Yeorum mencoba berdiri. Tapi, “Aw…, apho oppa…”

Lututnya berdarah, dia tak mungkin kuat berjalan sampai ke rumah.

Gurae, naiklah, biar oppa menggendongmu.” Pintaku.

“Mmm…” Jawabnya sambil menyeka air mata. Sesekali isak tangis mirisnya menahan sakit terdengar di telingaku.

“Sudahlah, tak apa-apa hanya luka kecil. Nanti sampai di rumah eomma akan mengobati lukamu. Arachi?”

Ara oppa.”

Sunyi sesaat.

Oppa….” Panggil Yeorum lagi.

“Hm…”

“Kenapa eomma dan appa selalu meninggalkan kita dan pergi melaut?”

Waeyo? Kau tidak suka?”

Ong…aku hanya selalu merasa kesepian di rumah kalau tak ada eomma dan appa. Oppa juga akan pergi merajut jala sepulang sekolah. Sedangkan aku hanya sendirian memasak sambil menunggu semuanya pulang. Benar-benar sepi oppa.”

Aku berfikir sebentar.

Arayo, lain kali oppa akan merajut jala di rumah saja menemanimu.”

Guraeyo oppa?” Tanyanya girang dengan gerakan yang membuat aku hampir kehilangan keseimbangan.

Ne… Yeorum-a pegangan yang erat nanti kau bisa jatuh.”  Ingatku padanya.

Arasso oppa…” Yeorum mempererat rangkulannya ke leherku.

Oppa…”

Ne…”

“Aku tak ingin kau menjadi nelayan.”

Waeyo?”

Keunyang…apa oppa tidak merasa kalau menjadi anak nelayan seperti kita sangat kasihan. Apa oppa ingin anak-anakoppa juga kesepian seperti kita?”

“Lalu kau ingin oppa menjadi apa?” Ku hentikan langkahku untuk mengambil nafas. Yeorum berat juga, nafasku mulai tersengal, tapi kakinya pasti masih sakit. Ku pererat gendonganku.

“Aku ingin oppa menjadi polisi, atau tentara, dokter boleh juga. Pokoknya pekerjaan yang tidak membawa oppa ke laut. Atau oppa bisa jadi artis yang muncul di tivi, jadi aku bisa melihat oppa setiap hari di layar kaca, hehehehe…eottohke oppa?”

“Memangnya kau akan seumur hidup tinggal di sisi oppa?”

WaeyoOppa shireoyo?”

Ani…oppa akan senang sekali kalau kita bisa selalu bersama. Tapi kau juga nanti akan tumbuh jadi wanita dewasa, menikah dan punya anak. Kalian akan punya keluarga sendiri. Nah, saat itu kau harus mengurus dan menjaga mereka dengan baik. Apa kau akan membiarkan mereka kesepian seperti kita juga?”

Ani…aku akan menemani mereka, aku akan selalu bersama mereka.”

“Nah itu berarti kau akan berpisah dengan oppa.”

WaeyoOppakan bisa tinggal bersama kami. Aku akan menyiapkan sebuah kamar untuk oppa agar kita bisa tinggal bersama.”

“Lalu apa kau juga akan memboyong istri dan anak-anak oppa semua ke dalam rumahmu?” Tanyaku balik.

“Kalau maebunim tidak keberatan, mengapa tidak?”

“Ah maebunimmu nanti pasti akan keberatan.”

Waeyo oppa?”

Aku berhenti lagi sebentar mengambil nafas.

“Karena kami pasti akan kerepotan menambah satu lagi anak manja sepertimu.” Candaku, sambil tertawa.

“Ahh…oppa aku bukan anak manjaaaa…..”

Gurae, kalau begitu selalulah menjadi anak yang kuat, tegar, dan mandiri. Jangan selalu mengandalkan orang lain. Selagi masih ada oppa, eomma dan appa kau masih bisa berkeluh kesah, tapi kalau kami sudah tak ada kau harus lebih kuat Yeorum-a.Arasso?”

“Mm…arasso oppaGeunde…oppa…”

Ne…”

“Berjanjilah kalau kita akan selalu bersama selamanya.”

Aku terdiam. Maut, jodoh dan rezeki merupakan tiga hal yang tak pernah bisa diketahui kapan datangnya. Jika aku berjanji pada Yeorum lalu suatu hari aku tak menepati, bukankah itu akan menjadi sebuah kebohongan baginya. Apa yang harus kujawab? Haruskah aku mengiyakannya?

Oppa… Kenapa tidak menjawab?”

“Hm…..arasso.” Balasku dalam hujan yang membasahi kami berdua.

Beberapa meter menjelang sampai ke rumah, dari kejauhan kulihat banyak orang yang berkerumun.

“Donghae-ya…..!!!” Teriak Bibi Go. Sontak semua mata memandang ke arah kami. Bibi Go menangis, beberapa wanita lain juga menangis. Kuturunkan Yeorum dari punggungku perlahan.

Ahjuma, weire? Tanyaku cemas.

“Donghae-ya, Yeorum-a, eomma dan appa kalian ….. Eomma dan appa kalian….” Bibi Go bicara terputus-putus, tangisnya makin menjadi.

Weire ahjuma? Eomma, appa waeyo?” Tanyaku bingung.

Yeorum juga diam dalam kebingungannya.

“Yeorum-a, Donghae-ya, badai semalam telah menenggelamkan perahu yang eomma dan appa kalian tumpangi. Sampai tadi pagi orang–orang kampung dan beberapa nelayan desa beserta nelayan dari desa tetangga telah mencarinya. Namun sampai saat ini keduanya tak jua di temukan. Hanya perahu juragan Choi yang selamat beserta lima awaknya, yang lainnya juga tak ditemukan. Kami kira eomma dan appa kalian sudah meninggal, tenggelam bersama ombak yang menerjang perahu mereka semalam.” Bibi Go tetangga kami mengabarkan sambil memeluk Yeorum dalam tangisannya.

Mwo??? Anieyo… ahjuma, ahjuma no nungdamieyo?” Tanyaku meyakinkan diri. Tapi hanya gelengan kepala darinya dan orang-orang disekitar yang kudapatkan. Kakiku mundur beberapa langkah, kepalaku tertunduk lemas, lututku bergetar, aku tersungkur dalam hujan.

ANDWAEEEEEEEEEEEE………EOMMA, APPA…ANDWAEEEEE.” Teriakku.

☺☺☺☺☺

Namaku Lee Donghae. Adikku Lee Yeorum tiga tahun di bawahku, kami baru saja menyelesaikan sekolah menengah kami. Kami telah ditinggal pergi kedua orang tua kami yang bekerja sebagai nelayan beberapa waktu lalu. Seperti yang diberitakan, perahu eomma dan appa tergulung ombak ketika badai menerjang saat itu. Tak ada upacara kematian, tak ada pemakaman, ataupun abu yang bisa disebarkan. Jasad keduanya tak di temukan bersama beberapa nelayan lain yang melaut pada saat yang bersamaan. Ini adalah hal yang biasa terjadi di desa nelayan. Saat kalian turun ke laut, nyawa akan menjadi tak ada harganya, semua orang di desa ini paham sekali akan hal itu. Aku dan Yeorum hanya berusaha tegar untuk melewati hidup kami berikutnya.

Oppa, kita mau kemana?” Tanya Yeorum saat aku mengajaknya berkemas-kemas.

“Ke kota.” Jawabku pelan.

“Ke tempat siapa?” Tanyanya lagi.

Kuhentikan aktifitasku, aku menatapnya dalam. Matanya kecil seperti eomma dengan tulang pipi yang sedikit tinggi sepertiappa. Hidung kami sama, dengan senyum yang kata orang seperti senyum eomma. Memang gen eomma lebih banyak melekat pada kami di banding appa. Sungguh tak tega mengatakan, bahwa kami tak punya tujuan setelah sampai di kota. Aku memeluknya perlahan. Bau tubuh Yeorum seperti eomma, bahkan aku akan memeluknya lebih erat dalam tidur jika aku merindukan eomma danappa.

“Yeorum-a, oppa belum tahu kita akan ke tempat siapa. Karena seperti yang kau tahu kita tak punya saudara di sana. Tapioppa berjanji akan selalu menjagamu. Oppa percaya kita bisa mempunyai kehidupan yang lebih baik di sana.”

“Tapi aku takut oppa?”

Waeyo?”

“Aku takut jika kita sampai di kota, aku akan kehilanganmu oppa, seperti Bibi Go yang kehilangan putranya.”  Kecemasan tergambar jelas di wajahnya. “Oppa, jika kau tak ada, aku sudah tak punya siapa-siapa lagi. Lalu aku harus bagaimana?”

“Yeorum-a tenanglah, kau tak akan pernah kehilangan oppa, kita akan selalu bersama. Kau akan selalu oppa bawa kemana saja, gokjonghajimaseyo.” Pintaku sambil mendekapnya pelan.

Anak Bibi Go tetangga kami, tiga tahun yang lalu juga memutuskan merantau ke kota. Namun setelah beberapa bulan di sana dia dikerjai sekumpulan berandalan dan akhirnya ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Ini menjadi berita yang menggemparkan desa. Awalnya para tetangga juga melarangku. Beberapa keluarga yang selama ini berhubungan baik dengan kami bersedia menampung Yeorum selama aku ke kota. Tapi untuk berapa lama? Sedangkan Yeorum tak ingin berpisah denganku, akupun tak tega membiarkan dia seorang diri. Ini semua pastilah berat untuknya. Aku telah bertekad tak ingin bergantung pada orang lain. Lagi pula aku berharap Yeorum bisa meneruskan sekolahnya, dan pendidikan di kota jelas jauh lebih baik dari di desa. Pertanyaanya, dengan apa Yeorum akan ku sekolahkan? Sedangkan uang untuk berangkat sekarang saja adalah hasil penjualan ikan eomma dan appa terakhir kali, yang jumlahnya juga tak banyak.

Aku melepas pelukanku sedikit, lalu menatapnya lagi. “Yeorum-a, oppa berjanji apapun yang terjadi kita akan selalu bersama selamanya.”

Yaksok?”

Aku mengagguk.

☺☺☺☺☺

Ibu kota yang menggiurkan, membuat lelaki tanggung sepertiku tergoda untuk mengadu nasib di bawah rengkuhanya. Menjauhi kapal api yang membawa kami meninggalkan desa,  dengan punggung menyandang ransel berisi beberapa helai pakaian, kami saling bergandengan tangan.

Yeorum tertidur dengan kepala menyandar di bahuku saat kami telah berada di dalam bis yang menuju pusat kota. Kelehan tersirat dalam lena tidurnya.

“Yeorum-a, irona…sudah sampai.” Aku membangunkannya ketika bis yang kami tumpangi berhenti di terminal terakhir.

“Oaaaahhhh…. Eodie oppa?” Tanyanya.

“Entahlah,  kita turun saja dulu.”

Ini sudah malam. Saat kami meninggalkan bis itu, lampu-lampu yang terang benderang dengan beraneka warna telah menghiasi Seoul. Lama kami berjalan tak tentu arah.

Eodigayo oppaHimdero oppa.” Yeorum mulai mengeluh.

Mianhae, oppa juga tak tahu kita akan kemana, tapi tenang saja Tuhan bersama eomma dan appa pasti akan melindungi kita.”

Yeorum menggosok-gosok matanya.

“Yeorum-a, ayo naik.” Kataku sambil berjongkok, setelah menurunkan ransel dari punggungku.

“Mmm…???”

“Ayolah, oppa tahu kau masih mengantuk. Biar oppa menggendongmu agar kau bisa tidur.” Pintaku dengan senyum yang tak mungkin dilihatnya.

Ne….” Yeorum merangkulkan lengannya  ke leherku.

Akhirnya setelah lelah berjalan dengan Yeorum yang terlelap di punggungku, aku berhenti di sebuah emperan toko. Kuletakkan dia hati-hati, lalu kualaskan tas yang tadi disandangnya sebagai bantal. Tak jauh, aku melihat seorang ahjuma yang menjual kue. Aku berjalan menuju wanita itu dan segera kembali.

“Yeorum-a, irona. Kau belum mengisi perutmu dengan apapun sejak kita pergi, makanlah ini. Oppa sudah membelikan kue ikan untuk kita.”

Yeorum mengucek-ucek matanya. Lalu mengambil sepotong kue ikan dari tanganku.

☺☺☺☺☺

Sudah berhari-hari berjalan mengitari Seoul yang katanya memiliki banyak lowongan pekerjaan ternyata hanya tipuan belaka. Dan, sudah dua hari ini aku dan Yeorum belum makan apapun juga. Kami hanya tidur di jalanan, saat toko-toko yang tidak buka 24 jam tutup, lalu paginya akan di usir si pemilik karena dianggap mengganggu aktifitas mereka. Malangnya, uang yang kami miliki sudah di copet saat hari ketiga kami sampai di ibu kota. Menjadi pengemis??? Tidak!! Aku tak serendah itu, aku masih kuat dan ingin bekerja menghidupi adikku. Tapi pekerjaan apa yang bisa kulakukan.

Oppaaa…baegophayo…” Yeorum memelas dengan air mata padaku. Kuraba keningnya, sepertinya dia demam. Debu jalanan, mengotori wajahnya yang ayu. Sisa air mata semalam meninggalkan bekas seperti anak sungai yang kering di pipinya. Semalaman dia menangis merindukan eomma dan appa. Kini akulah eomma dan appanya, aku tak akan membiarkan dia menderita. Kupeluk tubuh yang sudah jauh lebih kurus semenjak kami meninggalkan desa. Tapi aku tak tahu harus berbuat apa.

Tak jauh dari tempat kami menggelandang, kulihat sesosok ahjuma bertubuh tambun baru saja turun dari mobil mewah yang tak kuketahui mereknya. High heelsnya berdetak-detak, bulu topi di atas kepala berayun-ayun mengikuti langkah kakinya. Dia menuju toko kue yang tampak dari arah sini.

“Pelayan, bungkus ini, ini dan ini.” Katanya yang terdengar sangat jelas di telingaku. Mungkin deretan kue lezat yang menggiurkan hingga membuat air liur Yeorum menetes sedang di borongnya. Dia mengeluarkan dompet. Kupikir dia akan membayar dengan uang tunai, namun ahjoma itu hanya menarik sepotong kartu, lalu memberikannya pada pelayan itu.  Tapi aku jelas melihat lipatan-lipatan uang kertas  mengisi dompet mahalnya yang masih terbuka.

Sekelebat bayangan muncul dalam pikiranku.

“Donghae-ya, sesulit apapun hidup yang kau alami nantinya, jangan pernah melakukan perbuatan tercela. Kita boleh miskin harta, namun haruslah kaya jiwa.” Nasehat appa terakhir kali sebelum badai itu.

Oppa, bae gophayo….” Yeorum menatap mataku sayu.

Hatiku teriris-iris melihatnya. Kutarik nafasku dalam-dalam.

“Yeorum-a, gidariseyo, jangan kemana-mana, oppa akan segera kembali. Arachi?”

“Mmm….” Sahutnya dengan tatapan sayu.

Entah setan dari mana yang berbisik padaku. Tanpa pertimbangan aku menuju ke arah ahjoma itu, dan dengan cepat menyambar dompet, lalu berlari sekuat tenaga menjauhinya. Ya Tuhan, aku baru saja mencuri, bisik hatiku.

“Copet….copet…!!” Kudengar teriakan ahjoma itu, namun aku berusaha untuk tak perduli. Tapi aku salah perhitungan. Secepat semut yang mengerubungi gula, secepat itu pula orang-orang mengepung dan menyeretku ke kantor polisi.

Buk….buk…buk… Entah sudah berapa pukulan yang kuterima. Ini adalah pertama kalinya perbuatan hina ini kulakukan, dan aku langsung tertangkap. Para petugas itu menuduhku komplotan pencopet jalanan dan ingin membuatku mengaku dengan terus memukuliku. Tapi apa yang bisa kukatakan, aku tak tahu menahu tentang orang-orang yang mereka bicarakan.

Dalam dinginnya sel penjara, eomma datang padaku.

“Donghae-ya anakku sayang, bagaimana keadaanmu? Apa kalian berdua baik-baik saja?” Tanyanya. ”Eomma dan appasangat merindukan kalian.”

Eomma, aku dan Yeorum sangat merindukanmu, saaangaaat merindukamu.”

“Donghae-ya, eomma dan appa sangat sedih dan kecewa atas apa yang terjadi pada kalian. Eomma merasa malu untuk menemui Tuhan karena telah meninggalkan kalian dalam keadaan yang tak menyenangkan. Begitu singkat waktu kita untuk bersama namun hanya jalan keluar yang buruk yang bisa kau lakukan untuk bertahan  hidup bersama adikmu. Eomma benar-benar merasa bersalah telah meninggalkan kalian seperti sekarang.”

Eomma, mian…mianhae eomma, jongmal mianhae eomma. Aku berjanji tak akan pernah melakukan perbuatan itu lagi. Aku menyesal, sungguh-sungguh menyesal eomma.” Pintaku pada eomma.

Eommaku terus menangis sambil menggeleng.  Perlahan-lahan kabut tebal membuat jarak diantara kami. Seolah ada sebuah kereta tak terlihat yang menarik eomma pergi, beliaupun menghilang dari hadapanku.

Eomma…eomma.” Aku berusaha menggapainya namun sia-sia.

Akupun tersentak dari tidurku.

Eommaappa aku berjanji kalau aku tak akan pernah mengecewakan kalian berdua lagi. Bisik hatiku lirih.

Tiga hari dalam tahanan, dan entah siapa yang menjadi penjaminku, akhirnya aku keluar dari sel polisi itu.  Setelah membuat laporan, aku melangkah menghirup udara bebas kembali. Di ujung gang tiba-tiba seseorang menutup mataku, menyumpal mulutku, mengikat kaki dan tanganku. Aku mencoba untuk melawan, tapi percuma saja. Kudengar deru suara mobil, aku bisa merasakan kalau aku mulai bergerak meninggalkan tempat semula dan aku dibawa entah kemana.

“Buang dia!” Terdengar perintah seseorang. Tubuhkupun terguling. Aku tak tahu ini dimana, dan mengapa aku di bawa kemari. Tak perlu menunggu lama, hingga kurasa ada orang yang membopongku menjauhi tempat aku ditinggalkan tadi.

Saat mataku bisa bekerja dengan leluasa, aku telah berada di depan sebuah gedung tua yang terkungkung oleh deretan bukit disekitarnya. Tempat yang bersih dengan udara yang segar. Mereka yang tadi menemukanku, mendorongku tanpa suara untuk masuk ke dalam. Lorong-lorong tinggi dengan cahaya seadanya menjadi pemandangan saat aku dipaksa menuju ke sebuah ruangan gelap. Didudukkan di kursi besi yang dingin dengan borgol yang masih melingkar di pergelangan tangan, seolah-olah aku penjahat kelas kakap.

Kemudian seorang pria bertubuh kekar, berpakaian rapi dengan langkah tegap berjalan ke arahku dan duduk tepat di hadapanku. Raut wajahnya tidak menunjukkan kalau dia orang yang ramah.

“Nama?”

“Lee Donghae.”

“Umur?”

“Delapan belas.”

“Asal?”

“Mokpo.”

“Pekerjaan?”

Aku menggeleng.

“Pendidikan?”

“Aku baru menyelesaikan Senior High Schoolku.”

“Kau punya ijazah?”

Aku mengangguk.

Dia membuka rantai borgolku. Pria kekar tadi, sebutlah Mr. X bernegosiasi denganku. Cukup lama kami berdiskusi, iming-iming yang dijanjikannya sangat menarik.

Eottohke??” Tanyanya.

Aku terdiam.

“Bisakah kalian menjamin keamanan adikku?”

“Kami menyanggupinya.” Balas Mr. X.

Tergiur dengan tawarannya, aku mengagguk dan menyanggupi pekerjaan yang ditawarkan walau itu berbahaya.

“Jadi, kapan kau akan bergabung?” Tanyanya.

Resiko pekerjaan ini sangat tinggi. Aku hanya memiliki Yeorum seorang, dan aku tak ingin sesuatu terjadi padanya.

“Berikan aku waktu untuk mencari dan menempatkan adikku dengan aman.” Pintaku.

“Ok! Orangku, (dia menunjuk seseorang yang entah sejak kapan ada di belakangku) akan memberitahumu pertemuan berikutnya.”

Aku mengangguk, lalu dia menyuruhku keluar.

Sampai di depan bangunan tua itu, perlakuan yang sama kuterima kembali. Diangkut dengan deru mobil dan ditinggalkan di tempat aku diciduk awalnya. Untunglah itu tak jauh dari kantor polisi jadi aku masih bisa mengira-ngira posisiku. Aku melangkah melewati bangunan yang pernah menjadi penginapanku selama beberapa hari kemarin. Tapi, siapa itu? Ah Yeorum, kulihat dia duduk di depan pos penjagaan bersama seorang gadis.

Oppaaaa……” Teriaknya begitu dia melihatku. Kami berpelukan.

Oppa, mereka bilang kau telah pergi sedari tadi. Aku bingung tak tahu harus mencarimu kemana? Oppaa…aku cemas sekali kalau aku tak bisa bertemu kau lagi.” Tangisnya di pelukanku.

Yeorum, mianhae, oppa menyesal telah melakukannya.” Ucapku memohon.

Gwaenchana oppa, arasso.” Ucapnya saat dia melepaskan pelukanku.  “Oppa, ini Gaul Eonni yang menolongku kemarin.”

Aku merendahkan kepalaku sedikit sambil mengucapkan terima kasih.  Dia hanya tersenyum.

Gaja, jibe gayo.” Kata gadis itu.

Jibe???” Tanyaku bingung.

Ne oppa, Gaul Eonni bersedia menerima kita di rumahnya untuk sementara waktu.” Jelas Yeorum padaku.

Jinca?” Tanyaku tak percaya. Gadis yang dipanggil Gaul itu hanya tersenyum.

Aku tak punya pilihan, walau hati berat aku juga tak punya tujuan. Akhirnya aku melangkahkan kaki bersama mereka.

☺☺☺☺☺

“Masuklah.” Ujar Gaul setelah kami sampai di rumahnya.

Gomawo.” Balasku canggung.

Rumah Gaul adalah rumah atap di bagian atas sebuah rumah susun di area sempit yang cukup jauh dari pusat kota. Nasibnya tak jauh berbeda dengan kami. Orang tua sudah tak ada, saudara juga tak punya. Gaul bekerja sebagai pelayan toko kue di tempat pencurian yang kulakukan waktu itu. Dia melihat Yeorum menangis-nangis sambil terus memanggil namaku

“Aku hanya tinggal sendiri. Di sini ada dua kamar, aku akan sekamar dengan Yeorum, sementara kau bisa memakai kamar yang satunya lagi. Ayo kutunjukkan kamarmu.” Ajaknya.

Aku mengikuti langkahnya dengan Yeorum yang menggandeng lenganku. Gaul mengantarku memasuki sebuah ruangan kecil berukuran tiga kali empat.

“Kau pasti lelah, istirahatlah. Jangan sungkan-sungkan, anggap saja rumah sendiri. Kami akan membangunkanmu setelah menyiapkan makan malam.” Dia tersenyum. Sejujurnya senyuman itu telah menggetarkan hatiku.

Ne oppa, kamar mandinya ada disana, kalau oppa mau bersih-bersih dulu. Aku akan membantu eonni memasak.” Yeorum tertawa kecil lalu mengikuti Gaul menuju dapur. Gaul gadis yang baik hati, walau tak saling kenal, di tambah kasus yang kulakukan kemarin dia masih saja tetap bisa menerima kami.

☺☺☺☺☺

“Gaul-a, nomu-nomu gamsahamnida atas pertolongannya. Aku tak tahu harus bagaimana  membalas budimu.” Ujarku memulai pembicaraan kami di teras depan malam harinya.

Gwaenchana, aku senang kalian ada disini.”

“Soal kejadian kemarin, aku….” Aku bingung harus menjelaskannya.

Gwaenchana, aku tak mempersoalkannya, dan kau tak perlu mengungkitnya lagi. Aku percaya kau bukan orang seperti itu, lagi pula tidak semua yang gelap itu hitam.

Aku tertegun mendengar penuturannya. Yah, tidak semua yang gelap itu hitam, Gaul benar.

“Aku akan segera mencari pekerjaan, agar kami tak merepotkanmu, kemudian kami bisa pergi dari sini.”

“Kalian akan pergi?” Tanyanya.

“Kami tak mungkin selamanya menjadi bebanmu.” Balasku.

Gaul terdiam,wajahnya berubah murung.

“Donghae-ya, aku sadar kita bukan keluarga, dan aku juga tahu akan bagaimana pandangan tetangga tentang kita. Tapi….tidak bisakah kau dan adikmu tinggal bersamaku. Aku tak punya siapa-siapa lagi. Ketika Yeorum kubawa ke rumah ini, aku telah menjadikannya bagian dari hidupku, tentu saja kau sebagai oppanya juga kuterima dengan hati terbuka. Tapi jika kau berkata ingin pergi, aku merasa akan ada bagian yang hilang dari hidupku. Kuharap kau bisa mengerti.”

Aku tak membalas ucapannya. Dia segera meninggalkanku menuju kamar di tempat Yeorum kini terlelap. Setelah kejadian itu hubungan kami agak sedikit kaku.

Beberapa hari kemudian, seperti yang telah disepakati, aku melihat pria yang waktu itu dijanjikan akan menjemputku. Kuhampiri namun tidak langsung menyapanya. Kami berpapasan lalu dia setengah berbisik di sampingku. “Datanglah dua hari lagi saat tengah malam.”

