Dark Not always Black (Part 4)

Author: Queen Bee

Yeorum POV

“Yeorum Tiaraaaaappppp!” Itu suara Kyuhyun Oppa. Aku  merebahkan tubuhku ke tanah. “Berhenti di sana.” Perintah Kyu Oppa padaku..

TAR!!TAR!!TAR!!!

Aku menutup kupingku menghindari bunyi desingan senjata yang saling beradu di atasku. Tubuhku menggigil. Oppa…eonni jangan tinggalkan aku. Tangisku tertahan. Tanpa kusadari tembak-menembak telah berakhir.

“Yeorum-a, irona.” Kyu Oppa membantuku berdiri.

“Kyu Oppa? Kau?”

“Aku akan menjelaskannya padamu nanti.”

“Tapi oppaku…”

“Kita tinggalkan dulu tempat ini.” Ajaknya.

Ani, aku mau melihat oppa dan eonniku sekarang.”

“Jangan sekarang, nanti saja.” Bantahnya, lalu menarik paksa tubuhku mengikutinya menuju mobil patroli.

Ani…aku mau melihat oppaku sekarang.” Paksaku, lalu memutar balik tubuhku  menuju oppa dan eonni.

Tapi langkahku terhenti. Seorang pria berseragam polisi tengah memeluk kepala oppaku sambil menangis. Eonniku tertidur disebelah oppaku. Tangan mereka saling berpegangan.

Andwae oppa, ANDWAEEEEEEEEEE…!!!” Pandanganku tiba-tiba menjadi gelap.

Saat tersadar aku sudah ada di rumah sakit.

Beberapa waktu kemudian setelah pemakaman.

Kyu Oppa bercerita padaku kalau para penjahat itu tertangkap tak lama kemudian. Bos besar yang juga mantan Jendral dari kepolisian itu sendiri tewas tertembak dengan 12 lubang peluru para sniper di tubuhnya. Hyukjae Oppa di vonis lima tahun penjara. Sedangkan Brandy di jatuhi hukuman mati.

Setelah drama penculikan dan operasi besar yang menyeret kematian Donghae Oppa dan Gaul Nuna, aku dilarikan ke rumah sakit. Jiwaku terpukul untuk yang kedua kalinya. Aku masih tak mengerti apa yang terjadi. Mengapa aku dan Gaul Eonni di culik? Mengapa Donghae Oppa terlibat dalam masalah ini? Mengapa ia berteman dengan Hyukjae Oppa? Apa sebenarnya pekerjaan oppaku selama ini? Mengapa orang-orang yang kucintai harus pergi dengan cara ini? Mengapa harus Hyukjae Oppa yang melakukannya? Mengapa….? Mengapa…?

“Yeorom-a…. bagaimana keadaanmu sekarang?” Kyu Oppa bertanya.

Tak ada jawaban yang bisa kuberikan. Rasa sedih dan kehilangan orang–orang yang paling kucintai setelah ditinggal eomma dan appa kembali merayapi hatiku. Jika saat itu aku masih memiliki Donghae Oppa, aku masih bisa berdiri. Namun saat ini aku hanya sebatang kara, tak ada pegangan, tak ada pelindung dan tak kenal siapapun. Aku harus bagaimana? Aku akan bagaimana? Oh Tuhan, apa yang kau rencanakan untuk hidupku? Air mataku kembali membasahi pipi.

Oppa, kau siapa sebenarnya? Mengapa kau juga ada di sana saat itu?” Tanyaku dalam tatapan yang nanar. Dia hanya menatapku dalam.

Satu menit…

Dua menit….

Tiga menit…

Karena dia masih tak menjawab, aku kembali dalam duniaku.

“Yeorum-a. kau harus kuat.” Suaranya membuyarkan lamunanku. Namun aku masih duduk mematung.

“Yeorum-a…” Panggilnya lagi. Dia mendekatiku lalu memelukku erat. Kalau kau ingin menangis, menangislah di pundakku.” Pintanya.

Aku membalas pelukannya, seketika tangiskupun pecah di dadanya.

“Kyuhyun Oppa, na eottohkeeee…..? Eottohkeeee? Eottohkeeee?

Gwaenchana, masih ada aku. Aku yang akan menjaga dan melindungimu.” Balasnya.

☺☺☺☺☺

Aku duduk memandang taman dari jendela lantai tiga rumah sakit. Di bawah kulihat dua orang kakak beradik sedang bercanda sambil berlarian. Tawa kebahagiaan terlihat jelas dari wajah keduanya. Oppa…aku merindukanmu.

Tanpa sadar aku berjalan keluar kamar. Terus berjalan menuju taman tempat aku melihat kakak beradik tadi. Tapi mereka sudah pergi, akupun terjatuh di atas rumput. Sinar matahari pagi yang hangat sehangat air mata yang membasahi pipiku. Namun udara musim semi yang dingin telah membekukan hatiku. “Oppa, eonni bogosippo…” bisik lirih bibirku yang nyaris tak bersuara.  Tiba-tiba seseorang menyampirkan sweater hangat dipunggungku.