Aku mengangguk, setelah dia menyelipkan sehelai kertas petunjuk lalu pergi kearah yang berlawanan denganku.

Aku kembali ke rumah. Ini sudah sore, Gaul sudah berganti shift melayani toko majikannya, dan kini ia bersama Yeorum sedang menyiapkan makan malam.

“Gaul-a.” Panggilku. “Aku ingin  bicara denganmu sebentar.”

Ne..” Jawab Gaul sambil membersihkan tangan pada celemek yang tersampir di bahunya. Adikku masih sibuk memotong-motong wortel. Aku mengajak Gaul menjauhi Yeorum.

“Gaul-a, aku tahu kau kecewa dengan ucapanku waktu itu. Tapi sungguh aku tak ingin merepotkanmu. Kami pendatang baru dalam hidupmu, dan aku tak berharap kalau kami akan menjadi beban bagimu.”

“Aku tak pernah mengaggap kalian sebagai beban.” Bantahnya.

Kutatap matanya, kami saling terdiam.

“Baiklah, kalau kau memang tak keberatan, aku dan Yeorum akan tetap bertahan di sini.”

Guraeyo?” Tanyanya tak percaya.

Aku mengagguk.

Gomawo Donghae-ya.” Kebahagiaan kini tergambar lagi di wajahnya.

“Aku yang harusnya berterima kasih.”

Chonmaneyo.” Sahutnya cepat.

“Satu lagi, aku sudah mendapatkan pekerjaan, dan selama beberapa waktu ini mungkin tidak bisa pulang. Setiap bulannya aku berjanji akan mengirimkan uang pada kalian, dan kuharap kau bisa menjaga Yeorum selama aku tak ada.”

Dia mengerinyitkan alis saat aku menyebut kata ‘uang’.

“Kenapa harus mengirim uang? Aku tak suka. Bagiku kalian adalah keluargaku. Kau tak perlu mengkhawatirkan Yeorum lagi. Aku akan berusaha semampuku.”

“Kalau kau menganggapku keluarga, maka kau harus mengijinkan aku membantu biaya hidup kita. Bukankah memang sepantasnya setiap anggota keluarga saling membantu?” Balasku.

Dia berfikir sebentar. “Baiklah, aku mengerti, aku akan sangat menghargai dukunganmu. Gomawo karena bersedia tinggal bersamaku.”

“Aku akan berangkat tengah malam secara diam-diam dua hari lagi. Aku tak ingin Yeorum mengetahuinya, karena mungkin saja adikku itu tak akan mengizinkanku meninggalkannya.”

“Memangnya apa pekerjanmu?”

“Sekarang ini aku belum bisa menjelaskannya, namun suatu hari aku pasti akan memberitahumu. Aku hanya ingin kau percaya padaku.” Aku mencoba untuk meyakinkannya.

“Baiklah, kau bisa mengandalkanku.”

“Maaf jika aku merepotkanmu.” Sesalku.

Ani, kau bisa percayakan Yeorum padaku.” Ujarnya.

Dua hari setelah itu aku berangkat seperti yang direncanakan. Dalam kegelapan malam saat menuruni tangga, dari lampu kamar mereka aku bisa melihat sosok Gaul mengantar kepergianku. Gomawo Gaul-a, bisik hatiku.

☺☺☺☺☺

Tiga tahun kemudian.

Ya…jebloskan dia ke dalam penjara!!!” Pria berseragam yang tadi menangkapku memerintahkan anak buahnya untuk membawaku ke ruangan dingin berjeruji besi. Persis seperti tiga tahun yang lalu. Pukulan, cacian, makian menemani hari-hariku selama interogasi. Tuduhan yang dilontarkan padaku kali ini adalah gembong pengedar narkotika. Hahahaha….cocok sekali mungkin. Rambut panjang berantakan, dengan jambang yang tak terurus, selain itu tubuh kurusku terkesan seperti seorang pemakai. Kurasa tuduhan itu masuk akal. Orang yang melihat pertama kali pasti juga akan langsung mencuirigaiku sebagai penjahat.

Mereka menangkapku di pasar kumuh saat aku sedang buang air kecil di sudut kios yang gelap. Mungkin memang ada yang baru bertransaksi, karena aku memang berpapasan dengan dua orang yang sekilas dapat kulihat wajahnya. Tapi…hei bukankah itu dia? Pria yang tadi?

Ya…kau gembel yang tadi di belakang kami ya?” Tanyanya.

Aku mengagguk. “ Huh…gara-gara kalian aku jadi tertangkap.” Balasku.

Pria itu berkulit putih, dengan baju tanpa lengan yang jelas kebesaran serta jins belel yang robek di bagian paha dan lutut. Tulang pipa terlihat di lehernya. Mengingat tubuh cekingnya yang amat sangat kurus. Jika ia adalah pengedar, mungkin dia juga pemakai, pikirku. Wajahnya tak jauh berbeda denganku, lebam dengan bengkak biru serta darah merah yang masih segar di bibirnya. Baru dipukuli juga.

“Hyukjae.” Ucapnya sambil mengangsurkan tangan dengan percaya diri.

“Fishy…” Balasku.

“Tenang saja, kita akan segera keluar.” Ujarnya.

“Kita?”

“Hm…aggap saja kita berteman sekarang.”

Aku hanya mengangguk tak percaya sambil menggaruk kepalaku yang gatal. Mungkin makhluk kecil yang disebut kutu juga sudah bersarang di sana.

Hyukjae benar, esoknya polisi yang berjaga hari itu meminta kami keluar tahanan.

“Apa ku bilang, mereka tak akan bisa menyentuh hyong.” Kata Hyuk yang kini melangkah dengan ringan. “No, odigayo?” Tanyanya padaku saat kami sudah di luar gerbang.

Aku menggeleng.

“Aku mengamati kau sudah menggelandang selama ini. Kupikir kau lumayan. Ikutlah denganku, hyong pasti tak keberatan menambah satu orang lagi.”

Aku tak menunjukkan minatku, namun aku juga tidak menolak. Hanya mengikuti arah kakinya melangkah.

☺☺☺☺☺

Beberapa bulan kemudian.

Kami berdiri berjauhan (aku dan Hyukjae) di bawah sebuah jembatan di pinggir Sungai Han. Riak air yang dihembus angin terdengar merdu di telingaku. Ini sudah dini hari, dan transaksi akan terjadi beberapa saat lagi. Dari kerlap-kerlip lampu jembatan aku bisa melihat Hyuk memainkan batangan korek api di mulutnya. Tubuhnya bersandar malas. Dia hanya memakai kaos tanpa lengan yang kebesaran (favoritnya). Yah ini sudah musim panas. Yeorum, apa yang sedang kau lakukan. Oppa sangat merindukanmu, bisik hatiku. Lalu anganku melayang.

==========================================================

Kenangan Donghae sepuluh tahun lalu.

“Oppa…palli wa!” Panggil Yeorum padaku

“Waeyo?” Tanyaku tergesa-gesa  keluar kamar.

“Tadaaa….” Yeorum mengangsurkan sebungkus gulungan harum manis berwarna merah jambu dari balik punggungnya padaku.

“Darimana kau mendapatkannya?” Tanyaku penasaran.

“Aku membelinya di pasar bersama appa tadi siang.”

“Mmm…, makanlah.” Ujarku.

“Ani…aku mau memakannya bersama oppa. Ja oppa kita duduk di teras sambil memandang laut dan langit musim panas, lalu mendoakan eomma dan appa supaya bisa pulang  dengan selamat dengan membawa tangkapan ikan yang baaanyak.” Cerocosnya sambil menarik paksa tanganku menuju beranda.

Aku hanya tersenyum geli melihat tingkahnya.

“Yeorum-a.”

“Ne…” Yeorum menoleh sambil terus mengemut harum manis di tangannya.

“Kalau sudah besar kau ingin jadi apa?” Tanyaku.

“Nanun?” Tanyanya balik.

Aku mengangguk, sambil mencomot harum manis  dalam plastik. Manis sekali.

“Akuuu…mau jadi orang kaya.”

“Waeyo?”

“Karena orang kaya punya banyak uang.”

“Ong…lalu uangnya akan kau apakan?”

“Aku akan belikan eomma dan appa rumah yang besar dan kapal yang besar, supaya eomma dan appa tak perlu bekerja lagi. Dan aku juga akan membelikan oppa motor yang  paling bagus, jadi oppa tak perlu meminjam sepeda Choi Ajeossi lagi untuk pergi menjahit jala ke desa sebelah. Kita sekeluarga bisa selalu berkumpul bersama. Eottohke oppa?”

“Guraeyo?”

“Hmm… Oahh…..” Yeorum mulai mengantuk, lalu menyandarkan kepalanya di bahuku.

“Kau sudah mengantuk? Ayo kita masuk.”

“Ani, aku mau disini dulu bersama oppa.” Pintanya.

“Arasso.”

Bintang-bintang berkelap-kelip dengan indahnya, bulan purnama juga bersinar dengan terangnya. Eomma, appa semoga tangkapan kalian kali ini lebih banyak dari biasanya, doaku dalam hati.

Malam itu Yeorum tertidur nyenyak di bahuku.

==========================================================

“Ehem…ehem…” Hyuk memberi sinyal padaku. Seorang pria mendekatinya, lalu barang haram itu telah berpindah tangan ke pemiliknya yang baru. Kami segera meninggalkan tempat itu.

Esoknya.

“Hyukjae-ya, aku tidak akan bekerja dalam beberapa hari ini.”

Wae?”

“Aku ingin pulang sebentar.”

“Tapi pesanan kita sedang banyak.” Bantahnya.

“Ah…kau saja yang bekerja sendiri. Beberapa hari lagi adalah peringatan kematian orang tuaku. Aku ingin mengunjungi makam mereka.” Aku berbohong.

Arasso.” Dia mengakhiri pembicaraan kami. Lalu turun ke bawah.

Hyukjae, teman yang membawaku ke dalam dunia kelam ini. Dia mengenalkanku pada bosnya yang salah satu bandar besar narkotika di Seoul. Mereka mempercayaiku dan menerimaku sebagai bagian dari mereka. Sejak hari itu aku bergabung dengan sindikat yang masuk dalah daftar hitam target pencarian polisi saat ini.

Di luar perkiraanku, Hyukjae, walau awalnya hanya seorang kurir pengantar, namun tak pernah memakai barang haram itu untuk dirinya sendiri. Dia hanya bekerja untuk mendapatkan uang demi kebutuhan hidup. Dunia memang kejam. Hyuk juga tak punya siapa-siapa lagi. Appanya mati karena over dosis, eommanya yang juga pemakai tewas saat menyayat diri sendiri untuk mengatasi sakaunya karena tak sanggup untuk membeli barang itu.  Hyuk melihat semua itu didepan matanya. Sebenarnya Hyuk sangat benci pekerjaan ini, namun lilitan hutang yang ditinggalkan orang tuanya  membuat Hyuk nekad menjadi pengedar.

☺☺☺☺☺

 

Aku kembali ke toko kue tempat aku melakukan aksi pencopetanku yang pertama. Toko itu sudah sedikit berbeda, tapi aku tahu itu tempat yang sama. Mengulang kejadian yang dimainkan ajuma tambun, aku memesan sekotak cake besar yang berhiaskan cream dengan lingkaran stroberi yang menggiurkan. Tak lupa kutanyakan perihal Gaul. Namun ternyata Gaul sudah tak bekerja di sana lagi sejak setahun yang lalu.  Pelayan ini tak mengetahui kemana Gaul pergi, namun seorang pelayan senior memberitahuku alamat Gaul yang bisa di kunjungi. Aku bisa merasakan kedua pelayan tadi ketakutan saat menatapku.

Berbekal secarik kertas petunjuk, aku menyusuri jalanan mencari toko kue milik Gaul sendiri. Cukup lama berputar-putar di kawasan yang baru kali ini kulewati. Aku melihat papan toko bertuliskan “YEORUM CAKE”. Yeorum Cake? Mungkin ini maksudnya. Begitu kulongokkan kepala mengintip melalui etalase kaca, aku melihat seorang wanita memakai celemek berenda menyampingiku sedang menghias kue bundar penuh cream berlemak.

Kutarik bel yang  berada di depan pintu. Seorang gadis keluar dengan tergesa menuju kaca etalase tempat kue-kue dipamerkan.

Ne….ada yang bisa saya bantu ajossi?” Serunya ramah. “Yang istimewa di hari ini,  kami punya cake pelangi dengan strawberry di atasnya, puding cokelat serta…..” Gadis itu berhenti bicara saat dia menyadari kalau aku sedang memperhatikannya.

Mata itu, hidung itu, bibir itu, seperti lukisan ganda yang dulu pernah kulihat. Ini Yeorum, Yeorum nae dongsaeng. Yeorum yang kini sudah tumbuh besar dengan raut wajah yang mengingatakanku pada sosok wanita yang telah melahirkanku. Lama aku menatapnya. Bahkan air mata yang tumpah tak terasa telah menganak sungai.

Ajeossi…ajeossi…..?? Waeyo?” Panggilnya.

Bruk…. Kotak kue yang kubawa terjatuh, isinya mungkin sudah berantakan.

Dia tak mengenaliku. Tentu saja, aku juga sudah jauh berubah. Jambang lebat yang tumbuh di wajahku menyamarkan siapa aku.

TBC

Credit: http://elfalwayslovesuperjunior.wordpress.com/

Chingu ya, ff ini karya sahabatku, Queen Bee. Udh pernah publish di blog kami bersama. Jangan lupa tinggalkan kritik dan sarannya ya . Selamat membaca ^_^

Dark Not Allways Black (Part 1)

Author: Kim Ga-Eul a.k.a Quen Bee

Donghae POV

Oppaaaaa……gatchi gabsida…!!”

Mwo…..???” Teriakku saat melihat Yeorum tengah berlari mengejarku.

Gatchi gabsida……”

Palli waaa…”

Desah nafasnya tersengal setelah ia sampai sambil menahan tangan di lutut.

Oppa, waeire…? Kenapa kau meninggalkanku dan pulang duluan.” Rajuknya.

Miyanhae Yorum-a, tadi oppa lihat kapal Choi Ajeossi sudah merapat, mungkin eomma dan appa sudah pulang dan sedang menunggu kita.”

Ongguraeyo? Kalau begitu ayo cepat oppa.” Tariknya.

Gaja…” Balasku. Kamipun berjalan beriringan.

TAR!! Petir di siang hari dalam awan mendung yang sedari tadi menutupi langit mengejutkan kami. Sepertinya badai semalam belum akan berakhir.

Oppaaaa…” Yeorum menggenggam lenganku kuat.

“Kau takut?” Tanyaku.

Dia mengangguk.

“Kau tidak akan merasa takut lagi sekarang.” Ujarku sambil meraih tangannya. “Oppa akan selalu bersamamu.”

Yeorum tersenyum lalu menggenggam jari-jariku.

Tes…tes…tes…perlahan-lahan butiran hujan membasahi bumi.

Palli Yeorumbi.

Ne….”

Kami berlari dengan cepat. Perlahan-lahan semak belukar disekitar kami mulai basah. Hujan benar-benar lebat dan sepanjang jalan setapak ini tak ada tempat berteduh. Tiba-tiba…duk!

“Awwww….”

“Yeorum-a weire?”

Yeorum tersandung batu, dia meringis kesakitan.

Oppa.. apho…apho oppa…” Tangisnya.

Gokjonghajimarayo…gwaenchana. Irona.” Pintaku.

Yeorum mencoba berdiri. Tapi, “Aw…, apho oppa…”

Lututnya berdarah, dia tak mungkin kuat berjalan sampai ke rumah.

Gurae, naiklah, biar oppa menggendongmu.” Pintaku.

“Mmm…” Jawabnya sambil menyeka air mata. Sesekali isak tangis mirisnya menahan sakit terdengar di telingaku.

“Sudahlah, tak apa-apa hanya luka kecil. Nanti sampai di rumah eomma akan mengobati lukamu. Arachi?”

Ara oppa.”

Sunyi sesaat.

Oppa….” Panggil Yeorum lagi.

“Hm…”

“Kenapa eomma dan appa selalu meninggalkan kita dan pergi melaut?”

Waeyo? Kau tidak suka?”

Ong…aku hanya selalu merasa kesepian di rumah kalau tak ada eomma dan appa. Oppa juga akan pergi merajut jala sepulang sekolah. Sedangkan aku hanya sendirian memasak sambil menunggu semuanya pulang. Benar-benar sepi oppa.”

Aku berfikir sebentar.

Arayo, lain kali oppa akan merajut jala di rumah saja menemanimu.”

Guraeyo oppa?” Tanyanya girang dengan gerakan yang membuat aku hampir kehilangan keseimbangan.

Ne… Yeorum-a pegangan yang erat nanti kau bisa jatuh.”  Ingatku padanya.

Arasso oppa…” Yeorum mempererat rangkulannya ke leherku.

Oppa…”

Ne…”

“Aku tak ingin kau menjadi nelayan.”

Waeyo?”

Keunyang…apa oppa tidak merasa kalau menjadi anak nelayan seperti kita sangat kasihan. Apa oppa ingin anak-anakoppa juga kesepian seperti kita?”

“Lalu kau ingin oppa menjadi apa?” Ku hentikan langkahku untuk mengambil nafas. Yeorum berat juga, nafasku mulai tersengal, tapi kakinya pasti masih sakit. Ku pererat gendonganku.

“Aku ingin oppa menjadi polisi, atau tentara, dokter boleh juga. Pokoknya pekerjaan yang tidak membawa oppa ke laut. Atau oppa bisa jadi artis yang muncul di tivi, jadi aku bisa melihat oppa setiap hari di layar kaca, hehehehe…eottohke oppa?”

“Memangnya kau akan seumur hidup tinggal di sisi oppa?”

WaeyoOppa shireoyo?”

Ani…oppa akan senang sekali kalau kita bisa selalu bersama. Tapi kau juga nanti akan tumbuh jadi wanita dewasa, menikah dan punya anak. Kalian akan punya keluarga sendiri. Nah, saat itu kau harus mengurus dan menjaga mereka dengan baik. Apa kau akan membiarkan mereka kesepian seperti kita juga?”

Ani…aku akan menemani mereka, aku akan selalu bersama mereka.”

“Nah itu berarti kau akan berpisah dengan oppa.”

WaeyoOppakan bisa tinggal bersama kami. Aku akan menyiapkan sebuah kamar untuk oppa agar kita bisa tinggal bersama.”

“Lalu apa kau juga akan memboyong istri dan anak-anak oppa semua ke dalam rumahmu?” Tanyaku balik.

“Kalau maebunim tidak keberatan, mengapa tidak?”

“Ah maebunimmu nanti pasti akan keberatan.”

Waeyo oppa?”

Aku berhenti lagi sebentar mengambil nafas.

“Karena kami pasti akan kerepotan menambah satu lagi anak manja sepertimu.” Candaku, sambil tertawa.

“Ahh…oppa aku bukan anak manjaaaa…..”

Gurae, kalau begitu selalulah menjadi anak yang kuat, tegar, dan mandiri. Jangan selalu mengandalkan orang lain. Selagi masih ada oppa, eomma dan appa kau masih bisa berkeluh kesah, tapi kalau kami sudah tak ada kau harus lebih kuat Yeorum-a.Arasso?”

“Mm…arasso oppaGeunde…oppa…”

Ne…”

“Berjanjilah kalau kita akan selalu bersama selamanya.”

Aku terdiam. Maut, jodoh dan rezeki merupakan tiga hal yang tak pernah bisa diketahui kapan datangnya. Jika aku berjanji pada Yeorum lalu suatu hari aku tak menepati, bukankah itu akan menjadi sebuah kebohongan baginya. Apa yang harus kujawab? Haruskah aku mengiyakannya?

Oppa… Kenapa tidak menjawab?”

“Hm…..arasso.” Balasku dalam hujan yang membasahi kami berdua.

Beberapa meter menjelang sampai ke rumah, dari kejauhan kulihat banyak orang yang berkerumun.

“Donghae-ya…..!!!” Teriak Bibi Go. Sontak semua mata memandang ke arah kami. Bibi Go menangis, beberapa wanita lain juga menangis. Kuturunkan Yeorum dari punggungku perlahan.

Ahjuma, weire? Tanyaku cemas.

“Donghae-ya, Yeorum-a, eomma dan appa kalian ….. Eomma dan appa kalian….” Bibi Go bicara terputus-putus, tangisnya makin menjadi.

Weire ahjuma? Eomma, appa waeyo?” Tanyaku bingung.

Yeorum juga diam dalam kebingungannya.

“Yeorum-a, Donghae-ya, badai semalam telah menenggelamkan perahu yang eomma dan appa kalian tumpangi. Sampai tadi pagi orang–orang kampung dan beberapa nelayan desa beserta nelayan dari desa tetangga telah mencarinya. Namun sampai saat ini keduanya tak jua di temukan. Hanya perahu juragan Choi yang selamat beserta lima awaknya, yang lainnya juga tak ditemukan. Kami kira eomma dan appa kalian sudah meninggal, tenggelam bersama ombak yang menerjang perahu mereka semalam.” Bibi Go tetangga kami mengabarkan sambil memeluk Yeorum dalam tangisannya.

Mwo??? Anieyo… ahjuma, ahjuma no nungdamieyo?” Tanyaku meyakinkan diri. Tapi hanya gelengan kepala darinya dan orang-orang disekitar yang kudapatkan. Kakiku mundur beberapa langkah, kepalaku tertunduk lemas, lututku bergetar, aku tersungkur dalam hujan.

ANDWAEEEEEEEEEEEE………EOMMA, APPA…ANDWAEEEEE.” Teriakku.

☺☺☺☺☺

Namaku Lee Donghae. Adikku Lee Yeorum tiga tahun di bawahku, kami baru saja menyelesaikan sekolah menengah kami. Kami telah ditinggal pergi kedua orang tua kami yang bekerja sebagai nelayan beberapa waktu lalu. Seperti yang diberitakan, perahu eomma dan appa tergulung ombak ketika badai menerjang saat itu. Tak ada upacara kematian, tak ada pemakaman, ataupun abu yang bisa disebarkan. Jasad keduanya tak di temukan bersama beberapa nelayan lain yang melaut pada saat yang bersamaan. Ini adalah hal yang biasa terjadi di desa nelayan. Saat kalian turun ke laut, nyawa akan menjadi tak ada harganya, semua orang di desa ini paham sekali akan hal itu. Aku dan Yeorum hanya berusaha tegar untuk melewati hidup kami berikutnya.

Oppa, kita mau kemana?” Tanya Yeorum saat aku mengajaknya berkemas-kemas.

“Ke kota.” Jawabku pelan.

“Ke tempat siapa?” Tanyanya lagi.

Kuhentikan aktifitasku, aku menatapnya dalam. Matanya kecil seperti eomma dengan tulang pipi yang sedikit tinggi sepertiappa. Hidung kami sama, dengan senyum yang kata orang seperti senyum eomma. Memang gen eomma lebih banyak melekat pada kami di banding appa. Sungguh tak tega mengatakan, bahwa kami tak punya tujuan setelah sampai di kota. Aku memeluknya perlahan. Bau tubuh Yeorum seperti eomma, bahkan aku akan memeluknya lebih erat dalam tidur jika aku merindukan eomma danappa.

“Yeorum-a, oppa belum tahu kita akan ke tempat siapa. Karena seperti yang kau tahu kita tak punya saudara di sana. Tapioppa berjanji akan selalu menjagamu. Oppa percaya kita bisa mempunyai kehidupan yang lebih baik di sana.”

“Tapi aku takut oppa?”

Waeyo?”

“Aku takut jika kita sampai di kota, aku akan kehilanganmu oppa, seperti Bibi Go yang kehilangan putranya.”  Kecemasan tergambar jelas di wajahnya. “Oppa, jika kau tak ada, aku sudah tak punya siapa-siapa lagi. Lalu aku harus bagaimana?”

“Yeorum-a tenanglah, kau tak akan pernah kehilangan oppa, kita akan selalu bersama. Kau akan selalu oppa bawa kemana saja, gokjonghajimaseyo.” Pintaku sambil mendekapnya pelan.

Anak Bibi Go tetangga kami, tiga tahun yang lalu juga memutuskan merantau ke kota. Namun setelah beberapa bulan di sana dia dikerjai sekumpulan berandalan dan akhirnya ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Ini menjadi berita yang menggemparkan desa. Awalnya para tetangga juga melarangku. Beberapa keluarga yang selama ini berhubungan baik dengan kami bersedia menampung Yeorum selama aku ke kota. Tapi untuk berapa lama? Sedangkan Yeorum tak ingin berpisah denganku, akupun tak tega membiarkan dia seorang diri. Ini semua pastilah berat untuknya. Aku telah bertekad tak ingin bergantung pada orang lain. Lagi pula aku berharap Yeorum bisa meneruskan sekolahnya, dan pendidikan di kota jelas jauh lebih baik dari di desa. Pertanyaanya, dengan apa Yeorum akan ku sekolahkan? Sedangkan uang untuk berangkat sekarang saja adalah hasil penjualan ikan eomma dan appa terakhir kali, yang jumlahnya juga tak banyak.

Aku melepas pelukanku sedikit, lalu menatapnya lagi. “Yeorum-a, oppa berjanji apapun yang terjadi kita akan selalu bersama selamanya.”

Yaksok?”

Aku mengagguk.

☺☺☺☺☺

Ibu kota yang menggiurkan, membuat lelaki tanggung sepertiku tergoda untuk mengadu nasib di bawah rengkuhanya. Menjauhi kapal api yang membawa kami meninggalkan desa,  dengan punggung menyandang ransel berisi beberapa helai pakaian, kami saling bergandengan tangan.

Yeorum tertidur dengan kepala menyandar di bahuku saat kami telah berada di dalam bis yang menuju pusat kota. Kelehan tersirat dalam lena tidurnya.

“Yeorum-a, irona…sudah sampai.” Aku membangunkannya ketika bis yang kami tumpangi berhenti di terminal terakhir.

“Oaaaahhhh…. Eodie oppa?” Tanyanya.

“Entahlah,  kita turun saja dulu.”

Ini sudah malam. Saat kami meninggalkan bis itu, lampu-lampu yang terang benderang dengan beraneka warna telah menghiasi Seoul. Lama kami berjalan tak tentu arah.

Eodigayo oppaHimdero oppa.” Yeorum mulai mengeluh.

Mianhae, oppa juga tak tahu kita akan kemana, tapi tenang saja Tuhan bersama eomma dan appa pasti akan melindungi kita.”

Yeorum menggosok-gosok matanya.

“Yeorum-a, ayo naik.” Kataku sambil berjongkok, setelah menurunkan ransel dari punggungku.

“Mmm…???”

“Ayolah, oppa tahu kau masih mengantuk. Biar oppa menggendongmu agar kau bisa tidur.” Pintaku dengan senyum yang tak mungkin dilihatnya.

Ne….” Yeorum merangkulkan lengannya  ke leherku.

Akhirnya setelah lelah berjalan dengan Yeorum yang terlelap di punggungku, aku berhenti di sebuah emperan toko. Kuletakkan dia hati-hati, lalu kualaskan tas yang tadi disandangnya sebagai bantal. Tak jauh, aku melihat seorang ahjuma yang menjual kue. Aku berjalan menuju wanita itu dan segera kembali.

“Yeorum-a, irona. Kau belum mengisi perutmu dengan apapun sejak kita pergi, makanlah ini. Oppa sudah membelikan kue ikan untuk kita.”

Yeorum mengucek-ucek matanya. Lalu mengambil sepotong kue ikan dari tanganku.

☺☺☺☺☺

Sudah berhari-hari berjalan mengitari Seoul yang katanya memiliki banyak lowongan pekerjaan ternyata hanya tipuan belaka. Dan, sudah dua hari ini aku dan Yeorum belum makan apapun juga. Kami hanya tidur di jalanan, saat toko-toko yang tidak buka 24 jam tutup, lalu paginya akan di usir si pemilik karena dianggap mengganggu aktifitas mereka. Malangnya, uang yang kami miliki sudah di copet saat hari ketiga kami sampai di ibu kota. Menjadi pengemis??? Tidak!! Aku tak serendah itu, aku masih kuat dan ingin bekerja menghidupi adikku. Tapi pekerjaan apa yang bisa kulakukan.

Oppaaa…baegophayo…” Yeorum memelas dengan air mata padaku. Kuraba keningnya, sepertinya dia demam. Debu jalanan, mengotori wajahnya yang ayu. Sisa air mata semalam meninggalkan bekas seperti anak sungai yang kering di pipinya. Semalaman dia menangis merindukan eomma dan appa. Kini akulah eomma dan appanya, aku tak akan membiarkan dia menderita. Kupeluk tubuh yang sudah jauh lebih kurus semenjak kami meninggalkan desa. Tapi aku tak tahu harus berbuat apa.

Tak jauh dari tempat kami menggelandang, kulihat sesosok ahjuma bertubuh tambun baru saja turun dari mobil mewah yang tak kuketahui mereknya. High heelsnya berdetak-detak, bulu topi di atas kepala berayun-ayun mengikuti langkah kakinya. Dia menuju toko kue yang tampak dari arah sini.

“Pelayan, bungkus ini, ini dan ini.” Katanya yang terdengar sangat jelas di telingaku. Mungkin deretan kue lezat yang menggiurkan hingga membuat air liur Yeorum menetes sedang di borongnya. Dia mengeluarkan dompet. Kupikir dia akan membayar dengan uang tunai, namun ahjoma itu hanya menarik sepotong kartu, lalu memberikannya pada pelayan itu.  Tapi aku jelas melihat lipatan-lipatan uang kertas  mengisi dompet mahalnya yang masih terbuka.

Sekelebat bayangan muncul dalam pikiranku.

“Donghae-ya, sesulit apapun hidup yang kau alami nantinya, jangan pernah melakukan perbuatan tercela. Kita boleh miskin harta, namun haruslah kaya jiwa.” Nasehat appa terakhir kali sebelum badai itu.

Oppa, bae gophayo….” Yeorum menatap mataku sayu.

Hatiku teriris-iris melihatnya. Kutarik nafasku dalam-dalam.

“Yeorum-a, gidariseyo, jangan kemana-mana, oppa akan segera kembali. Arachi?”

“Mmm….” Sahutnya dengan tatapan sayu.

Entah setan dari mana yang berbisik padaku. Tanpa pertimbangan aku menuju ke arah ahjoma itu, dan dengan cepat menyambar dompet, lalu berlari sekuat tenaga menjauhinya. Ya Tuhan, aku baru saja mencuri, bisik hatiku.

“Copet….copet…!!” Kudengar teriakan ahjoma itu, namun aku berusaha untuk tak perduli. Tapi aku salah perhitungan. Secepat semut yang mengerubungi gula, secepat itu pula orang-orang mengepung dan menyeretku ke kantor polisi.

Buk….buk…buk… Entah sudah berapa pukulan yang kuterima. Ini adalah pertama kalinya perbuatan hina ini kulakukan, dan aku langsung tertangkap. Para petugas itu menuduhku komplotan pencopet jalanan dan ingin membuatku mengaku dengan terus memukuliku. Tapi apa yang bisa kukatakan, aku tak tahu menahu tentang orang-orang yang mereka bicarakan.

Dalam dinginnya sel penjara, eomma datang padaku.

“Donghae-ya anakku sayang, bagaimana keadaanmu? Apa kalian berdua baik-baik saja?” Tanyanya. ”Eomma dan appasangat merindukan kalian.”

Eomma, aku dan Yeorum sangat merindukanmu, saaangaaat merindukamu.”

“Donghae-ya, eomma dan appa sangat sedih dan kecewa atas apa yang terjadi pada kalian. Eomma merasa malu untuk menemui Tuhan karena telah meninggalkan kalian dalam keadaan yang tak menyenangkan. Begitu singkat waktu kita untuk bersama namun hanya jalan keluar yang buruk yang bisa kau lakukan untuk bertahan  hidup bersama adikmu. Eomma benar-benar merasa bersalah telah meninggalkan kalian seperti sekarang.”

Eomma, mian…mianhae eomma, jongmal mianhae eomma. Aku berjanji tak akan pernah melakukan perbuatan itu lagi. Aku menyesal, sungguh-sungguh menyesal eomma.” Pintaku pada eomma.

Eommaku terus menangis sambil menggeleng.  Perlahan-lahan kabut tebal membuat jarak diantara kami. Seolah ada sebuah kereta tak terlihat yang menarik eomma pergi, beliaupun menghilang dari hadapanku.

Eomma…eomma.” Aku berusaha menggapainya namun sia-sia.

Akupun tersentak dari tidurku.

Eommaappa aku berjanji kalau aku tak akan pernah mengecewakan kalian berdua lagi. Bisik hatiku lirih.

Tiga hari dalam tahanan, dan entah siapa yang menjadi penjaminku, akhirnya aku keluar dari sel polisi itu.  Setelah membuat laporan, aku melangkah menghirup udara bebas kembali. Di ujung gang tiba-tiba seseorang menutup mataku, menyumpal mulutku, mengikat kaki dan tanganku. Aku mencoba untuk melawan, tapi percuma saja. Kudengar deru suara mobil, aku bisa merasakan kalau aku mulai bergerak meninggalkan tempat semula dan aku dibawa entah kemana.

“Buang dia!” Terdengar perintah seseorang. Tubuhkupun terguling. Aku tak tahu ini dimana, dan mengapa aku di bawa kemari. Tak perlu menunggu lama, hingga kurasa ada orang yang membopongku menjauhi tempat aku ditinggalkan tadi.

Saat mataku bisa bekerja dengan leluasa, aku telah berada di depan sebuah gedung tua yang terkungkung oleh deretan bukit disekitarnya. Tempat yang bersih dengan udara yang segar. Mereka yang tadi menemukanku, mendorongku tanpa suara untuk masuk ke dalam. Lorong-lorong tinggi dengan cahaya seadanya menjadi pemandangan saat aku dipaksa menuju ke sebuah ruangan gelap. Didudukkan di kursi besi yang dingin dengan borgol yang masih melingkar di pergelangan tangan, seolah-olah aku penjahat kelas kakap.

Kemudian seorang pria bertubuh kekar, berpakaian rapi dengan langkah tegap berjalan ke arahku dan duduk tepat di hadapanku. Raut wajahnya tidak menunjukkan kalau dia orang yang ramah.

“Nama?”

“Lee Donghae.”

“Umur?”

“Delapan belas.”

“Asal?”

“Mokpo.”

“Pekerjaan?”

Aku menggeleng.

“Pendidikan?”

“Aku baru menyelesaikan Senior High Schoolku.”

“Kau punya ijazah?”

Aku mengangguk.

Dia membuka rantai borgolku. Pria kekar tadi, sebutlah Mr. X bernegosiasi denganku. Cukup lama kami berdiskusi, iming-iming yang dijanjikannya sangat menarik.

Eottohke??” Tanyanya.

Aku terdiam.

“Bisakah kalian menjamin keamanan adikku?”

“Kami menyanggupinya.” Balas Mr. X.

Tergiur dengan tawarannya, aku mengagguk dan menyanggupi pekerjaan yang ditawarkan walau itu berbahaya.

“Jadi, kapan kau akan bergabung?” Tanyanya.

Resiko pekerjaan ini sangat tinggi. Aku hanya memiliki Yeorum seorang, dan aku tak ingin sesuatu terjadi padanya.

“Berikan aku waktu untuk mencari dan menempatkan adikku dengan aman.” Pintaku.

“Ok! Orangku, (dia menunjuk seseorang yang entah sejak kapan ada di belakangku) akan memberitahumu pertemuan berikutnya.”

Aku mengangguk, lalu dia menyuruhku keluar.

Sampai di depan bangunan tua itu, perlakuan yang sama kuterima kembali. Diangkut dengan deru mobil dan ditinggalkan di tempat aku diciduk awalnya. Untunglah itu tak jauh dari kantor polisi jadi aku masih bisa mengira-ngira posisiku. Aku melangkah melewati bangunan yang pernah menjadi penginapanku selama beberapa hari kemarin. Tapi, siapa itu? Ah Yeorum, kulihat dia duduk di depan pos penjagaan bersama seorang gadis.

Oppaaaa……” Teriaknya begitu dia melihatku. Kami berpelukan.

Oppa, mereka bilang kau telah pergi sedari tadi. Aku bingung tak tahu harus mencarimu kemana? Oppaa…aku cemas sekali kalau aku tak bisa bertemu kau lagi.” Tangisnya di pelukanku.

Yeorum, mianhae, oppa menyesal telah melakukannya.” Ucapku memohon.

Gwaenchana oppa, arasso.” Ucapnya saat dia melepaskan pelukanku.  “Oppa, ini Gaul Eonni yang menolongku kemarin.”

Aku merendahkan kepalaku sedikit sambil mengucapkan terima kasih.  Dia hanya tersenyum.

Gaja, jibe gayo.” Kata gadis itu.

Jibe???” Tanyaku bingung.

Ne oppa, Gaul Eonni bersedia menerima kita di rumahnya untuk sementara waktu.” Jelas Yeorum padaku.

Jinca?” Tanyaku tak percaya. Gadis yang dipanggil Gaul itu hanya tersenyum.

Aku tak punya pilihan, walau hati berat aku juga tak punya tujuan. Akhirnya aku melangkahkan kaki bersama mereka.

☺☺☺☺☺

“Masuklah.” Ujar Gaul setelah kami sampai di rumahnya.

Gomawo.” Balasku canggung.

Rumah Gaul adalah rumah atap di bagian atas sebuah rumah susun di area sempit yang cukup jauh dari pusat kota. Nasibnya tak jauh berbeda dengan kami. Orang tua sudah tak ada, saudara juga tak punya. Gaul bekerja sebagai pelayan toko kue di tempat pencurian yang kulakukan waktu itu. Dia melihat Yeorum menangis-nangis sambil terus memanggil namaku

“Aku hanya tinggal sendiri. Di sini ada dua kamar, aku akan sekamar dengan Yeorum, sementara kau bisa memakai kamar yang satunya lagi. Ayo kutunjukkan kamarmu.” Ajaknya.

Aku mengikuti langkahnya dengan Yeorum yang menggandeng lenganku. Gaul mengantarku memasuki sebuah ruangan kecil berukuran tiga kali empat.

“Kau pasti lelah, istirahatlah. Jangan sungkan-sungkan, anggap saja rumah sendiri. Kami akan membangunkanmu setelah menyiapkan makan malam.” Dia tersenyum. Sejujurnya senyuman itu telah menggetarkan hatiku.

Ne oppa, kamar mandinya ada disana, kalau oppa mau bersih-bersih dulu. Aku akan membantu eonni memasak.” Yeorum tertawa kecil lalu mengikuti Gaul menuju dapur. Gaul gadis yang baik hati, walau tak saling kenal, di tambah kasus yang kulakukan kemarin dia masih saja tetap bisa menerima kami.

☺☺☺☺☺

“Gaul-a, nomu-nomu gamsahamnida atas pertolongannya. Aku tak tahu harus bagaimana  membalas budimu.” Ujarku memulai pembicaraan kami di teras depan malam harinya.

Gwaenchana, aku senang kalian ada disini.”

“Soal kejadian kemarin, aku….” Aku bingung harus menjelaskannya.

Gwaenchana, aku tak mempersoalkannya, dan kau tak perlu mengungkitnya lagi. Aku percaya kau bukan orang seperti itu, lagi pula tidak semua yang gelap itu hitam.

Aku tertegun mendengar penuturannya. Yah, tidak semua yang gelap itu hitam, Gaul benar.

“Aku akan segera mencari pekerjaan, agar kami tak merepotkanmu, kemudian kami bisa pergi dari sini.”

“Kalian akan pergi?” Tanyanya.

“Kami tak mungkin selamanya menjadi bebanmu.” Balasku.

Gaul terdiam,wajahnya berubah murung.

“Donghae-ya, aku sadar kita bukan keluarga, dan aku juga tahu akan bagaimana pandangan tetangga tentang kita. Tapi….tidak bisakah kau dan adikmu tinggal bersamaku. Aku tak punya siapa-siapa lagi. Ketika Yeorum kubawa ke rumah ini, aku telah menjadikannya bagian dari hidupku, tentu saja kau sebagai oppanya juga kuterima dengan hati terbuka. Tapi jika kau berkata ingin pergi, aku merasa akan ada bagian yang hilang dari hidupku. Kuharap kau bisa mengerti.”

Aku tak membalas ucapannya. Dia segera meninggalkanku menuju kamar di tempat Yeorum kini terlelap. Setelah kejadian itu hubungan kami agak sedikit kaku.

Beberapa hari kemudian, seperti yang telah disepakati, aku melihat pria yang waktu itu dijanjikan akan menjemputku. Kuhampiri namun tidak langsung menyapanya. Kami berpapasan lalu dia setengah berbisik di sampingku. “Datanglah dua hari lagi saat tengah malam.”

Aku mengangguk, setelah dia menyelipkan sehelai kertas petunjuk lalu pergi kearah yang berlawanan denganku.

Aku kembali ke rumah. Ini sudah sore, Gaul sudah berganti shift melayani toko majikannya, dan kini ia bersama Yeorum sedang menyiapkan makan malam.

“Gaul-a.” Panggilku. “Aku ingin  bicara denganmu sebentar.”

Ne..” Jawab Gaul sambil membersihkan tangan pada celemek yang tersampir di bahunya. Adikku masih sibuk memotong-motong wortel. Aku mengajak Gaul menjauhi Yeorum.

“Gaul-a, aku tahu kau kecewa dengan ucapanku waktu itu. Tapi sungguh aku tak ingin merepotkanmu. Kami pendatang baru dalam hidupmu, dan aku tak berharap kalau kami akan menjadi beban bagimu.”

“Aku tak pernah mengaggap kalian sebagai beban.” Bantahnya.

Kutatap matanya, kami saling terdiam.

“Baiklah, kalau kau memang tak keberatan, aku dan Yeorum akan tetap bertahan di sini.”

Guraeyo?” Tanyanya tak percaya.

Aku mengagguk.

Gomawo Donghae-ya.” Kebahagiaan kini tergambar lagi di wajahnya.

“Aku yang harusnya berterima kasih.”

Chonmaneyo.” Sahutnya cepat.

“Satu lagi, aku sudah mendapatkan pekerjaan, dan selama beberapa waktu ini mungkin tidak bisa pulang. Setiap bulannya aku berjanji akan mengirimkan uang pada kalian, dan kuharap kau bisa menjaga Yeorum selama aku tak ada.”

Dia mengerinyitkan alis saat aku menyebut kata ‘uang’.

“Kenapa harus mengirim uang? Aku tak suka. Bagiku kalian adalah keluargaku. Kau tak perlu mengkhawatirkan Yeorum lagi. Aku akan berusaha semampuku.”

“Kalau kau menganggapku keluarga, maka kau harus mengijinkan aku membantu biaya hidup kita. Bukankah memang sepantasnya setiap anggota keluarga saling membantu?” Balasku.

Dia berfikir sebentar. “Baiklah, aku mengerti, aku akan sangat menghargai dukunganmu. Gomawo karena bersedia tinggal bersamaku.”

“Aku akan berangkat tengah malam secara diam-diam dua hari lagi. Aku tak ingin Yeorum mengetahuinya, karena mungkin saja adikku itu tak akan mengizinkanku meninggalkannya.”

“Memangnya apa pekerjanmu?”

“Sekarang ini aku belum bisa menjelaskannya, namun suatu hari aku pasti akan memberitahumu. Aku hanya ingin kau percaya padaku.” Aku mencoba untuk meyakinkannya.

“Baiklah, kau bisa mengandalkanku.”

“Maaf jika aku merepotkanmu.” Sesalku.

Ani, kau bisa percayakan Yeorum padaku.” Ujarnya.

Dua hari setelah itu aku berangkat seperti yang direncanakan. Dalam kegelapan malam saat menuruni tangga, dari lampu kamar mereka aku bisa melihat sosok Gaul mengantar kepergianku. Gomawo Gaul-a, bisik hatiku.

☺☺☺☺☺

Tiga tahun kemudian.

Ya…jebloskan dia ke dalam penjara!!!” Pria berseragam yang tadi menangkapku memerintahkan anak buahnya untuk membawaku ke ruangan dingin berjeruji besi. Persis seperti tiga tahun yang lalu. Pukulan, cacian, makian menemani hari-hariku selama interogasi. Tuduhan yang dilontarkan padaku kali ini adalah gembong pengedar narkotika. Hahahaha….cocok sekali mungkin. Rambut panjang berantakan, dengan jambang yang tak terurus, selain itu tubuh kurusku terkesan seperti seorang pemakai. Kurasa tuduhan itu masuk akal. Orang yang melihat pertama kali pasti juga akan langsung mencuirigaiku sebagai penjahat.

Mereka menangkapku di pasar kumuh saat aku sedang buang air kecil di sudut kios yang gelap. Mungkin memang ada yang baru bertransaksi, karena aku memang berpapasan dengan dua orang yang sekilas dapat kulihat wajahnya. Tapi…hei bukankah itu dia? Pria yang tadi?

Ya…kau gembel yang tadi di belakang kami ya?” Tanyanya.

Aku mengagguk. “ Huh…gara-gara kalian aku jadi tertangkap.” Balasku.

Pria itu berkulit putih, dengan baju tanpa lengan yang jelas kebesaran serta jins belel yang robek di bagian paha dan lutut. Tulang pipa terlihat di lehernya. Mengingat tubuh cekingnya yang amat sangat kurus. Jika ia adalah pengedar, mungkin dia juga pemakai, pikirku. Wajahnya tak jauh berbeda denganku, lebam dengan bengkak biru serta darah merah yang masih segar di bibirnya. Baru dipukuli juga.

“Hyukjae.” Ucapnya sambil mengangsurkan tangan dengan percaya diri.

“Fishy…” Balasku.

“Tenang saja, kita akan segera keluar.” Ujarnya.

“Kita?”

“Hm…aggap saja kita berteman sekarang.”

Aku hanya mengangguk tak percaya sambil menggaruk kepalaku yang gatal. Mungkin makhluk kecil yang disebut kutu juga sudah bersarang di sana.

Hyukjae benar, esoknya polisi yang berjaga hari itu meminta kami keluar tahanan.

“Apa ku bilang, mereka tak akan bisa menyentuh hyong.” Kata Hyuk yang kini melangkah dengan ringan. “No, odigayo?” Tanyanya padaku saat kami sudah di luar gerbang.

Aku menggeleng.

“Aku mengamati kau sudah menggelandang selama ini. Kupikir kau lumayan. Ikutlah denganku, hyong pasti tak keberatan menambah satu orang lagi.”

Aku tak menunjukkan minatku, namun aku juga tidak menolak. Hanya mengikuti arah kakinya melangkah.

☺☺☺☺☺

Beberapa bulan kemudian.

Kami berdiri berjauhan (aku dan Hyukjae) di bawah sebuah jembatan di pinggir Sungai Han. Riak air yang dihembus angin terdengar merdu di telingaku. Ini sudah dini hari, dan transaksi akan terjadi beberapa saat lagi. Dari kerlap-kerlip lampu jembatan aku bisa melihat Hyuk memainkan batangan korek api di mulutnya. Tubuhnya bersandar malas. Dia hanya memakai kaos tanpa lengan yang kebesaran (favoritnya). Yah ini sudah musim panas. Yeorum, apa yang sedang kau lakukan. Oppa sangat merindukanmu, bisik hatiku. Lalu anganku melayang.

==========================================================

Kenangan Donghae sepuluh tahun lalu.

“Oppa…palli wa!” Panggil Yeorum padaku

“Waeyo?” Tanyaku tergesa-gesa  keluar kamar.

“Tadaaa….” Yeorum mengangsurkan sebungkus gulungan harum manis berwarna merah jambu dari balik punggungnya padaku.

“Darimana kau mendapatkannya?” Tanyaku penasaran.

“Aku membelinya di pasar bersama appa tadi siang.”

“Mmm…, makanlah.” Ujarku.

“Ani…aku mau memakannya bersama oppa. Ja oppa kita duduk di teras sambil memandang laut dan langit musim panas, lalu mendoakan eomma dan appa supaya bisa pulang  dengan selamat dengan membawa tangkapan ikan yang baaanyak.” Cerocosnya sambil menarik paksa tanganku menuju beranda.

Aku hanya tersenyum geli melihat tingkahnya.

“Yeorum-a.”

“Ne…” Yeorum menoleh sambil terus mengemut harum manis di tangannya.

“Kalau sudah besar kau ingin jadi apa?” Tanyaku.

“Nanun?” Tanyanya balik.

Aku mengangguk, sambil mencomot harum manis  dalam plastik. Manis sekali.

“Akuuu…mau jadi orang kaya.”

“Waeyo?”

“Karena orang kaya punya banyak uang.”

“Ong…lalu uangnya akan kau apakan?”

“Aku akan belikan eomma dan appa rumah yang besar dan kapal yang besar, supaya eomma dan appa tak perlu bekerja lagi. Dan aku juga akan membelikan oppa motor yang  paling bagus, jadi oppa tak perlu meminjam sepeda Choi Ajeossi lagi untuk pergi menjahit jala ke desa sebelah. Kita sekeluarga bisa selalu berkumpul bersama. Eottohke oppa?”

“Guraeyo?”

“Hmm… Oahh…..” Yeorum mulai mengantuk, lalu menyandarkan kepalanya di bahuku.

“Kau sudah mengantuk? Ayo kita masuk.”

“Ani, aku mau disini dulu bersama oppa.” Pintanya.

“Arasso.”

Bintang-bintang berkelap-kelip dengan indahnya, bulan purnama juga bersinar dengan terangnya. Eomma, appa semoga tangkapan kalian kali ini lebih banyak dari biasanya, doaku dalam hati.

Malam itu Yeorum tertidur nyenyak di bahuku.

==========================================================

“Ehem…ehem…” Hyuk memberi sinyal padaku. Seorang pria mendekatinya, lalu barang haram itu telah berpindah tangan ke pemiliknya yang baru. Kami segera meninggalkan tempat itu.

Esoknya.

“Hyukjae-ya, aku tidak akan bekerja dalam beberapa hari ini.”

Wae?”

“Aku ingin pulang sebentar.”

“Tapi pesanan kita sedang banyak.” Bantahnya.

“Ah…kau saja yang bekerja sendiri. Beberapa hari lagi adalah peringatan kematian orang tuaku. Aku ingin mengunjungi makam mereka.” Aku berbohong.

Arasso.” Dia mengakhiri pembicaraan kami. Lalu turun ke bawah.

Hyukjae, teman yang membawaku ke dalam dunia kelam ini. Dia mengenalkanku pada bosnya yang salah satu bandar besar narkotika di Seoul. Mereka mempercayaiku dan menerimaku sebagai bagian dari mereka. Sejak hari itu aku bergabung dengan sindikat yang masuk dalah daftar hitam target pencarian polisi saat ini.