Kyuhyun POV

Aku mengunjunginya ke rumah sakit, namun dia tak ada di ruangannya. Aku mencarinya kemana-mana, ternyata dia sedang berjalan menuju taman. Dia terduduk lemas di atas rumput. Aku melihat kilauan air mata jatuh dari pipinya yang diterpa sinar mentari musim semi ini. Poninya yang panjang menutupi raut wajahnya yang kelelahan. Aku merasakan beban derita yang dipikul hatinya. Yeorum-a, apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu kembali sperti sediakala?

Kulangkahkan kakiku, dan menyampirkan sweater hangat miliknya.

“Yeorum-a, no gwaenchana?” Tanyaku lembut.

Dia menoleh padaku. Matanya sembab karena menangis semalaman. Raut wajahnya menunjukkan kesedihan yang amat sangat. Dia semakin kurus, karena sejak kematian oppa dan eonninya dia menolak untuk makan. Karena itu cairan infus menggantikan asupan gizi yang harus masuk ke tubuhnya. Namun selang makanan itu kini sudah terlepas dari lengannya. Tarikan jarum secara paksa meninggalkan bekas luka di pergelangan tangannya.

Oppa…na eottohke…? Eottohke oppa?”

Gwaenchana, oppa akan selalu menemanimu. Kau harus belajar untuk lebih kuat dan tegar menjalani hidup. Donghae Hyong dan Gaul Nuna pastilah tidak suka melihat kau begini.”

“Kau tak tahu perasanku, oppa!! Karennya kau bisa berkata seperti itu. Kau tak tahu bagaimana rasanya kehilangan ibu dan ayah sekaligus, dan kini aku juga sudah kehilangan oppa dan eonniku secara bersamaan. Mereka mati di hadapanku. Katakan oppa, bagaimana kau bisa tahu perasaanku??? Kau tak pernah kehilangan satupun dari mereka oppa!!!” Dia menghardikku. Air mata itu tak berhenti mengalir dari pipinya. Ledakan emosi yang ditahannya keluar seperti semburana larva gunung berapi.

“Yeorum-a, oppa memang tak tahu bagaimana perasaanmu, tapi percayalah oppa akan selalu bersamamu.” Aku mencoba menenangkannya.

“Itu juga yang pernah dikatakan Donghae Oppa padaku. Oppaku telah berjanji akan selalu bersamaku. Oppaku berjanji tak akan pernah pergi dariku. Dulu oppa meninggalkanku bersama Gaul Eonni. Tiga tahun lamanya aku tak pernah melihat wajahnya, lalu dia datang, itu tak apa, yang penting oppaku masih ada. Tapi ….kini oppa meninggalkanku untuk selamanya. Ke ujung dunia mana aku harus mencari agar aku bisa menemukannya, oppaOppaku pembohong, oppaku menipuku.

Oppaaaa…. Kenapa kau tidak membawaku? Eonni kenapa kau meninggalkanku? Alangkah baiknya kalau aku juga tertembak saat itu. Kyuhyun Oppa, mengapa kau menyelamatkanku?? Mengapa?? Apa kau ingin melihatku kesepian seperti ini?!!!” Jeritannya semakin histeris.  Dia memukul-mukul dadaku. Aku memeluknya erat.

“Yeorum-a, jangan berkata begitu. Jangan berkata seolah kau tak ingin hidup lagi. Aku menyelamatkanmu karena itu adalah tugasku. Yeorum-a kumohon jangan pernah berkata seperti itu lagi. Apa kau juga ingin melihatku kesepian jika kau pergi? Yeorum-a aku benar-benar berjanji akan selalu bersamamu. Aku yang akan menjagamu, aku yang akan melindungimu. Aku yang akan menjadi eomma dan appa untukmu, aku yang akan menjadi oppa dan eonni untukmu, karena aku…karena aku mencintaimu Yeorum-a.” Aku masih memeluknya.

“Aku tahu ini bukan saat yang tepat, tapi aku tulus mencintaimu dari hatiku yang terdalam. Yeorum-a lepaskan beban hatimu, sandarkan kelelahanmu padaku. Andalkan aku dalam setiap gerak langkahmu, dan berjanjilah untuk tak akan pernah meninggalkanku. Yeorum-a saranghaeyo, saranghaeyo Yeorum-a.”  Air mataku membasai rambutnya yang panjang.”

Dia tak menjawab perkataanku, akupun tak butuh jawabannya. Yang aku tahu aku mencintainya. Dia hanya memelukku lebih erat, seerat aku memeluknya dalam dekapanku. Panas matahari menghangatkan cinta kami yang tak terucapkan.