Di luar perkiraanku, Hyukjae, walau awalnya hanya seorang kurir pengantar, namun tak pernah memakai barang haram itu untuk dirinya sendiri. Dia hanya bekerja untuk mendapatkan uang demi kebutuhan hidup. Dunia memang kejam. Hyuk juga tak punya siapa-siapa lagi. Appanya mati karena over dosis, eommanya yang juga pemakai tewas saat menyayat diri sendiri untuk mengatasi sakaunya karena tak sanggup untuk membeli barang itu.  Hyuk melihat semua itu didepan matanya. Sebenarnya Hyuk sangat benci pekerjaan ini, namun lilitan hutang yang ditinggalkan orang tuanya  membuat Hyuk nekad menjadi pengedar.

☺☺☺☺☺

 

Aku kembali ke toko kue tempat aku melakukan aksi pencopetanku yang pertama. Toko itu sudah sedikit berbeda, tapi aku tahu itu tempat yang sama. Mengulang kejadian yang dimainkan ajuma tambun, aku memesan sekotak cake besar yang berhiaskan cream dengan lingkaran stroberi yang menggiurkan. Tak lupa kutanyakan perihal Gaul. Namun ternyata Gaul sudah tak bekerja di sana lagi sejak setahun yang lalu.  Pelayan ini tak mengetahui kemana Gaul pergi, namun seorang pelayan senior memberitahuku alamat Gaul yang bisa di kunjungi. Aku bisa merasakan kedua pelayan tadi ketakutan saat menatapku.

Berbekal secarik kertas petunjuk, aku menyusuri jalanan mencari toko kue milik Gaul sendiri. Cukup lama berputar-putar di kawasan yang baru kali ini kulewati. Aku melihat papan toko bertuliskan “YEORUM CAKE”. Yeorum Cake? Mungkin ini maksudnya. Begitu kulongokkan kepala mengintip melalui etalase kaca, aku melihat seorang wanita memakai celemek berenda menyampingiku sedang menghias kue bundar penuh cream berlemak.

Kutarik bel yang  berada di depan pintu. Seorang gadis keluar dengan tergesa menuju kaca etalase tempat kue-kue dipamerkan.

Ne….ada yang bisa saya bantu ajossi?” Serunya ramah. “Yang istimewa di hari ini,  kami punya cake pelangi dengan strawberry di atasnya, puding cokelat serta…..” Gadis itu berhenti bicara saat dia menyadari kalau aku sedang memperhatikannya.

Mata itu, hidung itu, bibir itu, seperti lukisan ganda yang dulu pernah kulihat. Ini Yeorum, Yeorum nae dongsaeng. Yeorum yang kini sudah tumbuh besar dengan raut wajah yang mengingatakanku pada sosok wanita yang telah melahirkanku. Lama aku menatapnya. Bahkan air mata yang tumpah tak terasa telah menganak sungai.

Ajeossi…ajeossi…..?? Waeyo?” Panggilnya.

Bruk…. Kotak kue yang kubawa terjatuh, isinya mungkin sudah berantakan.

Dia tak mengenaliku. Tentu saja, aku juga sudah jauh berubah. Jambang lebat yang tumbuh di wajahku menyamarkan siapa aku.

TBC

Credit: http://elfalwayslovesuperjunior.wordpress.com/

Chingu ya, ff ini buatan dr sahabatku Kim Ga-Eul. Udh pernah publish di blog kami bersama. Jangan lupa tinggalkan kritik dan sarannya ya . Selamat membaca ^_^

LISTEN TO YOU

Huwaa…tak punya ide untuk ultah biasku tersayang, jadilah aku mengubek2 ff lama yang tak penah berani ku publish ini. Mian kalo g ada hubungannya dengan ultah sama sekali. Anggap aja ini persembahanku untuk ultahnya Kyu ditengah kebuntuan otakku. Mian juga kalo ceritanya ngawur n picisan. Sekali lagi ini hanya demi merayakan ultahnya Kyu. Saengil Chukhae My EvilKyu. Semoga kau selalu di beri kebahagiaan  dan banyak cinta di sepanjang usiamu. Amin. Saranghae…^_^

Kyuhyun POV…

“KYUHYUN OPPAAAA….SARANGHAEYOOOOO…..!!! JEONGMAL SARANGHAEYOOOO……!!!” Dia berteriak ke arah laut lepas dan aku hanya tersenyum kecil melihat ulahnya. Kekanak-kanakan sekali!

Namanya Yeorum. Umurnya 20 tahun. Umur kami hanya terpaut tiga tahun. Aku pertama kali mengenalnya saat aku berumur sepuluh tahun. Dia adalah tetanggaku. Saat itu dia baru saja pindah dari Indonesia bersama keluarganya.

Lincah, ceria, manja, kekanak-kanakan, keras kepala, ceroboh, pantang menyerah, egois, namun tetap sangat manis. Begitulah aku mengapresiasikan dirinya.

Aku sudah sangat mengenal sifatnya karena kami memang sudah bersama selama 13 tahun. Ani! Lebih tepatnya lagi dia yang memaksaku untuk sangat mengenal sifatnya karena dia selalu mengikutiku ke mana saja aku pergi.

Saat ulang tahunnya  yang ke-17 dia memaksaku untuk mengabulkan sebuah permohonan yang dibuatnya sendiri di hari lahirnya itu. Katanya anggap saja ini sebagai kado ulang tahun dariku.

Awalnya aku tidak menyetujuinya karena aku yakin dia akan meminta yang aneh-aneh seperti kebiasaannya. Tapi dia terus memaksaku. Sampai akhirnya aku mengiyakan. Dan seperti yang kuduga dia meminta hal yang sungguh membuatku tercengang. Dia memintaku untuk menjadi pacarnya. Sungguh sangat membuatku kesal saat itu. Namun aku tak punya pilihan lain selain mengabulkannya.

Satu hal lagi yang sangat menonjol dari dirinya. Dia sepertinya dianugerahi kemampuan untuk membuat orang lain tidak mampu menolak setiap permintaannya. Bahkan aku sendiri yang amat sangat tidak bisa dipaksa untuk melakukan hal-hal yang tidak ku sukai, sering tak sanggup menolak permintaannya.

Contohnya saja seperti saat ini. Dia berhasil memaksaku berjanji bahwa aku akan mengantarnya ke pantai setiap hari minggu hanya untuk mendengarkan dia meneriakkan kata “saranghae” kepadaku. Tapi satu hal yang tak pernah bisa dia lakukan sampai saat ini. Dia tak pernah bisa memaksaku untuk mengatakan cinta padanya.

“Oppa ayo kemari,” panggilnya menoleh ke arahku.

“Aku tidak mau!” ujarku acuh.

“Ayolah oppa. Sekali iniiiiii saja. Kau harus berteriak bahwa kau mencintaiku,” dia memohon padaku.

“Sudahlah, jangan bersikap kekanak-kanakan seperti itu. Aku kan sudah katakan kalau aku tak mau melakukannya. Jadi jangan memaksaku. Kau sudah selesai kan? Ayo kita pulang!” ajakku dan membalikkan tubuh membelakanginya. Aku sempat melihat kalau dia memasang wajah cemberutnya sebelum aku membelakanginya.

Aku berjalan hati-hati menapaki batu-batu karang. Sejenak aku teringat sesuatu dan kembali menoleh ke arahnya. Dia berada sekitar sepuluh meter di belakangku dan wajahnya masih saja cemberut. “Yeorum~a, hati-hati. Jangan sampai kau terjatuh lagi,” seruku memperingatkannya. Tapi belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, tiba-tiba aku melihat tubuhnya oleng dan akhirnya dia tersungkur di atas batu karang.

Aku sangat terkejut melihatnya dan langsung berlari mendekatinya. Kemudian ku bantu dia untuk duduk. “Aish, kau ini! Mengapa setiap kali selalu tak berhati-hati. Setiap hari kau sibuk saja memberikan luka pada tubuhmu ini,” ujarku kesal sambil memeriksa keadaannya.

“Coba kau lihat, lukamu yang lama belum juga sembuh, tapi sekarang sudah kau timpa lagi dengan luka yang baru. Aish jincha!!!” Aku bertambah kesal saat melihat kedua lutut dan sikunya terluka.

“Ayo kita cari obat untuk mengobati lukamu,” ujarku lagi berusaha membantunya berdiri.

“Oppa, perih sekali,” keluhnya.

“Aish…merepotkan sekali!” ujarku sambil segera menaikkan dia ke punggungku dan menggendongnya sampai ke mobilku yang ku parkir cukup jauh dari tempat kami berada.

******

Yeoreum POV

“Yeorum~a, apa kau sudah berhasil membuat Kyu oppa mengatakan cintanya kepadamu? Kalau belum, kau harus memaksanya. Masa sudah tiga tahun berpacaran dia masih belum juga mengatakannya? Itu sangat mengkhawatirkan. Jangan-jangan dia tidak pernah mencintaimu. Jangan-jangan dia mencintai orang lain.

Kau tahu tidak? Kuperhatikan akhir-akhir ini Kyu oppa menjadi sangat dekat dengan Zhang Li Yin si penyanyi asal Cina itu. Aku sangat mencurigai mereka. Pasalnya Kyu oppa perhatian sekali padanya. Aku tidak pernah melihat Kyu oppa seperhatian itu padamu. Kau harus sangat hati-hati. Jangan sampai dia merebut Kyu oppa darimu, sementara kau sama sekali tak menyadarinya. Kalau kau tak percaya, kau datang saja ke studio SM. Kau harus menyaksikannya sendiri,” kata-kata Jessica di telepon tadi terdengar sangat mengerikan di telingaku.

Apa mungkin Kyu oppa tega berbuat seperti itu terhadapku? Apa mungkin Kyu oppa benar-benar jatuh cinta pada Zhang Li Yin?” pertanyaan-pertanyaan itu sungguh memusingkan kepalaku.

“AISHH… JESSICA~YA!!! MENGAPA KAU MENGATAKAN HAL MENGERIKAN ITU PADAKU?! SAHABAT MACAM APA KAU INI?!” teriakku kesal kepada Jessica yang jelas tak ada di hadapanku saat ini.

******

Hari ini pelajaranku cepat berakhir, jadi aku bisa pulang cepat. “Apa ya yang harus ku lakukan untuk mengisi waktu senggangku yang sangat berharga ini?” tanyaku pada diriku sendiri.

Aku berpikir sejenak. “Yihaaaa!” seruku kemudian. “Kenapa aku tak ke studio SM saja? Aku sudah lama tidak bertemu dengan para oppa. Aku kangen sekali pada mereka terutama pada Kyuhyun oppa. Sekalian membuktikan bahwa ucapan Jessica tempo hari tidak benar. Selanjutnya aku langsung melajukan mobilku ke studio SM.

 

“AKU DATANG!!” seruku menggelegar kepada seisi studio saat aku memasuki ambang pintu dan berjalan berjingkat-jingkat memasuki ruangan.

“Kakimu kenapa lagi dongsaeng?” tanya Donghae oppa tiba-tiba sudah berada di hadapanku.

“Oh ini,” ujarku sambil menunjukkan kaki kananku yang diperban dan hanya beralaskan sandal rumah. “Kemarin aku mengembalikan anak burung yang terjatuh dari sarangnya yang berada di atas pohon di belakang rumahku. Tapi saat mau turun kakiku tergelincir dan aku terjatuh deh,” ujarku mengangkat bahu.

KEPLAKK!!!

Tiba-tiba saja si aneh Heechul oppa sudah mendaratkan sebuah pukulan yang cukup kuat di atas kepalaku dan sukses membuatku menggosok-gosok kepalaku karena sakit. “Dasar babo! Wanita seperti apa kau ini? Kerjaanmu kalau tidak memanjat pohon ya terjatuh. Aku sangat prihatin pada Kyu karena harus mendapatkan pacar sepertimu,” ejeknya.

“Kim Heechul!” bentakku kesal. “Kenapa kau selalu saja memukul kepalaku?”

“Aish kau ini! Sama saja dengan pacarmu itu. Selalu tidak sopan. Selalu memanggilku tanpa embel-embel oppa atau hyung di belakang namaku. Aku ini jauh lebih tua darimu gadis babo!” dia balas marah-marah padaku. Sementara yang lain tertawa melihat ulah kami.

“Kau yang duluan. Kau kan tahu kalau aku tidak suka kau memukul kepalaku. Jelek-jelek begini, kepalaku ini hanya satu-satunya. Kalau rusak tak ada gantinya tau!” balasku tak kalah sengit.

“Aish, sudahlah! Masa tiap kali bertemu kalian harus bertengkar terus. Sekali-kali damai kan tak ada ruginya,” ujar Hangeng oppa menengahi. “Dan kau ini Chulie, benar-benar tidak bisa bersikap dewasa. Masa kau tak mau mengalah pada dongsaengmu?”

“Cih, dongsaeng?! Mana sudi aku memiliki dongsaeng yang tak tahu sopan santun seperti dia!” ejeknya lagi.

“Aku juga tidak mau punya oppa sepertimu! Membayangkannya saja sudah mengerikan,” balasku tak mau kalah.

“Aish…sudahlah!” ujar Hangeng oppa lagi sambil menarik lengan Heechul oppa menjauh dariku dengan dibantu oleh Donghae oppa.

“Chingu~ya!” tiba-tiba Jessica yang sejak tadi entah ke mana sudah berada di hadapanku dan memelukku setelah Hangeng oppa berhasil menjauhkan Heechul oppa dariku.

“Jessica~ya! Berhati-hatilah. Kau bisa menginjak kakiku, babo!” ujarku sembari menjauhkan tubuhku darinya.

“Aish kau ini! Aku kan hanya mengekspresikan rasa rinduku pada sahabatku. Kita kan sudah lama tak bertemu. Jadwal showku padat sekali sementara kuliahmu juga menyita banyak waktu,” ujarnya pura-pura ngambek.

“Eh, kau datang mau membuktikan ucapanku tempo hari kan?” tanyanya memelankan volume suaranya.

“Coba kau lihat!” ujarnya lagi mengarahkan dagunya ke seberang ruangan dari tempat kami berdiri. “Mereka terlihat sangat akrab kan?”

Aku menoleh ke arah yang di tunjukkan oleh Jessica. Dan benar saja….., Kyu oppa dan Zhang Li Yin sedang asyik ngobrol di sana. Saking asyiknya, Kyu oppa sampai tak menyambut kedatanganku. Padahal kan tak mungkin dia tak tahu kehadiranku. La wong teriakanku tadi bisa mengalahkan bunyi petasan.

Kemudian aku berjalan ke arah mereka dan meninggalkan Jessica yang sibuk memanggil-manggilku.

“KYU OPPA!” teriakku memanggilnya, walaupun sudah berada sangat dekat dengannya. Dan baik Kyu oppa maupun Zhang Li Yin menoleh ke arahku.

“Aishh…kau ini! Selalu saja berteriak-teriak. Lama-lama gendang telingaku bisa pecah karenamu,” ujarnya kesal padaku. Aku langsung cemberut mendengar jawabannya. Bukannya senang bertemu dengan pacarnya, eh malah marah-marah.

“Annyeonghaseyo,” sapa Zhang Li Yin kepadaku dan aku memamerkan senyum terpaksaku padanya.

“Oppa, aku ke sana dulu. Aku mau latihan lagi,” pamitnya kemudian kepada Kyu oppa. Kyu oppa mengangguk dan tersenyum manis padanya.

“Kenapa kau ada di sini? Kau tidak kuliah?” tanya Kyu oppa, matanya masih tetap memandang ke arah Zhang Li Yin yang sekarang sudah memulai latihan koreonya.

“Hari ini kuliahku cepat selesai. Jadi aku pulang cepat,” ujarku bosan karena dia sama sekali tak menoleh ke arahku saat aku bicara.

“Oooo…” Hanya itu jawaban yang keluar dari mulutnya, membuatku semakin kesal.

AUUUUU!!!

Tiba-tiba terdengar jeritan keras dari tengah arena latihan. Zhang Li Yin terduduk di lantai dan dia merintih karena sakit. Sepertinya kakinya terkilir. Dan yang membuatku sangat tak percaya, Kyu oppa langsung berlari mendekatinya.

“Gwaenchanayo?” tanya Kyu oppa lembut saat sudah berada di dekatnya dan segera memeriksa cideranya dengan sangat hati-hati. Kyu oppa memperlakukannya bak boneka porselin yang mudah pecah.

Hatiku sangat miris melihat pemandangan itu. Kyu oppa tak pernah terlihat sekhawatir itu saat aku terjatuh dan terluka. Dia bahkan akan langsung memarahiku. Berbeda dengan perlakuannya terhadap Zhang Li Yin. Dia sangat lembut dan merawatnya dengan sangat hati-hati.

Aku benar-benar seperti bom yang akan segera meledak saat ini. Sebisa mungkin ku tahan gemuruh hatiku. Aku tak mau berteriak-teriak di depan orang banyak. Itu bisa menjatuhkan harga diriku sendiri. Kemudian ku dekati mereka dengan wajah cemberut.

“Kyu oppa, sebaiknya aku pulang saja. Sepertinya oppa sedang sangat sibuk.” Maksud hati sih ingin menyindirnya.

“Ne,” jawabnya ringan.

Aku sunggguh terkejut dengan jawaban Kyu oppa. Dia membiarkanku pulang begitu saja. Padahal kan aku baru saja datang. Dan yang lebih menyakitkan, dia sama sekali tak mengalihkan perhatiannya dari merawat cidera Zhang Li Yin.

Tiba-tiba saja aku merasakan mataku memanas sebagai efek dari rasa sakit hati yang ku derita. Buru-buru ku balikkan tubuhku untuk menyembunyikannya. Kemudian aku berjalan ke arah pintu. “Aku pulang dulu,” pamitku pada Jessica saat berpapasan dengannya. Kentara sekali dia ingin menahanku. Tapi tak ada yang bisa membuatnya untuk memaksaku tetap tinggal.

******

“Aish… Kemana sih Kyu oppa?” ujarku modar-mandir di teras rumahku.

“Ya, Yeorum~a, kau belum juga berangkat?” tanya oemma yang saat itu berpakaian sangat rapi dan cantik.

“Belum oemma. Kyu oppa belum datang,” jawabku. “Oemma dan appa mau ke mana?”

“Oemma dan appa mau pergi berkunjung ke rumah rekan bisnis appa. Mereka mengundang oemma dan appa makan siang di rumah mereka,” kali ini appa yang menjelaskan.

“Ya, oemma dan appa berangkat duluan ya Yoreum~a,” ujar appa sambil menepu-nepuk sayang puncak kepalaku.

“Ne. Hati-hati di jalan,” jawabku mengantar kepergian mereka. Setelah itu aku kembali melanjutkan kegiatan mondar-mandirku yang tertunda tadi.

Pyongsaeng gyeoteh issulge I do…

Nan saranghaneun geol I do….

Tiba-tiba lagu Marry U Super Junior mengalun indah menandakan ada sms masuk di ponselku. Kemudian buru-buru kubuka pesan itu.

‘Yeorum~a, aku benar-benar minta maaf. Hari ini aku tak bisa mengantarmu ke pantai. Ada keperluan yang sangat mendesak yang tak bisa ku tinggalkan. Mianhae, jeongmal mianhae.”

“WHAT??!!” pekikku tak percaya. Aku sampai tak bisa berkata-kata saking kesalnya. Bisa-bisanya oppa melanggar janjinya padaku. Aku kan tidak meminta hal yang muluk-muluk. Aku tidak pernah meminta kencan romantis yang menghabiskan banyak waktu dan biaya seperti gadis-gadis lain. Aku cuma minta dia mengantarku ke pantai. Dan itu tak pernah menghabiskan waktu lebih dari dua jam. Setelah itu dia bisa langsung mengantarkanku pulang dan melanjutkan kesibukannya lagi. “AISHH JINCHA!!!” teriakku sambil mengacak-acak rambutku.

Sudah lebih dari dua jam aku sibuk menenangkan kemarahanku dengan berdiam diri di teras rumahku. Dan sekarang aku sampai pada kesimpulan bahwa aku tak bisa melakukannya dengan cara ini. Ya…aku harus mengalihkan perhatianku dengan cara lain.

Ku raih dengan kasar ponselku yang tergelatak di atas meja dan segera ku hubungi nomor Jessica.

“Yoboseyo,” sapanya di seberang.

“Jessica~ya, kau sibuk hari ini?” tanyaku kemudian.

“Aniyo. Waeyo?” jawabnya.

“Mau menemaniku minum kopi di coffee shop?” tanyaku lagi.

“Ok!”

Kemudian aku langsung melarikan mobilku menuju coffee shop tempat aku dan Jessica janjian.

******

“Waeyo?” tanya Jessica sambil mengamati wajahku.

Saat ini kami sudah berada di coffee shop di pusat kota Seoul. Suasananya tak terlalu ramai sore ini. Tempat ini adalah tempat favoritku karena selain kopinya sangat enak, blackforestnya juga membuat aku ketagihan.

“Apa karena Kyu oppa lagi?” tanyanya lagi karena tak ada jawaban dariku.

“Kyu oppa melanggar janjinya padaku untuk pertama kalinya hari ini. Dia bilang dia tak bisa mengantarku ke pantai hari ini,” ujarku sambil menatap etalase.

“Apa artis SM yang lain sibuk hari ini?” tanyaku padanya, tiba-tiba menatap ke arahnya.

Jessica menggeleng lemah. “Hari ini libur nasional dan setahuku seluruh artis SM diberi kesempatan libur khusus hari ini,” ujarnya seperti sedang berpikir.

“Tapi Kyu oppa bilang dia sibuk?” tanyaku tak mengerti.

“Mungkin dia sedang ada urusan lain di luar pekerjaan,” jawabnya lagi dan aku menyetujui kesimpulannya.

Setelah itu aku dan Jessica hanya terdiam. Aku tak semangat untuk mengobrol saat ini. Dan sepertinya Jessica sedang keletihan. Aku jadi merasa bersalah memintanya untuk menemaniku.

“Lihat!” Tiba-tiba Jessica memekik tertahan dan menunjuk ke arah pintu masuk coffee shop. “Bukankah itu Kyu oppa dan….” Ucapan Jessica terputus.

Aku langsung menoleh ke arah pintu masuk untuk mengetahui apa sebenarnya maksud Jessica. Dan aku sangat terkejut mengetahui siapa yang baru saja melewati pintu itu. Kyu oppa dan Zhang Li Yin.

Mataku terus mengikuti gerakan mereka. Kemudian mereka memilih tempat duduk yang berada di pojok ruangan dan agak tertutup dari pengunjung lain, terkesan sangat pribadi.

Seketika itu juga amarah meledak-ledak dalam dadaku. Aku segara bangkit dari tempat dudukku dan berjalan menuju ke bangku di pojok ruangan tempat di mana Kyu oppa dan Zhang Li Yin berada.

“Oppa!!!” panggilku saat sampai di depan meja mereka, berusaha mengatur volume suaraku. Dadaku kini naik turun karena menahan emosi.

Kyu oppa dan Zhang Li Yin menoleh ke arahku. Dan kentara sekali dari tatapan mereka bahwa mereka sangat terkejut karena kehadiranku.

“Yeorum~a, apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya padaku sembari bangkit dari duduknya.

“Wae? Memangnya hanya kalian yang bisa berada di sini? Bukankah ini tempat umum? Rasanya siapa saja boleh datang ke sini kok?” tanyaku penuh dengan nada sindiran.

“Jadi ini urusan oppa yang sangat penting itu?” sindirku lagi.

“Biar aku jelaskan,” ujarnya hendak menarik tanganku. Tapi aku menepiskannya.

“Oppa tega padaku!” ujarku sebisa mungkin mengatur volume suaraku agar tak menarik perhatian orang lain.

“Dan kau…” lanjutku lagi kepada Zhang Li Yin. “Apa kau tidak punya kerjaan lain selain menempel terus pada Kyu oppa? Apa kau sengaja menutup mata dan telingamu untuk berpura-pura tidak tahu bahwa Kyu oppa sudah punya aku?” ujarku tajam. Aku bisa melihat wajahnya memucat karena ucapanku.

“Yeoreum~a, jaga ucapanmu,” ujar Kyu oppa mencoba menghentikanku.

“Waeee? Kenapa oppa membelanya? Oppa tak pernah bersikap seperti ini terhadapku,” ujarku tak terima atas sikap Kyu oppa. Aku bisa merasakan mataku mulai memanas kini.

“Aisshhh…jincha!” keluh Kyu oppa lalu menarik tanganku dengan paksa.

Aku mencoba melepaskan tanganku dari genggamannya. Tapi genggamannya terlalu kuat dan aku bisa merasakan rasa nyeri di pergelangan tanganku akibat genggamannya.

Aku terus mencoba meronta tapi Kyu oppa terus berjalan dengan langkah cepat menuju ke bagian belakang coffee shop. Dia membawaku masuk ke dalam toilet laki-laki yang kebetulan sedang kosong. Kemudian dia mengunci pintunya dari dalam.

“Kau ini apa-apaan?! Mengapa bicara seperti itu pada Zhang Li Yin?” tanyanya dengan emosi kepadaku.

“Wae? Apa aku tak boleh marah pada wanita yang membuat namjachinguku mengingkari janjinya padaku?” ujarku menahan air mataku.

“Kau tidak menempatkan rasa cemburumu di tempat yang seharusnya. Benar-benar kekanak-kanakan. Seharusnya kau malu padanya. Dia baru 18 tahun tapi dia bahkan bisa bersikap jauh lebih dewasa darimu,” ujarnya benar-benar marah.

“MWO?!” ujarku terkejut mendengarnya membandingkan antara aku dan Zhang Li Yin. “Ne! Aku memang kekanak-kanakan, ceroboh, egois, dan mau menang sendiri. Itulah aku yang sebenarnya. Oppa menyesalkan pacaran denganku? Kalau memang dia bisa bersikap dewasa seperti harapan oppa, kenapa oppa tidak pacaran saja dengannya?” air mataku benar-benar tak tertahankan lagi. Sementara pintu dibelakang kami terus digedor-gedor dari luar.

“Arasseo! Apa yang dikatakan Jessica memang benar,” ujarku mulai memikirkan ucapan Jessica selama ini. “Inilah alasan yang sebenarnya mengapa oppa tak pernah mengatakan cinta padaku. Sejak awal oppa memang tak mencintaiku kan?”

“Selama ini aku tak mendengarkan peringatan dari Jessica karena aku sangat mempercayai oppa. Tapi hari ini aku harus memikirkan kembali ucapannya,” ujarku sementara air mata telah membanjiri pipiku.

“Dasar Babo!” bentaknya marah sambil mengalihkan tatapannya dariku sejenak. Kemudian kembali menatap serius padaku. “Seharusnya kau bisa lebih pintar dalam memilih teman. Menjadikan seorang Jessica Jung sebagai sahabat, sungguh perbuatan bodoh!”

“Waee? Apa salahnya dengan Jessica?” teriakku marah.

“Dia bad girl! Tabiatnya sangat buruk. Apa kau tak menyadari bahwa dia selalu menyulut permusuhan di mana-mana?” jawab Kyu oppa cepat.

“Semua orang boleh saja memandangnya seperti itu. Tapi bagiku dia adalah sahabat yang baik. Setidaknya dia selalu ada disisiku saat aku membutuhkannya. Setidaknya dia selalu berada dipihakku saat semua orang menyudutkanku. Dia memang suka berpikir negatif. Tapi itu dilakukannya semata-mata karena ingin waspada terhadap kemungkinan ditikam dari belakang. Aku tak peduli walaupun dia memiliki begitu banyak sifat buruk seperti yang oppa katakan. Yang jelas dia memberikan kesetiaannya sebagai seorang sahabat padaku. KESETIAAN YANG BAHKAN TIDAK DIBERIKAN NAMJACHINGU-KU SENDIRI KEPADAKU!!!” teriakku mengakhiri pertengkaran kami.

Dengan kasar kubalikkan badanku, dan aku berjalan menuju pintu. Ku lepaskan pengait kunci yang dipasangnya tadi dan ku tarik knop pintu hingga terbuka.

Aku dapat melihat keterkejutan di wajah orang-orang yang sedari tadi menggedor-gedor pintu saat melihatku yang seorang wanita, keluar dari toilet laki-laki. Ku abaikan saja tatapan keheranan mereka dan aku bergegas menuju ke tempat aku meninggalkan Sangmi tadi.

“Onnie…” panggil Zang Li Yin saat melihat kedatanganku tapi tak sedikitpun aku menghiraukannya. Aku berjalan melewatinya dan mendekati Jessica. “Kita pulang saja!” ujarku sembari menarik paksa tangannya agar dia mengikutiku keluar dari coffee shop itu.

******

Jessica POV

Yeorum menepikan mobilnya ke tepi jalan, mematikan mesin mobilnya, kemudian meneggelamkan wajahnya ke dalam kedua telapak tangannya. Aku tahu sejak keluar dari coffe shop tadi dia berusaha keras untuk menahan emosinya. Wajahnya tampak begitu menderita. Apakah mencintai seseorang bisa semenderita ini???

”Apakah sudah saatnya aku harus melepaskannya??” ujarnya tiba-tiba membuatku terkejut.

”Aku sudah berusaha sekuat tenaga dan kini aku sudah sangat lelah,” ujarnya lagi, kini sudah menurunkan tangannya dari wajahnya sehingga aku bisa melihat wajahnya yang basah karena air mata.

”Aku rasa tidak harus seperti itu,” jawabku bingung menghadapi situasi seperti ini. ”Kau akan hancur bila tak ada dia, Yeorum~a.”

”Aku tahu. Tapi apa yang aku lakukan selama ini sudah benar?? Memaksanya berada di sisiku tanpa mempedulikan perasaannya yang sebenarnya. Awalnya aku memang berfikir dengan terus memaksanya berada di sisiku, aku bisa membuatnya mencintaiku. Tapi kau lihat kan apa yang telah ku perbuat?? Aku membuat kami berdua sama-sama terluka,” ujarnya, sementara itu air matanya terus mengalir walau tanpa suara tangisan.

”Tapi aku tetap merasa keputusan seperti itu tidak benar, Yeorum~a. Kau takkan sanggup,” ujarku tak menyetujui keputusannya. Aku tahu persis seperti apa sahabatku ini. Dia sangat mencintai Kyu oppa. Bukan hanya dengan segenap hatinya, tapi dengan seluruh oksigen yang dihirupnya untuk bernapas dan aliran darahnya yang mengalir ke setiap sel-sel dalam tubuhnya. Dia akan hancur bila harus kehilangan Kyu oppa. Aku tahu pasti itu.

”Lalu apa yang harus kulakukan, Jessica~ya??” ucapnya hampir histeris. ”Aku telah melakukan segalanya agar dia dapat mendengarkan hatiku. Tapi sepertinya dia sudah mematikan seluruh alat inderanya untuk bisa merasakan apa yang ku rasakan.”

”Bertahanlah. Meski begitu banyak wanita yang ada di dekatnya selama ini, tapi bukankah tak pernah ada wanita yang benar-benar berada di sisinya selain kau? Bertahanlah sebentar lagi,” ujarku mencoba meyakinkannya.

”Apakah aku masih punya kekuatan untuk itu??” tanyanya, meragukan dirinya sendiri.

Dan aku mengangguk walau sebenarnya tak yakin dengan apa yang kukatakan. Tapi entahlah, aku benar-benar tak rela melihat sahabatku ini harus kehilangan orang yang sangat dicintainya. Dia telah terlalu keras memperjuangkan cintanya selama ini. Dan akan sangat tidak adil jika pada akhirnya dia tetap harus kehilangan cintanya itu.

”Kau yakin??” tanya lagi. Kali ini suaranya sudah tak terdengar terlalu lemah seperti tadi. Aku tahu rasa optimis di dalam hatinya sudah mulai muncul lagi.

”Ne. Kau bisa melakukannya. Kyuhyun oppa pasti akan mendengarkan hatimu,” jawabku sembari mencoba tersenyum padanya.

”Gomawo, Jessica~ya,” ujarnya sembari menghapus air matanya dan tersenyum padaku. ”Gomawo sudah selalu mendukungku.”

******

Kyuhyun POV

“Aishh….dasar gadis babo!” ujarku sembari melemparkan ponselku ke atas tempat tidur.

“Apa dia benar-benar marah padaku? Setiap kali ada kesalahpahaman kenapa dia tak pernah bisa membicarakannya secara baik-baik padaku. Sekarang malah menghilang.  Aishh…membuatku khawatir saja!” ujarku sembari mengacak-acak rambutku.

Sudah dua minggu berlalu sejak kejadian di coffee shop waktu itu. Sejak hari itu dia memutuskan segala bentuk komunikasi denganku.

Aku berusaha untuk menghubunginya tapi sia-sia. Aku telepon, tak diangkatnya. Aku sms, tak dibalas. Aku datang ke rumahnya, dia tak mau menemuiku. Pokoknya dia seperti hilang ditelan bumi.

Aku juga sudah menanyakan tentang keberadaan Yeorum kepada Jessica. Tapi semuanya sia-sia. Hasil yang kudapatkan malah memperburuk keadaan. Aku bertengkar hebat dengan Jessica. Dia menuduhku telah bersikap begitu egois terhadap Yeorum selama ini. Dia menuduhku telah mematikan semua alat inderaku untuk merasakan apa yang Yeorum rasakan. Aku tak mendengarkan hatinya.

”Aniyo Yeorum~a. Aku selalu mendengarkan hatimu. Aku selalu membuka lebar semua alat inderaku setiap kau berada didekatku. Aku selalu mendengarkan setiap tarikan napasmu dan penciumanku selalu peka terhadap setiap aroma yang keluar dari tubuhmu. Tapi sebaliknya, apakah kau tak bisa mendengarkan hatiku sehingga aku harus mengumbar kata-kata itu dari mulutku?? Apakah kau tak tahu alasanku untuk tetap bertahan di sisimu?? Yeorum~a, aku takkan pernah bertahan untuk sesuatu yang tidak aku inginkan. Apakah kau juga tak tahu tentang itu??”

******

Yeorum POV

“Yeorum~a, kita harus bicara!”

Tiba-tiba seorang pria memakai topi dan berkaca mata hitam mengejutkanku, membuatku menjatuhkan kertas-kertas yang sedang ku pegang.

“KAU?!” ujarku terkejut saat menyadari bahwa orang itu adalah Kyu oppa.

Aku buru-buru mengumpulkan kertas-kertas yang jatuh berserakan itu dan dia membantuku.

“Mianhae, aku tak punya waktu untuk bicara dengan oppa saat ini,” ujarku saat selesai mengumpulkan kertas-kertas itu dan kembali berdiri. “Aku masih ada kuliah setelah ini,” ujarku lagi dan berbalik untuk meninggalkannya. Tapi dia menahan lenganku.

“Lepaskan oppa!” perintahku sembari memandangi sekelilingku. Dan dia tak ada pilihan lain selain melepaskanku dan membiarkanku pergi karena saat ini begitu banyak orang yang sedang memandang ke arah kami dengan rasa ingin tahu.

“Aku datang untuk menanyakan padamu apakah kau mau ikut denganku ke Cina minggu depan?” teriaknya saat aku sudah cukup jauh. “Kalau kau mau hubungi aku,” tambahnya lagi.

******

“Mwo?! Kyu oppa mau mengajakmu untuk ikut ke Cina? Lalu apa jawabanmu?” tanya Jessica bersemangat saat aku menelponnya.

“Aku tak menjawab apapun,” ujarku malas.

“Oke, aku ganti pertanyaannya. Lalu apa keputusanmu sekarang?” tanyanya lagi masih dengan nada bersemangat.

“Tentu saja aku tidak akan ikut! Apa kau lupa kalau aku sedang marah padanya?” jawabku ketus.

“Yeorum~a, kau harus ikut. Ini adalah kesempatanmu untuk memperbaiki hubungan kalian. Lagipula Zhang Li Yin kan juga akan ikut ke China untuk promosi mini album terbarunya. Itu bisa memberikan mereka banyak kesempatan untuk berduaan. Apa kau sudah siap untuk kehilangan Kyu oppa?” ujarnya menakut-nakutiku.

“Aishh…percuma saja aku cerita padamu! Kau sama sekali tak menenangkanku. Kau malah membuat perasaanku semakin kacau,” ujarku, kemudian mematikan ponselku.

Ku hempaskan tubuhku di ranjangku. “Dasar Jessica babo! Bukannya mengucapkan kata-kata yang bisa membuatku merasa lebih tenang, malah mengucapkan kata-kata yang semakin membuatku gelisah.” Kemudian aku terdiam karena memikirkan perkataan Jessica tadi.

“Ani! Aku memang sedang marah pada Kyu oppa, tapi aku tak bermaksud untuk putus darinya. Yah lebih tepatnya aku sudah membatalkan keputusanku untuk melepaskannya. Aku tak mau kehilangan dia. Seperti kata Jessica, aku takkan sanggup!” ujarku pada diri sendiri.

“Ne. Jessica benar. Aku harus ikut ke Cina.” Aku mengubah kembali posisiku yang tiduran menjadi duduk. Ku raih kembali ponsel yang kulemparkan tadi. Ku cari nomor Kyu oppa di dalam kontak, ku pencet tombol call, dan ku dekatkan ke telingaku.

Baru beberapa detik, aku langsung menekan kembali tombol reject sebelum nada sambung terdengar. “Ani! Aku tak boleh menelponnya. Sms saja!” ujarku pada diri sendiri. Kemudian ku angkat lagi ponselku dan ku ketik sebuah sms yang sangat singkat.

‘Aku akan ikut.’

******

Sungguh menyebalkan! Keputusanku untuk ikut ke Cina sama sekali tak memperbaiki keadaan karena ada ataupun tak ada aku, mereka tetap saja semakin dekat sementara aku tak bisa berbuat apapun untuk mencegahnya.

Saat ini aku sedang duduk di kursi paling depan untuk menyaksikan promo mini album Super Junior M dan Zhang Li Yin. Sebenarnya ini sangat membuatku tidak nyaman karena aku berada di tengah-tengah orang yang sama sekali tak kukenal. Sementara semua member Super Junior M dan tentu saja Zhang Li Yin kini berada di belakang panggung.

“Aturan seperti apa itu? Sejak kapan orang yang datang bersama artis pengisi acara tidak diperbolehkan berada di belakang panggung. Benar-benar aneh!” gerutuku. Kemudian ku edarkan pandangan ke sekelilingku agar tak kelihatan bengong sendirian.

Promosi mini album Super Junior M dan Zhang Li Yin ini di adakan di sebuah stasiun swasta terbesar di Cina dan disiarkan secara langsung ke seluruh penjuru negeri. Tempat shownya ditata sedemikian rupa. Kursi-kursi di bagian tengah yang berada tepat di depan panggung utama, tempat aku duduk sekarang, akan ditempati oleh para tamu penting sementara penonton-penonton biasa ditempatkan di tribun-tribun yang dibuat mengelilingi bagian tengahnya.

Tepat jam delapan malam acara promo ini dimulai. Penonton langsung histeris saat seluruh member Super Junior M naik ke atas panggung dan membuka acara dengan menyanyikan lagu ‘U’ versi mandarin. Selain kualitas vokal yang prima, mereka juga menyuguhkan tarian yang sangat energik dan indah. Alhasil para penonton menjadi sangat terpukau karena telah disuguhkan sebuah pertunjukan yang sangat berkualitas.

Selanjutnya acara terus berjalan dengan meriah. Jeritan histeris para fans suju M terdengar disepanjang acara. Penampilan demi penampilan disajikan dengan sempurna oleh mereka. Dan malam ini mereka menyanyikan semua lagu yang terdapat dalam mini album mereka.

Zhang Li Yin pun tak mau kalah. Dia membawakan lagu-lagunya dengan memukau. Suara emasnya sukses menghanyutkan seluruh penonton yang hadir saat itu termasuk aku. Walaupun aku sangat membencinya tapi aku tak bisa mengingkari bahwa suaranya sangat indah. Dan menurutku dia memang pantas dinobatkan sebagai seorang diva.

Di akhir acara, MC mengumumkan ada sebuah kejutan yang akan mengakhiri show malam ini. Kyuhyun oppa akan menyanyikan single terbarunya yang bahkan baru akan dirilis minggu depan di Korea. Akupun belum pernah mendengarkan single ini sebelumnya karena Kyu oppa memang tidak pernah membiarkanku untuk mendengarkannya selama proses rekaman. Dia selalu bilang ini proyek rahasia.

Seisi ruangan yang sangat luas itu seketika menjadi hening saat Kyuhyun oppa naik ke atas panggung dan mengawali penampilan solonya itu dengan sedikit berkata-kata.

“Single yang sebentar lagi akan kunyanyikan ini berjudul “Listen To You”. Lagu ini adalah single terbaruku yang bahkan baru akan rilis minggu depan. Tapi syukurlah pihak produser mengizinkanku untuk membawakan single ini lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan,” ucapan kyuhyun oppa akhirnya menyentakkan lamunanku.

“Single ini sangat istimewa artinya bagiku karena bait demi baitnya mewakili isi hatiku. Aku mendedikasikan single ini untuk seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Melalui single ini aku ingin mengabulkan satu-satunya permintaannya yang tak pernah aku penuhi selama ini. Aku harap dia akan menyukainya,” ujar Kyuhyun oppa menutup kata-kata pembukanya.

Kemudian irama musik yang indah mulai mengalun untuk mengiringi single itu. Dan saat Kyu oppa mulai menyanyikan bait-baitnya dengan suaranya yang lembut dan hangat membuat keduanya membaur menjadi suatu harmoni yang sangat indah sehingga membuat semua orang terhanyut ke dalamnya.

No, I’m not.. It really doesn’t make sense
Even when I’m eating or falling asleep, I keep thinking about you like crazy
All the time I keep hating myself so badly
How could I, how could I fall in love with you? That’s a bit weird

My heart hears you.. from head to toe
My friends tease me for this but my heart only listens to you
You smile and I think I lost my breath
Forever I love you love you
love you love you love you~

Why don’t you stop me? Why don’t you ignore me?
I feel depressed and dumbfounded but my heart only calls for you
Seeing your bright smile and holdings your hands makes my heart feels happy

Di tengah-tengah lagu, Kyuhyun oppa turun dari panggung dan berjalan mendekatiku. Setelah berada tepat di hadapanku dia meraih tanganku dengan lembut dan membimbingku untuk naik ke atas panggung. Setelah sampai di tengah-tengah panggung dia tak melepaskan tanganku, bahkan dia menggenggamnya di dadanya sambil terus menyanyikan bait demi bait single ‘Listen To You’ yang sangat romantis.

My heart hears you.. from head to toe
My friends tease me for this but my heart only listens to you
One two three, you smile and I think I lost my breath
By seeing you’re smile, I’ll cook with love everyday

I went through the night, and another night, and another night
My memories are getting blurred
But you always stay in my heart and in my smiling eyes
You’re the one forever~

My heart hears you.. from head to toe
Although the whole world laughs at me, my heart only listens to you
One two three, you smile and I think I lost my breath
Stay the way you are, I’m gonna say ‘I Love You’ and kiss you everyday
Forever I love you love you love you
love you love you love you~

oh my baby my love

Akhirnya Kyuhyun oppa mengakhiri lagunya dengan terus menatap ke dalam mataku.

Single ‘Listen To You’ sudah berakhir beberapa menit yang lalu. Tapi, sampai saat ini dia masih tetap menatap ke dalam mataku. Tatapannya begitu lembut dan hangat. Dan aku dapat melihat ada cinta yang begitu besar untukku di sana.

“Saranghaeyo, Yeorum~a. Jeongmal saranghaeyo,” ujarnya akhirnya memecahkan keheningan yang menyelimuti ruangan pertunjukkan. Air mataku yang sudah mengalir sejak tadi kini semakin deras karena rasa haru. Ada sebuah kelegaan yang amat sangat merayapi hatiku saat aku mendengar kata-kata itu langsung dari mulutnya. Kata yang sudah kunantikan selama tiga tahun ini untuk dinyatakannya hanya padaku.

“Mianhae, sudah membuatmu menunggu lama untuk mendengarkan kata itu. Kau adalah gadis yang sangat istimewa di hatiku. Karena itu aku juga ingin mengatakannya padamu dengan cara yang istimewa pula,” ujarnya sungguh-sungguh.

“Dan satu lagi,” ujarnya buru-buru. “Aku juga mau minta maaf karena aku membiarkanmu berprasangka yang bukan-bukan terhadap aku dan Zhang Li Yin. Aku tahu pikiran-pikiran itu sudah sangat melukaimu. Tapi aku tak bisa menjelaskannya padamu karena saat itu Zhang Li Yin sedang membantuku untuk mewujudkan rencana hari ini. Mianhae, jeongmal mianhae.” ujarnya untuk kesekian kalinya.

Kemudian aku langsung menghambur ke dalam pelukannya dan dia pun mendekapku erat di dadanya sehingga aku dapat merasakan kehangatannya.

Malam ini adalah malam yang paling bahagia bagiku. Untuk pertama kalinya orang yang sangat ku cintai menyatakan cintanya padaku dengan cara yang tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya. Dan kini dia mendekapku begitu lama di depan ribuan pasang mata. Sungguh bukan Kyuhyun oppa yang ku kenal selama ini. Kyuhyun oppa yang tak pernah merasa nyaman menunjukkan perasaannya di depan umum, malam ini mengesampingkan semua ketidaknyamanannya demi diriku, wanita yang sangat dicintainya. Dan aku takkan meragukan lagi tentang hal itu.

******

“KYUHYUN OPPAAAA….SARANGHAEYOOOOO…..!!! JEONGMAL SARANGHAEYOOOO……!!!” teriakku keras sekali. Kemudian aku menoleh kepada kyu oppa yang berada tak jauh di belakangku.

”Oppa, apa kau tak mau mencoba melakukannya?” tanyaku padanya.

Dia tersenyum padaku ” Ani. Biarkan itu menjadi caramu yang unik untuk mengungkapkan perasaan cintamu padaku. Aku punya cara sendiri!”

”Memangnya seperti apa cara oppa mengungkapkannya?” tanyaku ingin tahu.

”Kau yakin kalau aku harus menunjukkannya di sini?” ujarnya sambil memamerkan evil smile-nya padaku.

”Tidak usah,” ujarku cemas. Melihat senyumnya itu benar-benar membuatku yakin bahwa cara yang digunakannya itu akan membuatku syok.

”Aaahh…kau yakin tidak mau aku menunjukkannya padamu???” godanya lagi, senyum iblisnya itu semakin mengembang.

”Aku yakin oppa. Aku punya firasat buruk tentang caramu itu,” ujarku waspada. ”Aku sudah selesai oppa. Kajja kita pulang!!!”

Aku hendak berjalan mendahuluinya, tapi tiba-tiba dia menahan tanganku dan memegang kedua pipiku, dan dalam hitungan detik dia sudah mencium bibirku dengan lembut. Aku sangat terkejut. Saking terkejutnya aku tak bergeming sedikitpun dari posisiku. Barulah setelah beberapa saat dia melepaskan ciumannya, sementara aku tetap terpaku pada posisiku semula. ”Inilah caraku untuk mengungkapkan perasaanku terhadapmu,” ujarnya sambil tersenyum padaku. ”Ini yang pertama kali. Tapi kupastikan ini bukan yang terakhir. Aku akan melakukannya di sini setiap minggu setelah kau meneriakkan kata keramatmu itu di sini.”

”MWO?!” ujarku terkejut.

”Dan satu lagi…. Aku selalu bisa mendengar hatimu. Jadi jangan khawatir lagi tentang itu,” ujarnya tersenyum kepadaku dan seketika kehangatan menyelimuti hatiku saat menatap senyuman itu.

”Ayo pulang!!” ajaknya sambil menarik tanganku dengan lembut agar aku mengikuti langkahnya.

”Melangkahlah dengan hati-hati!” perintahnya. ”Jangan sampai terjatuh lagi. Itu akan membuatku sangat khawatir,” tambahnya lagi dan aku hanya mengangguk mengiyakan kata-katanya.

THE END

MY PARENTS AND YOUR SISTER

Author POV

“OEMMAAAAA….” Hyera menjerit ketakutan. Kobaran api yang begitu besar tengah mengelilinginya, menggapai-gapai ke arahnya seakan-akan siap menjilati kulit putihnya yang masih sangat muda.

Jerit ketakutan tak pernah berhenti keluar dari mulut kecil Hyera. Berkali-kali dia memanggil oemma dan appanya. Memohon pertolongan. Tapi tak seorangpun yang datang untuk menolongnya. Setelah beberapa lama barulah dia melihat kedua orang tuanya berhasil membuka pintu kamarnya. Tapi sayang… langkah mereka terhenti karena kobaran api yang begitu besar menghalangi mereka. Saat ini si jago merah itu hampir melahap semua yang ada di dalam rumah mereka, dan seakan tak mau meninggalkan sisa sedikitpun.

”HYERAAAAA….” teriak oemmanya histeris melihat kondisi putri tunggalnya yang baru berumur tujuh tahun itu mulai melemah. Asap yang sejak tadi terus-menerus dihisapnya mulai menurunkan kerja sistem pernapasannya.

”Oemma…” panggil Hyera lagi, dengan suara mulai melemah.

”Hyera sayang, bertahanlah. Appa akan ke sana untuk menolongmu,” ujar ayahnya panik. Ayah dan ibunya kembali mencoba menerobos kobaran api yang menghalangi mereka.

KRAAAAAK!!!!

Tiba-tiba terdengar suara mengerikan dari atas kepala mereka. Seketika keduanya melihat ke atas, dan saat itu sebuah balok kayu besar dengan kobaran api sedang meluncur ke bawah, tepat ke arah mereka, dan akhirnya menimpa keduanya.

Hyera yang sekarang jatuh tertelungkup di lantai dengan kondisi yang sudah sangat lemah dan mulai kehilangan kesadarannya sempat melihat balok kayu itu menghantam tubuh ke dua orang tuanya sebelum matanya terpejam. ”Oemma…. Appa….” panggilnya sekali lagi, masih setengah sadar.

Tiba-tiba Hyera merasakan sepasang tangan mengangkat tubuh kecilnya, mendekap Hyera begitu erat di dadanya. Dan membawanya berlari dalam dekapannya. Orang itu kemudian memecahkan sesuatu yang Hyera tak tahu apa itu karena saat ini Hyera sudah tak sanggup lagi untuk membuka matanya. Hyera juga dapat merasakan hentakan keras saat orang itu membawanya terjun dari ketinggian , atau setidaknya seperti itulah sensasi yang Hyera rasakan. Dan saat sensasi itu menghilang, Hyera dapat merasakan udara yang jauh lebih bersih dan lebih segar menerpa kulit dan saluran pernapasannya.

Kemudian orang yang menggendongnya tadi membaringkannya di atas rerumputan dan menepuk-nepuk pelan pipi mungilnya. ”Apa kau baik-baik saja?” tanya orang itu yang ternyata adalah seorang namja. Dan itu adalah suara terakhir yang didengarnya sebelum akhirnya kesadarannya benar-benar menghilang.

 

******

Hyera POV

Aku membuka mataku. Napasku sangat tak beraturan saat ini. Ku angkat tubuhku dan ku sandarkan kepalaku yang agak pusing ke bagian kepala tempat tidurku. Lalu ku nyalakan lampu baca yang terletak di sampingku untuk memberi sedikit penerangan.

”Huuuhhh…!!! Mimpi itu lagi, ” keluhku sambil berusaha mengatur kembali napasku dan mengusap keringat dingin yang membanjiri dahiku dengan telapak tangan.

Kejadian dalam mimpiku tadi adalah nyata. Terjadi sekitar 11 tahun yang lalu. Saat itu umurku baru 7 tahun. Sudah cukup lama. Tapi masih sangat segar di dalam ingatanku. Seakan-akan baru saja terjadi kemarin. Hal ini dikarenakan aku selalu memimpikannya hampir setiap malam. Walaupun sudah berusaha, tapi aku tetap tak bisa melupakannya.

Memang tak mudah bagiku melupakan peristiwa yang membuatku kehilangan kedua orang tuaku dan membuatku harus hidup sebatang kara di dunia ini. Dan satu hal lagi, aku juga tak bisa melupakan dewa penolongku malam itu. Aku tak pernah berhasil mengetahui apapun tentang dirinya. Siapa namanya, di mana rumahnya, ataupun bagaimana wajahnya, aku benar-benar tak tahu karena tak sekalipun dia menunjukkan dirinya di hadapanku. Yang dapat ku ingat hanyalah dekapan lengannya yang kokoh, yang membuatku merasa sangat aman dan terlindungi malam itu.

******

”Hyera, kepala asrama menyuruhmu ke ruangannya,” ujar Yoorin saat berpapasan denganku di koridor asrama. Sejak kedua orang tuaku meninggal 11 tahun yang lalu aku memang selalu tinggal di asrama sekolahku. Seorang yang tak pernah ku ketahui dengan sukarela telah menjadi donatur bagi semua kebutuhan hidupku. Tak tanggung-tanggung, dia bahkan rela mengeluarkan begitu banyak uang untuk memberikan segala fasilitas dengan kualitas terbaik bagiku. Termasuk asrama dan sekolah elite tempat aku tinggal dan menempuh pendidikan sekarang ini.

”Ada apa?” tanyaku sedikit heran.

”Ada yang mau bertemu denganmu katanya,” jawab Gaeul tersenyum padaku.

”Gomawo,” ujarku balik tersenyum padanya.

”Hyera ah,” panggil Yoorin lagi saat aku sudah mau berbelok di ujung koridor dan aku kembali menoleh ke arahnya.

”Saenggil chukhae,” ujarnya dengan senyum manis terkembang di kedua sudut bibirnya. ”Hari ini 18 tahun kan?”

Aku mengangguk. ”Gomawo,” ujarku lagi, kemudian melanjutkan langkahku menuju ke ruangan kepala asrama.

 

Tok…tok…

Ku ketuk pelan pintu ruang kepala asrama. ”Siapa?” suara berwibawa seorang perempuan menyahutiku dari dalam.

”Lee Hyera, sosaengnim,” jawabku sopan.

”Masuklah,” ujarnya lagi.

Aku membuka pintu ruangan itu perlahan dan melangkah masuk setelah sebelumnya aku menutup kembali pintu yang sekarang berada di belakangku.

”Kim Ahjussi,” ujarku sedikit kaget, melihat seorang pria paruh baya yang sekarang berada di hadapanku.

”Kalian silakan mengobrol. Saya ada sedikit urusan, jadi mohon maaf karena tak bisa menyambut kedatangan Tuan Kim dengan baik,” ujar Park Sosaengnim dengan sopan.

”Ah, tidak apa-apa. Saya yang seharusnya meminta maaf kepada Anda karena telah merepotkan Anda selama beberapa tahun ini,” jawab Kim Ahjussi tak kalah sopannya.

Park Sosaengnin tersenyum. ”Kalau begitu saya permisi dulu,” ujarnya dan meninggalkan aku dan Kim Ahjussi berdua saja di ruangan itu.

Aku sedikit menundukkan badanku untuk memberi hormat kepada Kim Ahjussi. ”Duduklah,” katanya kemudian dan aku duduk di kursi yang berseberangan dengannya.

”Tuan kami mengirimkan bingkisan kecil ini sebagai kado ulang tahun untuk nona,” ujar Kim Ahjussi sembari meletakkan sebuah kotak berwarna biru lengkap dengan hiasan pita yang juga berwarna senada di atasnya.

”Apa ini?” ujarku sedikit kecewa karena lagi-lagi dia hanya mengirimkan sebuah kado di hari ulang tahunku. Sebenarnya daripada menerima kado-kado darinya aku lebih berharap dia mau menemuiku sekali saja dalam hidupnya. Aku ingin sekali menemui orang ini. Dan aku sering menyampaikan keinginanku itu kepada Kim Ahjussi yang merupakan orang kercayaan si tuan misterius ini. Tapi dia tak pernah mengabulkannya.

Tuan misterius, begitulah aku memanggil orang yang selama ini telah menaggung semua biaya hidupku. Aku tak tahu siapa dia dan apa hubungannya denganku ataupun dengan orang tuaku. Yang aku tahu dia adalah waliku, itupun aku ketahui dari Kim Ahjussi. Dan Kim Ahjussi tak pernah menjelaskan apapun tentang hubungan kami sehingga tuan misterius itu bisa menjadi waliku. Pokoknya semua tentang orang ini sangat misterius bahkan hingga saat ini tak sekalipun aku bisa bertemu dengannya karena dia melarangku.

”Nona tak mau membukanya?” tanya Kim Ahjussi lagi saat melihat kebisuanku.

”Tidak perlu,” ujarku dingin. ”Apapun yang ada di dalam sana, aku takkan membutuhkannya. Sebaiknya Ahjussi bawa saja kembali.”

”Isi kado itu adalah sebuah gaun. Tuan kami ingin nona memakainya saat makan malam bersamanya malam ini,” ujar Kim Ahjussi membuatku sangat terkejut sekaligus senang.

”Jeongmal?,” ujarku kelewat bersemangat. ”Benarkah dia mau menemuiku malam ini?”

”Tuan kami mengundang nona untuk makan malam di rumahnya malam ini dan beliau ingin nona memakai gaun  yang sudah dipilihkannya untuk nona,” jelas Kim Ahjussi sembari tersenyum teduh kepadaku.

”Kalau begitu aku akan segera bersiap-siap,” ujarku bersemangat sembari meraih bungkusan berwarna biru itu.

”Aku ke kamar dulu,” pamitku, kembali menundukkan tubuhku kepada Kim Ahjussi dan segera berlari menuju pintu.

”Aku akan menunggu Anda di halaman depan, nona,” ujarnya sebelum aku menutup pintu di belakangku.

******

Matahari sudah benar-benar tenggelam saat Mercedes CLS 350 yang membawaku sejak dari asrama tadi memasuki pintu gerbang sebuah istana, atau setidaknya begitulah aku mendiskripsikannya. Perlu sekitar sepuluh menit untuk benar-benar sampai di gedung utama. Dan akhirnya mobil yang membawaku berhenti tepat di depan terasnya.

”Kita sudah sampai, nona,” ujar Kim Ahjussi saat membukakan pintu mobil untukku. Akupun turun dari mobil mewah itu dan sedikit merapikan gaun biru pemberian tuan misterius yang saat ini ku kenakan. Ku edarkan sejenak pandanganku ke sekitarku. Dan sejauh ini hanya kemewahanlah yang bisa di tangkap oleh mataku.

“Mari nona, Tuan kami sudah menunggu Anda di ruang makan,” ujar Kim Ahjussi menghentikan kegiatan melihat-lihatku dan kembali fokus pada tujuan utamaku datang ke tempat ini.

”Ne,” ujarku. Kemudian Kim Ahjussi berjalan mendahuluiku dan aku mengikutinya dari belakang. Kim Ahjussi membawaku ke bagian dalam istana itu. Kami melewati sebuah ruangan tamu yang sangat luas dan mewah, dan beberapa ruangan lainnya yang juga tak kalah mewahnya sampai akhirnya kami berhenti di sebuah ruang makan yang juga sangat luas dan mewah.

Di seberang ruangan sana, tepat lurus berhadapan dengan tempatku berdiri sekarang, tampak seorang pria yang mengenakan pakaian resmi, jas dan celana hitam, berdiri tegap membelakangiku. Dia sedang menatap ke arah sebuah lukisan besar. Lukisan yang memuat sepasang suami-istri paruh baya dengan seorang gadis yang saat itu berumur sekitar 20 tahun dan seorang anak laki-laki yang berumur sekitar 10 tahun mengapit mereka. Keempatnya sedang tersenyum bahagia di dalam lukisan itu.

”Tuan Choi, nona Lee Hyera sudah tiba,” ujar Kim Ahjussi, mengabarkan padanya.

”Aku tahu,” ujarnya dingin.

”Silahkan nona,” ujar Kim Ahjussi padaku, kemudian meninggalkan aku beserta orang yang sampai saat ini masih berdiri membelakangiku berdua saja di ruangan itu.

Aku hanya berdiri mematung, tak berani bergerak sedikitpun dari tempatku berada dan orang itu pun masih belum berbalik menghadap ke arahku.

”Selamat datang.” Akhirnya suara dingin orang itu memecahkan keheningan di antara kami. ”Selamat datang di rumah kami dan maaf baru bisa mengabulkan permintaanmu sekarang.” Orang itu akhirnya membalikkan badannya menghadap ke arahku. Sejenak aku tertegun memandangnya. Hal pertama yang terlintas di pikiranku saat melihat wajahnya adalah bahwa dia sangat tampan. Postur tubuhnya yang tinggi dan atletis memberikannya nilai sempurna untuk penampilan fisiknya. Aku mencoba menafsirkan umurnya, kira-kira akan memasuki tiga puluh atau di awal tiga puluh, itu tebakanku. Walaupun sikapnya sangat dingin, tapi tampak jelas kalau dia sangat berwibawa.

”Apa kau baik-baik saja nona Lee Hyera?” ujarnya lagi masih dengan nada dingin dan berwibawa, membuatku meninggalkan semua pikiranku yang lain dan kembali fokus pada pertanyaannya.

”Ne,” ujarku sangat gugup.

”Maaf karena selama ini selalu memaksa Anda untuk bertemu denganku. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada Anda karena selama sebelas tahun ini telah sudi merawatku dengan baik. Walaupun aku tak tahu untuk apa Anda melakukan semua itu karena sampai saat ini aku tak tahu apa hubungan antara kita hingga membuat Anda merasa perlu untuk menjagaku, tapi aku ingin tetap berterima kasih pada Anda,” ujarku panjang lebar, entah mendapatkan keberanian dari mana sehingga aku bisa berbicara sebanyak itu di bawah sorot matanya yang tajam ke arahku.

”Kau tak perlu merasa sungkan karena itu. Itu adalah kewajibanku untuk melakukannya,” ujarnya lagi, membuatku semakin tak mengerti. Tapi kali ini aku tak berani bicara banyak lagi. Keberanian yang tadi ku miliki tiba-tiba menguap begitu saja.

”Sebaiknya kita segera memulai acara makan malamnya. Sekarang sudah lewat waktu makan malam. Aku yakin kau sudah lapar,” ujarnya lagi sembari duduk di kursi paling ujung yang berada di dekatnya dan akupun duduk di kursi yang paling ujung yang berada di seberangnya. Sekarang kami dipisahkan oleh meja makan yang panjangnya sekitar 10 meter.

Dua orang pelayan menghidangkan makanan pembuka untukku dan dua orang pelayan yang lainnya melayaninya di seberang. Suasana makan malam ini sama sekali tak seperti yang kubayangkan. Sangat hening dan kaku. Kami tak bicara banyak selama makan malam berlangsung. Dia hanya sibuk dengan hidangan yang ada di hadapannya dan akupun tak memiliki pilihan lain selain juga menyibukkan diri dengan hidangan yang ada di hadapanku.

”Kau bisa menginap di sini sampai liburanmu berakhir. Tuan Kim akan mengurus semua keperluanmu selama di sini,” ucapnya saat acara makan malam berakhir. Dan aku hanya mengagguk pasrah menyetujui segala ucapannya tanpa bisa menolak karena setiap kali dia menatapku, tatapannya selalu seolah-olah mengintimidasiku.

”Sekarang sudah malam, kau pasti lelah dan perlu beristirahat. Tuan Kim akan mengantarkanmu ke kamarmu dan menjelaskan beberapa hal kepadamu,” ujarnya beranjak dari tempat duduknya dan berdiri membelakangiku, kembali menatap lukisan besar tadi.

”Mari nona,” ujar Kim Ahjussi tiba-tiba sudah berada di belakangku. Aku hanya menganggukkan kepala dan mengikutinya ke luar dari ruangan itu.

Kim Ahjussi membawaku ke sebuah kamar yang lagi-lagi sangat besar dan mewah yang terletak di lantai dua istana itu. ”Ini kamar Anda nona,” ujarnya saat membukakan pintu kamar itu. Aku melangkah masuk dan mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan.

”Saya harap nona bisa nyaman selama berada di sini. Bila nona membutuhkan sesuatu, jangan sungkan-sungkan untuk mengatakannya kepada saya.”

“Ne,” jawabku sembari tersenyum padanya. “Khamsahamnida.”

“Oh ya, nona,” ujar Kim Ahjussi lagi saat baru saja akan melangkah pergi. “Tolong jangan naik ke lantai tiga. Ini pesan Tuan Choi.”

”Ne,” ucapku walaupun sebenarnya sedikit bingung dengan peringatannya.

******

Malam ini aku tak bisa tidur. Walaupun kamar yang disediakan untukku sangat luas, begitu pula dengan ranjangnya yang besar dan empuk, tapi tetap tak bisa memberikan kenyamanan untukku. Berbagai pertanyaan berputar-putar di dalam kepalaku. Aku merasa ada sesuatu yang janggal di rumah ini. Suasana rumah ini memberikan aura yang membuatku merinding. Walaupun mewah dan sangat modern, tapi rumah ini terlalu besar dan hampa sehingga memberikan kesan menyeramkan.

Ku lirik jam dinding  yang berada di kamarku. Sudah lewat tengah malam. Namun demikian, mataku tetap tak mau dipejamkan. Dan walaupun ruangan ini full AC, tapi aku tetap merasa kegerahan.

Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar ke luar kamar. Aku menuju sebuah teras yang berada tak jauh dari kamarku. Cukup lama aku berdiri di sana menikmati angin malam yang membelai wajahku dengan lembut sampai akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke kamarku. Tapi ketika aku baru membalikkan tubuhku, aku mendengar alunan piano. Lagu yang dimainkan syarat dengan perasaan terluka dan kemarahan. Aku menajamkan pendengaranku untuk mencari asal suara. Ternyata berasal dari ruangan yang tepat berada di atas tempat aku berdiri sekarang. Tanpa ku sadari kakiku terus berjalan dan sekarang aku sudah berada di hadapan sebuah tangga yang akan membawaku ke lantai tiga. Aku menapaki satu persatu anak tangga itu, sampai akhirnya ketika aku sudah berada di anak tangga terakhir seseorang mengejutkanku.

”Apa yang kau lakukan malam-malam begini di sini nona Lee Hyera?” ujar suara dingin itu mengejutkanku. Aku langsung membalikkan badanku ke arah asal suara dan Tuan Choi sedang berada di sana dengan tatapan marah kepadaku.

”Apa Tuan Kim tidak memberitahukan padamu kalau kau tidak diizinkan untuk naik ke lantai tiga selama berada di sini?” Nada suaranya sarat dengan kemarahan.

”Mian,” jawabku takut-takut. ”Aku hanya merasa heran ada orang yang memainkan piano semalam ini.”

”Apapun alasannya, kau tetap tak diizinkan untuk pergi ke sana. Ini peraturan di rumah ini. Dan sebagai seorang tamu, aku harap kau dapat menghormati peraturan itu,” ujarnya dingin dan penuh dengan nada ancaman.

”Mian,” jawabku menundukkan kepala. Ada rasa bersalah bercampur sakit hati saat mendengar ucapannya barusan.

”Sebaiknya kau kembali ke kamarmu sekarang,” ujarnya lagi. Aku berjalan kembali menuruni anak tangga. Saat melewatinya aku tak berani menatapnya. Aku benar-benar ingin menangis karena perlakuannya. Aku tahu ini kesalahanku karena tak mengindahkan peringatan Kim Ahjussi. Tapi apa perlu dia bicara sekeras itu padaku?

*******

Sejak malam itu aku tak berani untuk kembali naik ke lantai tiga. Walaupun setiap malam aku tetap mendengar alunan piano yang sama seperti malam itu, aku mencoba mengabaikannya. Aku sungguh tak mau kalau sampai Tuan Choi berbicara seperti itu lagi padaku. Itu akan membuatku semakin sakit hati padanya. Aku tak mau melunturkan rasa hormatku terhadapnya gara-gara masalah ini.

Ini adalah malam ke lima aku tinggal di rumah ini. Liburanku hanya tinggal beberapa hari lagi. Sebenarnya aku ingin segera ke luar dari rumah ini. Tapi aku sungguh tak enak hati jika harus menyampaikannya pada Tuan Choi. Itu akan memberi kesan bahwa aku sangat tak tahu berterima kasih. Jadi ku simpan saja niatku itu di dalam hati.

Malam ini seperti malam-malam biasanya sejak aku tinggal di rumah yang bak istana ini. Aku tak bisa tidur dan merasa kegerahan. Dan ini sudah tak tertolong lagi.

Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan-jalan keluar kamar seperti malam itu. Untuk menjaga jarak sejauh mungkin dari lantai tiga, aku memutuskan untuk berjalan-jalan di taman samping saja.

Ternyata taman yang berada di samping rumah ini sangat indah. Taman ini diterangi begitu banyak lampu dan begitu banyak bunga mawar merah terdapat di sana. Cantik sekali, pikirku. Aku terus berjalan-jalan mengitari taman ini hingga akhirnya aku dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang sangat asing di sana.

Dia seorang wanita. Dia memakai gaun panjang berwarna hitam dengan rambut panjangnya dibiarkan tergerai ke belakang. Saat ini dia sedang memotong bunga-bunga mawar merah itu dengan menggunakan gunting tanaman.

”Anyeonghaseyo,” sapaku ramah padanya. Dan wanita itu membalikkan tubuhnya ke arahku. Dia tersenyum padaku sejenak, tapi tiba-tiba ekspresi wajahnya langsung berubah menjadi sangat marah dan mengerikan.

”Apa yang kau lakukan di sini?” geramnya sambil mengacungkan gunting tanaman yang sedang dipegangnya itu ke arahku. Dia memandangku penuh dengan kebencian.

”A-aku… sedang berjalan-jalan,” ujarku ketakutan.

Lalu tiba-tiba, tanpa sempat aku melindungi diriku, wanita itu menerjangku. Dia menekankan jari-jari tangan kirinya ke leherku sekuat-kuatnya. Sementara itu, tangan kanannya yang memegang gunting tanaman, di arahkannya tepat ke dadaku. Aku mencoba menahan tangan kanannya dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku berusaha menjauhkan tangan kirinya yang mencekik leherku. Tapi semua usahaku sia-sia. Dia terlalu kuat untukku. Dan sekarang dia berhasil menyudutkanku ke arah air mancur yang berada tak jauh di belakangku dan bagian semen air mancur itu menghantam keras di bagian belakang kepalaku saat kami bersentuhan. Aku bisa merasakan darah merembes mengalir di bagian belakang kepalaku dan aku sekarang mulai kehilangan kekuatanku seiring dengan mulai hilangnya pula kesadaranku.

Akhirnya di saat-saat terakhir pertahananku, aku bisa merasakan seseorang menarik tubuh wanita itu menjauh dariku dan menghempaskannya ke tanah yang tak begitu jauh dariku.

”Noona, kau tak boleh melakukan itu padanya.” Aku dapat mendengar suara Tuan Choi di sisa-sisa kesadaranku. Dia memanggil wanita itu dengan sebutan noona.

”Siwon ah, kenapa kau membawa wanita itu ke rumah kita?” ujar wanita itu marah kepada Tuan Choi.

”Noona, dia bukan wanita itu. Dia bukan Lee Sooran. Apa kau lupa kalau wanita itu sudah meninggal 11 tahun yang lalu dalam kebakaran itu. Apa kau lupa kau lah penyebab kematiannya. Kaulah yang membunuhnya beserta suaminya, Lee Hyukjae. Dan kau juga yang membuat putri tunggal mereka menjadi yatim piatu,” ujar Tuan Choi lagi dengan nada sangat marah kepada wanita itu.

”Hyera~a, apa kau baik-baik saja?” tiba-tiba Tuan Choi sudah berada di dekatku. Dia mengangkat tubuhku dan mendekapku di dadanya. Seketika aku bisa merasakan kembali perasaan nyaman itu. Perasaan merasa terlindungi yang ku rasakan seperti 11 tahun lalu saat dewa penolongku menggendongku di dalam dekapannya dan menyelamatkan aku dari dalam kobaran api.

”Aku akan membawamu ke rumah sakit,” ujarnya lagi padaku. Walaupun aku tak bisa lagi melihatnya karena saat ini aku tak bisa membuka mataku sebagai akibat rasa sakit yang sedang ku alami, tapi aku masih tetap bisa mendengar perkataannya dengan jelas. Dan dari nada bicaranya aku bisa menangkap kekhawatiran yang amat sangat di sana.

”AAAAAAAAAAA……….”

”AAAAAAAAAAA……….”

Tiba-tiba aku mendengar wanita tadi berteriak marah dan disusul oleh teriakan kesakitan Tuan Choi. Aku bisa merasakan Tuan Choi kembali membalikkan tubuhnya ke arah wanita itu dengan masih menggendongku.

”Noona, aku tidak akan membiarkan kau membunuh putri mereka juga,” suara Tuan Choi terdengar seperti sedang menahan sakit. ”Aku mencintainya, noona. Tidakkah kau mengerti? Aku sangat mencintai putri Lee Sooran dan Lee Hyukjae, noona. Jika kau ingin membunuh satu orang lagi, lebih baik kau membunuhku saja. Tapi kau harus ingat, kalau aku akan melindungi putri mereka. Aku takkan membiarkan kau membunuhnya seperti kau telah membunuh kedua orang tuanya.”

Dan ”AAAAAAAAAA……..”

”NOONAAAAAA…………”

Aku mendengarkan jeritan kesakitan wanita itu dan disusul teriakan Tuan Choi yang memilukan di akhir kesadaranku.

******

Aku membuka mataku. Kini aku berada di sebuah kamar yang dekorasinya di dominasi oleh warna putih.

”Apa kau sudah sadar?” tanya seseorang yang sekarang tengah duduk di samping tempat tidur dan tangannya menggenggam erat tanganku.

”Di mana aku?” tanyaku pada orang itu yang ternyata adalah Choi Siwon.

”Sekarang kau berada di rumah sakit,” jawabnya sambil menyentuh pipiku dengan lembut.

”Apa yang terjadi?” tanyaku lagi, mencoba mengembalikan ingatanku.

”Kepalamu terbentur keras. Kau mengeluarkan begitu banyak darah dan kau tak sadarkan diri selama tiga hari,” dia menjelaskan padaku.

Perlahan-lahan aku mulai mengingat kejadian malam itu. Satu persatu potongan gambar dan percakapan malam itu berhasil ku tarik kembali ke dalam ingatanku. Dan ketika aku berhasil mengingat segalanya, aku tak mampu membendung air mataku.

”Mian atas apa yang dilakukan noonaku terhadap keluargamu. Aku tahu ini tak bisa dimaafkan, tapi aku sungguh-sungguh memohon padamu agar kau mau memaafkannya,” ujarnya memelas padaku.

”Apa alasan dia melakukan semua ini pada keluargaku?” tanyaku lagi dengan air mata yang semakin deras mengalir di pipiku.

”Noonaku sangat mencintai appamu. Mereka sudah bersahabat sejak lama. Dan appamu tahu persis kalau noonaku sangat mencintainya. Namun appamu hanya menyayanginya sebagai seorang sahabat, tak lebih dari itu,” Choi Siwon mulai menceritakan kisah kedua orang tuaku dan noonanya.

”Sampai akhirnya appamu bertemu dengan oemmamu dan jatuh cinta padanya. Itu permulaan depresi yang dihadapi noonaku. Rasa cintanya yang terlalu besar kepada appamu membuatnya tak bisa menerima kenyataan ketika appamu memutuskan untuk menikah dengan oemmamu. Kami harus membawanya ke psikiater saat itu. Oemma kami sangat menderita melihat kondisi noona. Kekhawatiran oemma akan noona membuatnya jatuh sakit dan meninggal tak berapa lama kemudian. Setelah kepergian oemma, noona sedikit melupakan masalah appamu dan dia beralih menangisi kepergian oemma. Perlu beberapa lama bagi kami untuk bisa membuatnya menerima kepergian oemma.” Dia berhenti sejenak. Tangan kirinya menghapus air mata yang masih mengalir di kedua pipiku dengan lembut.

”Setelah itu noona menjadi sedikit lebih tenang dan tidak pernah mengungkit-ungkit tentang appamu lagi. Hal ini membuatku dan appa  sedikit bernapas lega, sampai pada kejadian malam itu menjadi puncak segalanya. Malam itu aku terlambat pulang karena ada pelajaran tambahan di sekolah dan ketika aku pulang semua pelayan di rumah sudah panik karena noona menghilang setelah sebelumnya dia sempat mengamuk dan selalu menyebut-nyebut nama kedua orang tuamu sebagai penyabab kematian oemma kami. Sementara itu appaku sedang berada di luar negeri karena ada pertemuan bisnis. Aku tak tahu apa sebenarnya yang ada di dalam fikiranku saat itu. Tapi naluriku membawaku ke rumah keluargamu. Dan ketika sampai di sana semuanya sudah terlambat. Rumah kalian sudah terbakar habis. Saat aku menemukan kedua orang tuamu, mereka sudah meninggal. Aku hanya sempat menyelamatkanmu dari dalam kobaran api.

Setelah aku mengantarmu ke rumah sakit, aku kembali ke rumahku. Dan malam itu juga aku memutuskan untuk mengirim noonaku ke rumah sakit jiwa. Appa sempat memarahiku saat mengetahui apa yang telah aku lakukan terhadap noona. Tapi appa malah mengalami serang jantung yang sangat hebat saat mengetahui apa yang telah dilakukan noona terhadap kedua orang tuamu sehingga harus membuatku mengirimnya ke rumah sakit jiwa. Appaku tak tertolong saat itu. Namun sebelum meninggal appa sempat berpesan agar aku dapat bertanggungjawab penuh terhadap masa depanmu dan aku juga harus menjaga noonaku dengan baik,” ujarnya mengakhiri ceritanya.

Hatiku sangat sakit mengetahui semua kenyataan ini. Mengetahui bahwa noonanyalah yang membuatku harus hidup tanpa kedua orang tuaku. Tapi aku tak bisa membencinya karena semua ini memang bukanlah kesalahannya. Dia sama seperti aku. Menjadi pihak yang paling menderita karena kejadian malam 11 tahun yang lalu. Sama sepertiku, dia juga kehilangan segala yang paling berharga dalam hidupnya saat itu. Dan yang semakin membuatku tak dapat membencinya adalah karena dia telah menjagaku dengan sangat baik selama 11 tahun ini. Terlebih lagi dia adalah dewa penolongku yang menyelamatkan nyawaku malam itu.

”Lalu kenapa dia menyerangku?” tanyaku.

”Karena wajahmu sangat mirip dengan oemmamu.”

”Di mana noonamu sekarang?” tanyaku lagi saat tangisku sedikit mereda.

”Aku telah memakamkannya beberapa hari yang lalu,” ujarnya sedih.

”Mwo?! Apa…” aku tak bisa meneruskan ucapanku.

”Noona bunuh diri karena sudah tak sanggup lagi menanggung beban fikiran dan perasaannya selama ini. Dia menikamkan gunting tanaman yang saat itu sedang di pegangnya tepat ke jantungnya. Dan aku menyaksikan sendiri saat gunting itu berhasil menembus dadanya.” Dia menundukkan kapalanya, berusaha menyembunyikan air mata yang kini tengah menggenang di kedua pelupuk matanya.

Dengan susah payah ku angkat tubuhku agar dapat duduk. Dan aku dapat merasakan tubuhnya yang bergetar hebat saat aku memeluk tubuh kekarnya. Dia menangis di dalam pelukanku. Aku membiarkannya menumpahkan semua yang sudah ditahannya selama 11 tahun ini. Beban yang dipikulnya sudah sangat berat, tapi dia tetap dipaksa tegar untuk menghadapi semua masalah yang sebenarnya bukanlah kesalahannya.

Setelah beberapa lama barulah dia melapaskan pelukanku. Kini dia menatapku dengan sangat lembut. Aku tak menemukan sorot mata dingin itu lagi ketika dia menatapku. Tatapannya saat ini begitu hangat, membuatku merasa sangat nyaman saat menatap ke dalamnya.

”Apa lenganmu baik-baik saja?” tanyaku saat menyadari bahwa lengan kanannya kini sedang terbungkus perban.

”Aku baik-baik saja,” jawabnya dan untuk pertama kalinya dia tersenyum padaku. ”Gunting tanaman yang berusaha ditikamkan noona ke tubuhmu hanya berhasil mengenai lenganku dan meninggalkan luka kecil.”

”Boleh aku mengatakan satu hal lagi padamu?” tanyanya mengalihkan pembicaraan kami dengan cepat. Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku hanya menatapnya dengan tatapan tak mengerti.

”Aku hanya ingin menyesaikan segalanya malam ini,” ujarnya serius kepadaku dan kali ini aku megangguk mengiyakan.

Kemudian dia menggenggam lembut kedua tanganku dengan tangan kirinya. ”Tolong biarkan aku menjagamu selamanya. Aku mohon menikahlah denganku?” ujarnya membuatku sangat terkejut. Aku tahu tentang perasaannya terhadapku. Aku mendengarkan dengan sangat jelas saat dia memohon kepada noonanya agar tidak membunuhku dengan alasan dia sangat mencintaiku. Tapi mendengarkannya mengatakan semua ini secara langsung padaku tetap saja membuatku sangat terkejut. Apa lagi sekarang dia memintaku menikah dengannya.

”Eh…. tapi aku baru delapan belas tahun,” ujarku tergagap. ”Aku bahkan baru akan lulus SMA beberapa bulan lagi.”

Untuk kedua kalinya senyuman itu menghiasi wajah tampannya. ”Kalau itu masalahnya, aku bisa menunggumu beberapa tahun lagi sampai kau menamatkan kuliahmu. Aku hanya ingin memastikan, apakah kau bersedia menjadi istriku suatu saat nanti?”

Aku menundukkan kepalaku untuk menyembunyikan pipiku yang kini merona merah karena malu. Dan aku mengangguk perlahan. Setelah itu aku merasakan lengan kokohnya merangkul tubuh mungilku. Rasanya begitu aman dan terlindungi saat berada di dekapannya. Membuatku tak ingin melepaskannya.

”Gomawo,” bisiknya di telingaku dan mempererat pelukannya. ”Ternyata selama ini aku sudah membesarkan calon istriku dengan tanganku sendiri,” ujarnya lagi, membuatku tersenyum di dalam dekapannya yang hangat.

THE END

BELIEVE YOUR HEART (Part 4 End)

Yeorum POV

Hari ini adalah hari terpenting dalam club kami. Hari ini adalah hari perlombaan yang kami tunggu-tunggu. Hari ini juga kami akan menunjukkan pada dunia bahwa kami adalah yang terbaik.

“Yeorum~a, apa kau yakin tetap akan ikut serta dalam perlombaan itu?” tanya Teuki oppa saat aku sedang memasukkan barang-barangku ke dalam tas.

“Ne oppa. Kalau aku tak ikut, formasi tim kami akan jadi tak sempurna,” jawabku.

“Tapi bagaimana dengan kakimu?”

“Tenang saja oppa. Kakiku baik-baik saja kok.”

“Kalau begitu biar oppa yang mengantarmu ke sana,” ujarnya kemudian.

“Gomawo oppa,” teriakku kegirangan.

******

“Ku pikir kau tak akan datang,” ujar Gaeul saat aku tiba di lokasi lomba.

“Tentu saja aku akan datang. Aku kan sudah berjanji?” ujarku.

“Ya, Donghae~a, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Teukie oppa pada pria yang dari tadi berdiri di belakang Gaeul.

“Biasa hyung, mensupport chagiya-ku,” jawabnya sambil memamerkan senyum childishnya.

“Kau ini! Apa kau tak bisa menemukan gadis yang lebih pintar darinya di Amrik sana?” ujar Teukie oppa mengerling nakal pada Gaeul.

“Tak ada yang seperti dia hyung,” jawabnya lagi.

“Kalau kau mencari yang seperti dia, jangankan di Amrik, di belahan dunia manapun kau takkan menemukannya. Mana ada gadis sebodoh dia di dunia ini,” ledek Teukie oppa lagi yang langsung dihujami oleh pukulan oleh Gaeul.

“Justru karena kebodohannya itulah yang membuatku tak bisa pindah ke lain hati hyung.”

“Oppa…kenapa ikut-ikutan Teukie oppa mengataiku pabo,” protes Gaeul manja pada namjachingu-nya itu.

“Anni, chagiya. Oppa hanya bercanda,” ujar Donghae oppa membujuk gadis kesayangannya itu.

“Dimana yang lain?” tanyaku mengalihkan pembicaraan mereka.

“Mereka sudah di dalam,” jawab Gaeul.

“Kalau begitu kaza kita temui mereka,” ajakku.

 

“Kau datang juga?” ujar Hyukjae oppa saat melihat kedatanganku sambil membungkukkan tubuhnya memberi hormat pada Teuki dan Donghae oppa.

“Aku takkan membiarkan tim kita tak lengkap oppa,” jawabku.

“Tapi bagaimana dengan kakimu?”

“Tidak apa-apa. Kakiku akan baik-baik saja,” jawabku berusaha menghilangkan kekhawatirannya.

“Ya, Kim Cheon Sa, apa yang kau lakukan disini?” teriak Teukie oppa tiba-tiba.

“Aishh…mimpi apa aku semalam sampai bisa berjumpa lagi dengan makhluk ini setelah bertahun-tahun lamanya,” ujar Cheon Sa sunbaenim terlihat sangat kesal.

“Ini yang namanya jodoh Cheon Sa~ya,” ujar Teukie oppa bersemangat.

“Apa kau bilang? Ini jodoh? Ini musibah!” ujar Cheon Sa sunbaenim semakin kesal.

“Cheon Sa sunbaenim, kau mengenal oppaku?” tanyaku menyela pertengkaran mereka.

“Jadi makhluk menyebalkan ini oppamu?” tanya Cheon Sa sunbaenim tak percaya. Dan aku mengangguk mantap.

“Aishh…” teriaknya frustasi sambil meninggalkan kami begitu saja dan Teukie oppa mengikutinya dari belakang.

“Apa nama asli oppamu Park Jung Soo?” tanya Hyukjae oppa setelah itu.

“Ne,” jawabku tak mengerti.

“Berarti memang dia orangnya,” Hyukjae oppa seperti bicara pada dirinya sendiri kemudian dia berbisik di telingaku. “Oppamu senior Sangmi saat di Senior High School dulu.”

“Aah…aku tahu. Ternyata Cheon Sa sunbaenim adalah gadis yang di sukai Teuki oppa sejak masih di Senior High School dulu.” Hyukjae oppa mengangguk membenarkan tebakanku.

“Pantas saja sejak dulu dia tidak pernah sukses mendapatkannya. Caranya mengejar seorang gadis sangat mengerikan,” tambahku lagi.

“Apa itu penyakit turunan?” tanyanya tiba-tiba sambil menyunggingkan senyum jahilnya.

“Maksud oppa?” tanyaku tak mengerti.

“Kalau itu penyakit turunan, berarti kau akan berbuat seperti itu juga terhadap pria yang akan kau sukai nanti,” ujarnya lagi.

“Oppa…” aku memanyunkan bibirku tanda tak terima diledek seperti itu. Sementara Hyukjae oppa tertawa melihat ekspresiku.

“Tapi sepertinya cara itu manjur juga,” ujarnya lagi. Aku menatap tak mengerti kepadanya.

“Cheon Sa sebenarnya juga menyukai oppamu. Hanya saja selama ini dia terlalu gengsi mengakui perasaannya,” bisiknya di telingaku, membuatku terkejut bercampur senang.

 

Akhirnya perlombaan pun dimulai. Satu per satu peserta lomba di panggil naik ke atas pentas untuk mempertunjukkan kemampuan mereka. Penonton yang membanjiri stadion terbesar di kota Seoul ini berteriak-teriak histeris saat tim yang mereka dukung naik ke atas pentas.

Perlombaan tari ini memang merupakan ajang terbesar di Korea selatan. Maka wajar kalau acara ini disiarkan langsung oleh seluruh stasiun tv dalam negeri dan ada beberapa dari luar negeri. Pesertanya pun meliputi tim-tim terbaik utusan dari seluruh kota yang ada di Korea selatan.

Setelah sekian lama menunggu, akhirnya tiba giliran tim kami untuk memperlihatkan hasil latihan keras kami selama ini. Aku dan seluruh anggota tim naik ke atas panggung. Begitu banyak penonton yang mendukung kami karena club kami memang merupakan juara bertahan selama dua tahu berturut-turut.

Ketika musik di mulai kami langsung mempertunjukkan gerakan-gerakan tari kami dengan energik. Rasa nervous yang melanda kami tak menghalangi kami untuk memberikan penampilan yang terbaik.

Penampilan kami diakhiri dengan di sambut oleh suara sorak-sorai penonton yang mendukung tim kami. Saat kami kembali ke back stage, Hyukjae oppa dan Cheon Sa sunbaenim langsung mengacungi kerja keras kami dengan dua jempol. “Benar-benar good job,” ujar Hyukjae oppa sangat puas dengan penampilan kami. “Sekarang kita tinggal menunggu hasilnya.”

 

Sekarang tiba saatnya pengumuman hasil lomba. Aku menundukkan kepalaku saat posisi juara pertama akan dibacakan.

“Juara pertama, diraih oleh……… SEOUL DANCER GROUP!!!”

Seketika suasana menjadi riuh. Semua anggota tim dan member club kami langsung berteriak histeris mendengar nama club kami yang disebut oleh MC sebagai juara pertama dalam ajang perlombaan tari tingkat nasional tahun ini.

Sementara yang lain bersorak-sorai dengan kemenangan yang kami raih, aku hanya bisa terdiam di posisiku semula. Aku sangat syok dengan kemenangan itu. Saking tak percayanya aku sampai tak bisa berkata-kata karenanya.

Ku pandangi sekelilingku. Air mata bahagia mulai membanjir pada sebagian besar anggota tim. Gaeul terus menangis di pelukan Donghae oppa. Sementara itu aku juga bisa melihat rasa puas dan bangga yang terpancar dari wajah Hyukjae oppa. Kemudian Teuki oppa memeluk tubuhku dengan sangat erat.

“Kau memang dongasaeng oppa. Oppa sangat bangga padamu,” teriaknya sembari mengangkat tubuhku.

Kemudian kami beramai-ramai naik ke atas pentas untuk menerima trofi kemenangan dan berbagai hadiah lainnya. Hyukjae oppa sebagai pelatih mewakili kami semua untuk menyampaikan pidato kemenangan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung kami. Setelah itu kami melanjutkan pesta kemenangan tim kami.

 

Malam sudah sangat larut saat pesta kemenangan tim kami usai. Semua anggota tim yang lain sudah pulang ke rumah mereka masing-masing. Begitu pula dengan Gaeul yang pulang diantar oleh Donghae oppanya.

Sekarang hanya tinggal aku, Teuki oppa, Hyukjae oppa, dan Cheon Sa sunbaenim. Saat ini kami sedang berada di pinggir jalan bersiap-siap untuk pulang.

“Aku pulang duluan ya,” Sangmi sunbaenim berpamitan pada kami dan langsung berjalan menjauh meninggalkan kami.

“Hyukjae~ya, tolong kau antar adikku pulang ke rumah dengan selamat. Ini pakai saja mobilku,” ujar Teuki oppa tiba-tiba sembari memberikan kunci mobilnya kepada Hyukjae dan segera berlari menyusul Sangmi sunbaenim.

“Cheon Sa~ya, tunggu aku. Biar aku antar kau sampai ke rumah,” teriak Teuki oppa memanggil Cheon Sa sanbaenim.

“Aku tidak mau diantar olehmu! Aku bisa pulang sendirian,” Cheon Sa sunbaenim balas berteriak.

“Ya! Mana boleh seorang gadis pulang sendirian semalam ini,” ucap Teuki oppa.

Aku dan Hyukjae oppa hanya bisa geleng kepala melihat tingkah mereka.

 

“Besok aku akan kembali ke Amrik,” ujar Hyukjae oppa tiba-tiba membuatku sangat terkejut.

Kami sudah tiba di rumahku sejak 15 menit yang lalu. Hyukjae oppa menolak meninggalkan aku sendirian. Dia memetuskan untuk menemaniku sampai Teuki oppa kembali. Dan sekarang kami sedang duduk di ayunan besi di halaman rumahku.

Aku menatap lurus ke wajahnya. Mengamatinya, mencoba mencari kebohongan yang ada di sana. Tapi aku tak berhasil menemukannya. Apa yang dikatakannya barusan adalah sebuah kebenaran.

“Yooran datang ke Seoul untuk mengajakku kembali. Dia berharap kami bisa bersama lagi seperti dulu. Dua hari lalu dia datang ke studio untuk berpamitan. Dia sudah kembali ke Amrik kemarin. Tapi dia bilang dia akan menungguku.

“Lalu ini keputusan oppa?” tanyaku kemudian.

“Ne,” jawab Hyukjae oppa lirih.

Seketika ada perasaan perih merayapi hatiku. Hyukjae oppa sangat mencintai wanita itu. Takkan ada tempat bagiku di hatinya selamanya.

Kemudian kami terdiam lama. Kami hanyut dalam pikiran masing-masing.

“Mungkin ini pertemuan terakhir kita,” Hyukjae oppa memecahkan keheningan antara kami. “Senang sekali aku bisa mengenal gadis sebrilian kau.”

Aku mencoba tersenyum menanggapi ucapannya walaupun dapat ku rasakan senyuman yang kini menghiasi bibirku adalah senyuman terpaksa. Dan aku berharap Hyukjae oppa tidak mengetahui hal ini.

******

“Yeorum~a, kenapa mukamu di tekuk seperti itu?” tanya Teuki oppa, tak tahan lagi dengan sikapku yang hanya manyun seharian.

Hari ini Hyukjae oppa akan kembali ke Amrik. Hatiku terasa hampa sejak aku mengetahui kabar itu tadi malam langsung dari mulutnya sendiri. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku tak punya alasan untuk mencegahnya pergi.

“Yeorum~a, ada apa?” tanya Teuki oppa lagi, kini dia duduk di sampingku dan sedang memandangi wajahku yang murung lekat-lekat.

“Hyukjae oppa akan kembali ke Amrik hari ini, oppa. Dia pergi untuk mengejar gadis yang dicintainya. Dia tidak akan kembali lagi oppa,” ceritaku tanpa memandang wajahnya.

“Apa kau telah mengatakan perasaanmu padanya?” tanya Teukie oppa hati-hati.

“Ani. Takkan ada gunanya oppa. Itu tidak akan bisa mengubah apapun!” jawabku sambil menahan air mataku.

“Memang tidak akan bisa mengubah apapun. Tapi setidaknya bisa membuat hatimu menjadi lebih ringan,” ujar Teuki oppa menatapku dengan tatapan lembut.

“Kalau kau menyukai seseorang, katakan! Jangan menjadikannya beban dengan hanya menyimpannya di dalam hati. Itu akan membuatmu semakin sulit untuk melepaskannya. Jadi katakanlah, katakan tentang perasaanmu yang sebenarnya agar kau bisa melepaskannya.”

“Oppa benar!” ujarku seketika. “Aku harus menyampaikan perasaanku padanya!”

“Oppa, maukah kau mengantarku ke bandara sekarang? Waktunya tinggal sedikit lagi. Hyukjae oppa akan segera berangkat dan takkan kembali lagi ke sini,” ujarku sambil menghapus air mata yang sempat mengalir di pipiku.

“Kaza,” ujarnya sambil menarik tanganku.

 

Aku langsung turun dari mobil saat Teuki oppa baru saja menghentikan mobilnya di parkiran bandara. Aku meninggalkannya begitu saja tanpa menghiraukan panggilannya.

Aku berlari memasuki bandara dan langsung mengarahkan langkahku ke bagian keberangkatan internasional.

Ku lirik jam tanganku. Waktu menunjukkan jam sepuluh lewat dua puluh menit. Waktuku hanya tinggal sedikit lagi. Ku pacu langkahku lebih cepat lagi. Tak ku hiraukan rasa sesak di dadaku. Yang penting bagiku, aku harus bisa bertemu dengannya sebelum dia benar-benar pergi.

Aku terus berlari hingga akhirnya aku sampai di pintu keberangkatan internasional. Sekarang aku dapat melihat sosoknya yang sedang berjalan untuk memasuki pintu itu.

“Hyukjae oppa!” teriakku memanggilnya. Seketika dia membalikkan badannya ke arahku. Kemudian aku berjalan mendekat ke arahnya hingga jarak antara kami hanya tinggal beberapa meter.

“Apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanyanya.

“Aku ingin melepas kepergian oppa,” jawabku. “Dan sebelum oppa pergi aku ingin menyampaikan sesuatu kepada oppa.”

Aku diam beberapa saat. Sementara Hyukjae oppa menunggu kata-kata yang akan keluar dari mulutku.

“Sarangheyo oppa,” tiba-tiba kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku.

Aku kembali terdiam untuk melihat reaksinya sebelum kembali melanjutkan ucapanku.

“Aku sudah jatuh cinta pada oppa sejak pertama kali aku melihat oppa di taman. Aku begitu mengagumi setiap gerakan tubuh oppa. Di mataku tampak begitu ringan dan natural. Setelah oppa tidak datang lagi ke taman itu aku tetap menunggu oppa. Aku datang setiap hari ke sana dengan harapan aku bisa melihat oppa lagi. Tapi oppa tetap tidak datang. Tapi aku tetap menunggu hingga akhirnya kita bertemu di club. Dan oppa jugalah alasan utamaku untuk bergabung dengan club,” ujarku panjang lebar.

“Mianhae Yeorum~a,” ujarnya penuh penyesalan. “Kalau saja aku bisa menggantikan posisinya di hatiku dengan orang lain, aku pasti akan menggantikannya denganmu.”

“Ani,” ujarku menggeleng. “Jangan pernah merasa bersalah padaku oppa. Aku mengatakan ini bukan untuk membebani oppa. Aku mengatakan semua ini untuk membuat agar hatiku bisa terasa lebih ringan. Agar hatiku bisa melepaskan oppa dengan ikhlas.”

Aku kembali terdiam. Sementara Hyukjae oppa tetap menatap lurus ke arahku. Aku tak bisa membaca arti dari tatapannya itu.

“Pergilah oppa. Pergilah ke tempat yang oppa yakini oppa dapat menemukan kebahagiaan di sana. Percayalah selalu pada kata hati oppa. Believe your heart oppa!” ujarku mengakhiri kata-kataku.

“Gomawo Yeorum~a. Gomawo sudah bersikap arif terhadapku. Gomawo juga untuk mencintaiku. Aku akan selalu mengingatnya. Bisa dicintai oleh gadis sepertimu adalah keberuntungan dalam hidupku.” Hyukjae oppa tersenyum kepadaku. Kemudian dia membalikkan badannya dan melangkah maju memasuki pintu keberangkatan internasional. Sementara aku tetap terpaku di tempatku, menatap lurus ke arah punggungnya yang kini menjauh hingga akhirnya dia hilang dari pandanganku.

******

Masa sekarang…

Aku tersadar dari lamunanku oleh pukulan pelan di lututku. Seorang anak kecil kini berdiri tepat di hadapanku sambil mengulurkan sebuah balon biru kepadaku.

“Apa ini untuk noona?” tanyaku ramah sambil menerima balon itu darinya. Anak itu hanya mengangguk kemudian dia langsung berlari meninggalkanku tanpa mengatakan sepatah katapun. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya.

Aku kembali mengedarkan pandanganku ke seluruh taman. Tak jauh dari tempatku duduk aku melihat sebuah keramaian kecil di sana. Kemudian aku beranjak dari dudukku dan berjalan menghampiri keramaian itu.

Setelah aku berada di dekat kerumunan itu barulah aku bisa melihat ada seorang pria berjas hitam sedang mempertunjukkan gerakan tarinya kepada pengunjung taman yang mengerubunginya. Pria itu membelakangiku.

Aku memuji tarian yang dipertunjukkannya. Gerakannya sangat indah. Membuat semua orang yang memandangnya terpukau karenanya.

Di akhir pertunjukkannya barulah dia berbalik menghadapku dan membungkukkan tebuhnya tepat di hadapanku bak seorang pangeran yang sedang menyambut kedatangan putrinya.

“Hyukjae oppa!” ujarku terkejut.

******

“Apa yang oppa lakukan di Seoul?” tanyaku saat kami sudah duduk di kursi taman yang ku duduki tadi.

“Menemui gadis yang kucintai,” ujar Hyukjae oppa menatap tepat ke mataku.

“Apa Yooran onnie ada di sini sekarang?” tanyaku lagi.

“Ani,” dia menggelengkan kepala. Kemudian dia menghembuskan napasnya dengan kencang dan mengalihkan tatapannya dariku. “Lima tahun ini aku selalu merasa ada seseorang yang memanggilku untuk kembali ke sini. Makanya aku kembali .”

Aku menatap ke arahnya. Dan tiba-tiba dia duduk berjongkok di hadapanku sambil menggenggam kedua tanganku.

”Gomawo Yeorum~a,” ujarnya kemudian sambil menatap ke dalam mataku. ”Gomawo sudah menungguku selama lima tahun ini.”

Aku tetap terdiam mendengar ucapannya.

“Saranghaeyo Yeorum~a,” ujarnya kemudian membuatku sangat terkejut.

“Yoorin onnie?” tanyaku bingung.

”Aku tak pernah kembali padanya selama lima tahun ini,” ujarnya menjelaskan. ” Saat aku tiba di sana, aku baru menyadari bahwa ada sisi hatiku yang hilang. Dan aku tahu persis sisi hatiku yang hilang itu telah tertinggal bersamamu di sini. Aku bermaksud langsung kembali saat menyadarinya. Tapi tiba-tiba ayahku jatuh sakit. Dan aku harus menggantikannya untuk memimpin perusahaan yang telah dibangunnya dengan darah dan keringatnya. Aku sudah begitu lama meninggalkan keluargaku. Dan saat itu aku menyadari bahwa sudah saatnya aku menjalankan kewajibanku sebagai seorang anak yang sudah lama aku tinggalkan. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap tinggal saat itu. Walaupun demikian aku tetap berjanji pada diriku sendiri bahwa suatu saat nanti aku akan kembali. Aku akan kembali hanya untuk seseorang. Aku akan kembali untukmu karena aku percaya kau akan tetap menungguku. Seperti kata terakhir yang kau ucapkan di bandara saat itu. Aku harus mempercayai hatiku. Dan aku mempercayainya,” ujarnya menyelesaikan ceritanya.

”Saranghaeyo Yeorum~a. Jeongmal saranghaeyo,” ujarnya lagi menatap sungguh-sungguh ke dalam mataku.

Aku balas menatap ke dalam matanya dan aku menemukan kejujuran dan kesungguhan hatinya di sana.

”Nado saranghaeyo oppa,” ujarku akhirnya.

Kemudian dia bangkit mendekapku ke dadanya. Aku bisa merasakan kelegaan di sana. Dekapannya yang hangat memberikan ketenangan bagi hatiku yang sudah menunggu tanpa kepastian selama lima tahun ini. ”Aku selalu percaya kau pasti akan kembali oppa,” bisikku di dadanya.

”Gomawo sudah percaya pada hatimu, Yeorum~a,” ujarnya sambil mengeratkan pelukannya.

THE END

BELIEVE YOUR HEART (Part 3)

Yeorum POV

Aku berpapasan dengan seorang wanita cantik saat akan memasuki studio latihan. Aku menundukkan tubuhku sedikit untuk menghormatinya dan dia tersenyum padaku.

“Dia siapa?” tanyaku pada Gaeul saat tiba di dekatnya.

Gaeul mengangkat bahunya. “Dia datang menemui Hyukjae sunbaenim. Kata anak-anak sih mantan pacarnya Hyukjae sunbaenim. Dia baru datang dari Amrik,” ujar Gaeul setengah berbisik padaku.

“Cheongmal?!” tanyaku terkejut.

“Jangan patah hati dulu, chingu. Statusnya kan mantan pacar, bukan pacar,” Gaeul menepuk-nepuk bahuku bermaksud hendak menenangkanku.

“Kaza, kita ganti baju dulu,” ajaknya kemudian dan aku mengangguk mengiyakan.

Latihan hari ini aku tak bisa konsentrasi. Otakku selalu memikirkan cerita Gaeul tadi. Ini membuatku sangat sering melakukan kesalahan dalam gerakanku. “Untuk apa mantan pacar Hyukjae oppa datang jauh-jauh dari Amrik?” tanyaku dalam hati.

Hyukjae oppa pun sepertinya juga sedang ada masalah hari ini. Mungkin masalah mantan pacarnya itu, tebakku. Emosinya sangat tak terkendali. Sejak awal latihan tadi dia selalu marah-marah dan berteriak kepada member yang melakukan kesalahan. Dan entah sudah berapa kali dia meneriakiku dengan kata-kata yang tak enak di dengar. Pokoknya dia tidak seperti Hyukjae oppa yang biasanya, yang selalu tenang dan sabar saat melatih kami.

“Yeorum~a! Apa yang sedang kau pikirkan? Mengapa kau sibuk melakukan kesalahan sejak tadi? Gunakan feel-mu saat menari,” lagi-lagi dia meneriakiku.

“Kita mulai lagi dari awal!” perintahnya kemudian dan kami kembali melatih gerakan tari tadi dari awal.

Beberapa menit kemudian aku kembali melakukan kesalahan.

“DASAR IDIOT!!!” teriaknya sangat marah dan melemparkan handuk kecil yang dipegangnya sejak tadi kepadaku. Secara refleks aku menghindari lemparannya agar tak mengenai wajahku sehingga handuk itu hanya mengenai bahu kananku. “Apa kau tak dengar kalau dari tadi aku menyuruhmu berkonsentrasi. Dan mana feel-mu? Semua gerakanmu itu hampa!!!”

Kali ini aku sungguh tak tahan lagi mendengar setiap kata-kata marahnya itu. Aku sangat tersinggung karena dia mengataiku idiot. Sementara itu mataku mulai berkaca-kaca sekarang. Akhirnya tanpa mengatakan apapun aku langsung beranjak dari posisiku dan berjalan menuju pinggir arena. Gaeul sempat menahanku saat itu tapi aku langsung menepiskan tangannya yang memegang lenganku.

“Ya, Yeorum~a! Mau kemana kau? Latihan belum usai,” teriaknya lagi padaku. Tapi aku tak menggubrisnya sama sekali. Hatiku benar-benar sakit karena ucapannya. Ku masukkan semua barang-barangku dan berjalan menuju pintu ke luar studio untuk meninggalkan tempat itu.

“Aaaaa…” Aku masih sempat mendengar teriakan frustasinya saat pintu studio menutup di belakangku. Kemudian aku menyusuri trotoar menuju ke halte bis. Saat itu hari sudah mulai gelap. Sementara air mataku semakin menggenang sebagai akibat rasa sakit di hatiku. Sesampainya di halte aku tak sanggup lagi menahannya sehingga akhirnya tangisku pecah.

Aku duduk di bangku halte sambil menutupi wajahku dengan kedua telapak tanganku. Untung saja tak ada seorang pun kecuali aku di halte saat itu. Kalau tidak, aku pasti akan menjadi tontonan umum.

Entah berapa lama aku menangis sendiri di halte itu. Aku baru menegakkan tubuhku saat aku mendengar ada langkah-langkah yang menuju ke arahku. Buru-buru ku hapus sisa air mataku agar orang itu tak melihat bahwa aku sedang menangis. Dan kubalikkan tubuhku sehingga membelakangi orang yang baru datang itu agar dia tak dapat melihat mataku yang bengkak karena habis menangis.

Aku dapat merasakan orang yang baru datang itu duduk tak jauh dari tempatku. Dan tiba-tiba….

“Mianhae…” ujar sebuah suara yang sangat ku kenal. Pemilik suara itu tak lain adalah Hyukjae oppa.

“Cheongmal mianhae,” ulangnya lagi. “Aku tak bermaksud mengataimu seperti itu. Juga tak seharusnya aku menumpahkan kekesalanku kepadamu ataupun kepada member yang lainnya. Mianhae, jeongmal mianhae,” ujarnya terdengar sangat menyesal. Sementara aku tetap duduk membelakanginya.

Tiba-tiba dia mengulurkan sesuatu dari balik bahuku. Ku tatap tak percaya benda yang diulurkannya itu. Sebuah balon biru?!

Aku langsung membalikkan badanku untuk menatapnya dengan mataku yang bengkak. “Bisa-bisanya oppa berpikir untuk membujukku dengan barang seperti ini,” ujarku seketika, sebuah senyum mengembang di bibirku.

“Apa itu berarti kau sudah tak marah lagi padaku?” tanyanya sambil menunjuk lengkungan yang menghiasi daerah sekitar mulutku. Pertanyaannya itu membuat senyumanku semakin lebar.

“Aaahh… Ternyata analisaku selama ini benar,” ujarnya sambil meregangkan tubuhnya.

“Analisa tentang apa?” Aku menatap ingin tahu padanya.

“Ternyata hampir semua wanita di dunia ini memiliki sisi kekanakan,” dia mengerling jahil kepadaku. “Kalau mereka marah, cukup menghibur mereka hanya dengan hal sepele, mereka akan langsung memaafkan semua kesalahan. Buktinya kau, cukup diberi sebuah balon biru saja kau langsung bisa tersenyum begitu manisnya padaku sekarang.”

“Mwo?!” ujarku tak suka dengan analisanya.

“Berarti analisaku tentang pria juga benar dong?!” balasku tak mau kalah. Hyukjae oppa mengerutkan keningnya mendengar ucapanku.

“Sebagian besar pria selalu melampiaskan emosi mereka dengan mengkambinghitamkan orang lain yang ada di sekitarnya,” ujarku sengit.

Seketika tawanya meledak mendengar ucapanku. “Ternyata kau lebih cerdas dari apa yang kupikirkan selama ini,” ujarnya lagi sambil menepuk-nepuk pelan kepalaku. Dan aku hanya menatapnya tak percaya.

“Ngomong-ngomong dimana oppa mendapatkan balon biru ini?” tanyaku saat tawanya mereda.

“Oh…itu…tadi aku memohon kepada seorang adik kecil yang kebetulan lewat di depan studio. Untung saja dia bersedia memberikannya padaku. Kalau tidak…entah sampai kapan kau akan marah padaku?” dia kembali menyunggingkan senyum jahilnya itu padaku.

“Oppa…kau ini benar-benar tidak modal,” ujarku sambil memukulinya dengan balon yang diberikannya tadi.

“Sudah, sudah. Kalau balonnya pecah oppa tak punya gantinya,” ujarnya masih terus menggodaku.

“Dasar pelit!” rutukku kemudian sambil menjulurkan lidah padanya. Kemudian kami terdiam beberapa saat.

“Apakah wanita yang tadi siang itu yang membuat oppa resah?” tanyaku mencoba memberanikan diri.

“Ne,” jawabnya singkat dengan pandangan tetap lurus ke depan.

“Apa dia mantan pacar oppa?” tanyaku lagi.

“Hmmm”

“Apa oppa masih mencintainya?”

“Ne,” jawabnya, masih tanpa menatapku. Sebuah luka tergores di hatiku saat ini dan rasanya amat perih.

“Itu bismu tiba,” ujarnya tiba-tiba. Aku tahu dia sedang menghindari percakapan ini. Aku pun tak bermaksud untuk melanjutkannya. Aku tak mau luka ini akan semakin membuat luka di hatiku menganga lebar.

“Ne,” jawabku seraya berdiri dari dudukku dan melangkah maju mendekati bis yang sudah menungguku.

“Yeorum~a, beristirahatlah lebih awal malam ini,” ujar Hyukjae oppa saat aku hampir mencapai pintu bis. “Besok latihan kita yang terakhir, pasti akan sangat melelahkan.”

Aku mengangguk ke arahnya, kemudian aku masuk ke dalam bis. Aku terus menatap ke arahnya sementara bis yang kutumpangi terus berjalan menjauh dari halte itu.

******

Hari ini hari terakhir latihan kami. Keesokan harinya kami sudah harus bertempur. Semua member yang akan turun berlatih dengan keras. Dan sepertinya suasana hati Hyukjae oppa sudah sedikit membaik. Dia sudah tak marah-marah lagi hari ini.

Tapi pada saat sedang asyik-asyiknya latihan, tiba-tiba…..

“Au…” aku berteriak dan jatuh terduduk karena kakiku terkilir dan rasanya sakit sekali. Semua anggota tim langsung menghampiriku begitu juga dengan Hyukjae oppa.

“Gwaenchanayo?” tanyanya panik sambil memeriksa pergelangan kakiku. Sementara aku terus meringis menahan sakitnya.

“Sepertinya kau terkilir,” ujarnya kemudian.

“Kau istirahat dulu di pinggir arena agar aku bisa memeriksa pergelangan kakimu,” ujarnya lagi sambil melingkarkan lenganku di bahunya dan membantuku berdiri.

“Yang lain tetap lanjutkan latihan!” perintahnya kepada anggota tim yang lain dan membawaku ke pinggir arena.

Saat Hyukjae oppa sedang memeriksa pergelangan kakiku Cheon Sa sunbaenim menghampiri kami.

“Gwaenchanayo?” tanyanya kepada Hyukjae oppa.

“Dia terkilir,” jawab Hyukjae oppa tanpa mengalihkan perhatiannya dari pergelangan kakiku.

“Bagaimana kalau aku saja yang merawatnya?” usul Cheon Sa sunbaenim membuatku dan Hyukjae oppa sama-sama terkejut.

“Gwaenchanayo?” tanya Hyukjae oppa ragu.

“Ya Hyukie~a, apa kau pikir aku akan mematahkan kakinya?” Cheon Sa sunbaenim mendengus kesal. “Aku ini juga pelatih di club kita. Tentu saja aku menginginkan semua member club kita dalam keadaan baik-baik saja.”

“Sudah sana!” perintahnya kemudian saat melihat Hyukjae oppa yang masih terbengong-bengong. “Kau latih saja yang lain dengan baik. Jangan sampai tim kita kalah besok.”

Cheon Sa sunbaenim menarik tangan Hyukjae oppa sampai berdiri dan mendorongnya agar pergi ke tengah arena latihan.

“Coba ku periksa pergelangan kakimu,” ujarnya setelah berhasil membujuk Hyukjae oppa meninggalkan kami.

“Pergelangan kakimu benar-benar terkilir dan sepertinya keadaanya cukup parah.” Cheon Sa sunbaenim mengurut pergelangan kakiku dengan sangat hati-hati. Aku meringis karena menahan sakitnya.

“Mianhae,” ujar Cheon Sa sunbaenim tiba-tiba membuatku terkejut.

“Untuk apa?” tanyaku tak mengerti.

“Karena bersikap kurang baik terhadapmu,” ujarnya tanpa mengalihkan perhatiannya dari pergelangan kakiku. “Saat itu aku benar-benar tidak bisa melihat bakatmu dalam menari. Tapi si Hyukjae itu terus saja membelamu. Dia benar-benar membuatku kesal!”

“Jadi…benar kalau sunbaenim tak menyukaiku karena itu?” tanyaku mencoba memberanikan diri.

“Hmmmm,” jawabnya tetap  berkonsentrasi pada pergelangan kakiku.

“Jadi benar alasan sunbaenim tak menyukaiku karena…”

“…..karena aku menyukai Hyukjae,” ujarnya seketika memandangku. Kemudian tiba-tiba dia tertawa, menertawakan ucapanku.

“Ternyata kau juga termakan oleh gosip yang beredar di club,” ujarnya disela-sela tawanya. Sementara aku hanya memandang tak mengerti kepadanya.

Kemudian Cheon Sa sunbaenim menghentikan tawanya dan berdehem. ” Ehm… Dia terus membelamu waktu itu, seketika aku tahu ada yang spesial dari dirimu. Tapi bukan karena itu aku aku keberatan menerimamu. Keberatanku murni karena penilaianku, karena aku merasa kau tak berbakat di dunia tari. Tapi penilaianku salah. Sekarang kau telah berhasil membuktikan bahwa kau memang berbakat. Hanya dalam beberapa minggu saja kau mampu menguasai gerakan rumit hasil ciptaan Hyukie, yang biasanya selalu sulit untuk diikuti oleh orang lain, terutama orang yang baru saja mengenal dunia tari sepertimu. Aku benar-benar kagum padamu dan aku sama sekali sudah tak mempermasalahkan keberadaanmu di club kami. Kau memang layak untuk itu.

Tapi soal gosip aku menyukainya. Itu sama sekali tidak benar. Aku menyayanginya hanya sebagai seorang sahabat. Sama seperti kau menyayangi Gaeul. Aku hanya takut kehadiranmu mengganggunya,” jelasnya panjang lebar.

“Apa maksud sunbaenim dengan kehadiranku mengganggunya?” tanyaku tak mengerti.

“Kau akan mengerti sendiri suatu saat nanti,” ujarnya penuh tanda tanya.. “Tunggu sebentar! Aku ambil kotak obat dulu.”

Cheon Sa sunbaenim pergi meninggalkanku dan kembali beberapa saat kemudian dengan membawa kotak obat di tangannya. Kemudian dia kembali berjongkok di depanku dan menempelkan koyo yang diambilnya dari dalam kotak obat itu ke pergelangan kakiku.

“Nah, semoga ini bisa membantu meringankan rasa sakitnya. Bagaimana rasanya?” tanyanya kemudian.

“Rasanya lebih baik,” aku tersenyum padanya.

 

Para anggota tim di beri waktu istirahat selama 15 menit sebelum mereka kembali berlatih.

“Ok, ini latihan kita terakhir. Aku harap gerakan kalian benar-benar bersih. Tak ada lagi kesalahan. Anggap di latihan ini kalian sudah berada di atas panggung perlombaan. Arasseo?” tanya Hyukjae oppa kepada semua member yang langsung di jawab kompak oleh semua anggota tim.

“Sunbaenim, izinkan aku ikut latihan terakhir ini,” ujarku ketika mereka akan memulai latihan.

“Andwe!” tolak Hyukjae oppa. “Bisa-bisa kakimu akan semakin parah kalau di paksa bergerak.”

“Tidak apa-apa sunbaenim. Kakiku sudah sedikit membaik,” paksaku.

“Kau yakin?” tanyanya tak percaya. Aku mengangguk untuk meyakinkannya hingga akhirnya Hyukjae oppa mengizinkanku untuk ikut dalam latihan itu.

******

“Gwaenchanayo?” tanya Hyukjae saat aku baru keluar dari ruang ganti dan menghampirinya yang menungguku di depan pintu ke luar studio.

“Ne,” jawabku menenangkannya.

“Tapi sepertinya sangat sakit,” ujarnya sambil mengamati ekspresiku yang kesakitan.

“Yeorum~a, bagaimana keadaan kakimu? Gwaenchanayo?” Hyukjae oppa tiba-tiba sudah berada di dekat kami.

“Oppa?! Kau belum pulang?” tanyaku.

“Aku sengaja menunggumu,” ujarnya sambil berjongkok dan menggulung sedikit jins yang ku kenakan tanpa sempat ku cegah.

“Aigo…! Kakimu bengkak Yeorum~a,” ujarnya panik.

“Gwaenchana oppa,” ujarku mencoba menenangkannya.

“Apanya yang tidak apa-apa?” bentaknya padaku dan kemudian dia beralih kepada Gaeul. “Gael~a, kau pulang saja. Sudah malam. Beristirahatlah yang baik agar besok bisa tampil fresh. Biar aku yang mengantarkan Yeorum pulang. Lagi pula kalau kau yang mengantarnya, kau takkan kuat menggendongnya.”

“Mwo?” ujarku kaget dengan ucapan Hyukjae oppa tadi. “Apa maksud oppa dengan kata menggendong tadi?”

“Tentu saja aku akan menggendongmu pulang. Mana mungkin kau berjalan dengan kaki seperti ini. Bisa-bisa kau baru sampai besok pagi,” omelnya panjang lebar. Gaeul sibuk menahan senyum gara-gara ucapannya. Sementara wajahku jadi memerah karena malu.

“Baiklah oppa. Kalau begitu sahabatku yang satu ini aku titipkan pada oppa. Tolong antarkan dia dengan selamat sampai ke rumah ya oppa. Anyeong…” ujarnya segera berlari meninggalkan kami berdua.

“Ayo naik ke punggungku!” kemudian Hyukjae oppa berjongkok di depanku.

“Tapi oppa,”

“Aishh…kau ini!” ujarnya geram sambil menarik tanganku hingga aku jatuh di punggungnya dan dia langsung mengangkat tubuhku.

Hyukjae oppa menggendongku sepanjang perjalanan pulang ke rumahku. Bahkan dia masih tidak mengizinkanku turun dari punggungnya saat kami sudah berada di depan pintu rumahku.

“Aigo… Yeorum~a! Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau bisa digendong pulang seperti ini?” Teukie oppa langsung panik saat melihat aku yang pulang digendong dengan pria yang tak dikenalnya.

“Oppa biarkan kami masuk dulu. Hyukjae oppa sudah keberatan karena harus menggendongku sepanjang jalan,” ujarku padanya.

“Ne, ne. Silakan masuk,” ujarnya memberi jalan agar kami bisa lewat.

“Turunkan saja dia di sofa itu,” ujarnya sambil menunjuk ke sofa panjang yang ada di ruang tamu. “Apa yang terjadi padanya?”

“Kaki Yeorum terkilir,” ujar Hyukjae oppa sambil menggulung celana jinsku.

“Huwaaa…kakinya bengkak,” teriak Teuki oppa kemudian saat melihat pergelangan kaki kananku.

“Apa yang harus kita lakukan?” tanyanya panik.

“Tolong ambilkan air hangat untuk mengompres kakinya,” ujar Hyukjae oppa sopan.

“Ok, ok. Tunggu sebentar. Aku akan segera kembali,” ujar Teuki oppa masih panik dan segera berlari ke dapur.

“Oppamu sangat menyayangimu,” ujar Hyukjae oppa padaku kemudian.

“Teuki oppa terlalu over protective,” jawabku.

Tak lama kemudian Teuki oppa muncul dengan membawa baskom yang berisi air hangat. Dia memberikannya kepada Hyukjae oppa dan Hyukjae oppa langsung mengompres kakiku.

“Apa akan baik-baik saja?” Tanya Teukie oppa lagi.

“Akan lebih baik kalau di bawa ke rumah sakit,” Hyukjae oppa menyarankan.

“Kalau begitu kita ke rumah sakit saja, Yeorum~a?” sambar Teuki oppa.

“Aku tidak mau! Dikompres juga bisa baik kok,” bantahku.

“Aishh…kau ini! Keras kepala sekali,” ujar Teuki oppa kesal.

“Usahakan agar semalaman ini tetap dikompres. Mudah-mudahan besok sudah lebih baik,” ujar Hyukjae oppa sambil bangkit dari jongkoknya.

“Kalau begitu aku pulang dulu. Maaf mengganggu. Selamat beristirahat,” sambungnya lagi.

“Kalau begitu aku antar kau ke depan pintu,” ujar Teuki oppa ramah. “Tapi ngomong-ngomong siapa namamu?”

“Mianhaeyo telah berbuat tidak sopan,” Hyukjae oppa langsung membungkukkan tubuhnya di hadapan Teuki oppa. “Annyeonghaseyo, choneun Hyukjae imnida.”

“Aaahh…sudahlah. Aku sama sekali tak menganggap kau tidak sopan,” Teukie oppa mengibaskan tangannya. “Kondisinya sudah seperti ini. Wajar kalau kau lupa memperkenalkan namamu.”

“Gomawo hyung atas pengertiannya. Kalau begitu aku pulang dulu.”

“Mari,” Teuki oppa mempersilahkan Hyukjae oppa dengan sopan.

“Oppa,” panggilku saat dia sudah di ambang pintu dan dia kembali membalikkan badannya ke arahku. “Aku akan datang besok!”

“Sudahlah, jangan terlalu memikirkan perlombaan dulu. Yang penting sekarang kakimu lekas sembuh,” jawabnya.

“Anni… Aku sudah berjanji. Jadi aku pasti datang,” ujarku keras kepala.

“Aishh…kau ini!” ujar Teuki oppa geram melihat kekeraskepalaanku. “Sudahlah Hyukjae ah, tak perlu membujuknya lagi. Penyakit keras kepalanya itu benar-benar sudah akut. Tak ada obatnya lagi.”

Hyukjae oppa hanya tersenyum mendengarkan ucapan Teukie oppa. “Beristirahatlah!” ujarnya padaku.

“Aku pulang dulu hyung. Selamat malam,” pamitnya lagi pada teukie oppa.

“Ne,” jawab teuki oppa.

“Khamsahamnida,” teriak Teuki oppa saat aku tak lagi dapat melihat Hyukjae oppa.

“Kau mau ke mana?” tanya Teuki oppa saat melihat aku mencoba beranjak dari tempatku berada sekarang.

“Mau ke kamar,” jawabku.

“Tetaplah duduk di situ!” perintah oppa sambil buru-buru mengunci pintu rumah kami dan berlari ke dekatku. Kemudian Teukie oppa berjongkok di depanku.

“Naiklah ke punggung oppa! Oppa akan menggendongmu sampai ke kamar,” perintahnya lagi.

“Ok,” teriakku kegirangan dan menaiki punggungnya.

“Aigo, aigo…! Sudah lama tak menggendongmu, ternyata berat badanmu bertambah banyak,” ujarnya saat berusaha berdiri dengan aku berada dipunggungnya.

“Apa dia pelatihmu?” tanya Teuki oppa saat kami menaiki tangga menuju ke kamarku di lantai dua.

“Hmmm,” jawabku. “Dan dia adalah pria tamanku.”

Teukie oppa mendudukkanku di atas tempat tidurku. “Benarkah?” tanyanya dengan napas ngos-ngosan. Kenapa kau tak memberi tahu oppa kalau perkembangannya sudah sejauh ini?”

“Jangan menduga yang aneh-aneh oppa. Antara kami tak terjadi apa-apa. Dia sudah mempunyai wanita yang dicintainya,” aku bisa merasakan perubahan ekspresi wajahku.

Teukie oppa duduk di sampingku dan kemudian dia memelukku. “Sayang sekali kalau begitu. Padahal menurut oppa dia pria yang baik. Tapi pasti akan datang pria yang lebih baik lagi nantinya,” ujar Teuki oppa menghiburku.

“Gomawo oppa,” ujarku sambil melepaskan pelukannya agar aku bisa melihat wajah oppa yang sangat kusayangi ini.

Keningnya berkerut tanda dia tak mengerti dengan apa yang sedang ku katakan. “Gomawo karena telah menjadi oppaku,” ujarku meneruskan ucapanku.

“Tidak perlu berterima kasih. Suatu kebanggaan bagi oppa memiliki dongsaeng secantik dan secerdas kau,” ujarnya sambil membelai lembut kepalaku.

“Istirahatlah,” ujarnya kemudian sambil mengecup keningku dan melangkah ke luar dari kamarku.

To Be Continue…..