Lelah menangis di rumah sakit aku mengajaknya keluar. Walau tak bisa mengikis habis luka hatinya, namun Yeorum terlihat sedikit lega. Kami berjalan sambil bergandengan tangan menuju taman kota. Banyak anak-anak bermain di sana. Saat sedang duduk di bangku taman, seorang anak laki-laki kira-kira berusia tujuh tahun menghampiri kami.

Nuna, apa kau sakit?” Tanyanya pada Yeorum.

“Bagaimana kau tahu?” Tanya Yeorum balik.

Nuna memakai pakaian yang sama dengan eommaku saat akan dioperasi di rumah sakit itu.” Dia menunjuk rumah sakit tempat Yeorum menginap.

Guraeyo, lalu bagaimana keadaan eommamu?”

Eomma…eomma sudah di bawa Tuhan ke langit. Aku tinggal bersama appa di sini sampai Tuhan juga membawa kami bersama untuk berjumpa eomma.” Anak laki-laki itu tersenyum.

Kami hanya terdiam. Mata Yeorum mulai berkaca-kaca lagi.

Nuna jangan menangis, Tuhan tak suka melihat anak yang cengeng.” Anak itu menghapus air mata yang jatuh di pipi Yeorum.

Nuna, cepatlah sembuh dan jangan pernah sakit lagi. Jika kau sehat selalu dan rajin berbuat kebaikan, maka Tuhan akan memanggilmu dengan cara yang indah seperti DIA memanggil eommaku. Dengan begitu kita bisa berjumpa eomma lebih cepat.”

“Yeo Gun-a, jipe gayo.” Seorang pria tampan memanggil anak itu.

Ne appa, jamsiman gidariseyo. Nuna, aku harus pulang, ini untukmu sebagai tanda kebaikanku hari ini. Eomma pasti akan senang melihatku telah menghiburmu. Gyeseyo nuna.” Katanya setelah menyerahkan sebuah balon biru dan gulali merah jambu pada Yeorum.

Gamsahamnida Yeo Gun-a, gaseyo.” Aku membalas ucapan Yeo Gun sambil melambaikan tangan karena Yeorum hanya diam terpaku menatap langkah –langkah kecil Yeo Gun menjauhinya.

Yeorum POV

Tiga bulan telah berlalu sejak kepergian oppa dan eonni. Aku merasa kesepian, Jendral Jung Soo dan istri mengajakku ke rumahnya. Namun aku menolak karena aku lebih merindukan rumah dan tokoku. Kuputuskan untuk kembali dan mengurus semuanya dari awal. Aku tak boleh berpangku tangan dan tenggelam dalam semua kesedihan dan kesepian ini. Oppa dan eonni pasti sangat kecewa jika aku membiarkan toko bangkrut di tanganku. Aku harus bangkit dan berusaha untuk selalu tegar.

Beberapa waktu kemudian.

“Yeorum-a, hati-hati, kau tak boleh meninggalkan kulit telur di dalam adonan, arasso?” Ingatnya saat aku mencoba memecahkan telur di dapur.

Ne oppa.”

Ah…itu Ryewook oppa. Sudah dua tahun ini dia menjadi chef baru di toko kami. Semenjak kepergian eonni, tak ada kue yang bisa ku buat. Toko hampir gulung tikar jika aku tak menemukan pengnganti eonni segera. Untungnya aku bertemu Ryewook Oppa setelah enam bulan kebingungan dengan keadaan toko yang semrawut. Dia chef yang hebat, gerakan tangannya saat mengaduk adonan sangat terampil, ringan, dan lincah. Ryewook oppa menyelamatkan hidupku.

“Yeorum-a……odie?” Suara Kyuhyun Oppa mencariku.

Yogiyo, oppa.” Seruku

“O…kau membuat kue lagi?” Tanyanya.

“O…hehehe hanya mencoba saja oppa.” Ujarku cengengesan.

“Ah….tak usahlah, biarkan Wookie Hyong yang mengerjakannya. Apa kau lupa, kalau kau meledakkan oven saat terakhir kali kau masuk dapur? Ayo keluar, ada yang ingin kubicarakan.”

“Aaaa…oppa kenapa kau mengingatkanku pada kejadian waktu itu. Kau membunuh semangatku. Dasar evil!!!”

Palli wa! Hyong, kupinjam dulu si pembuat onar ini ya.” Katanya lagi sambil menarik paksa tanganku, sedang tangan lainnya melambai pada Wookie Oppa.” Wookie Oppa hanya memamerkan senyum cutenya, lalu menyuruhku pergi.

“Yeorum-a, appaku ingin bicara denganmu.”

Appanya oppa? Wae?” Baru kali ini Kyu Oppa membicarakan perihal keluarganya. Selama ini setiap kali kutanya, jawabannya hanya satu, ‘kau akan bertemu mereka suatu hari nanti’. Apa ini harinya?

Kyu Oppa membawaku ke rumahnya. Rumah ini tak asing bagiku. Rumah ini adalah rumah Jendral Jung Soo. Ya, Jendral Jung Soo adalah appanya Kyu Oppa, aku juga baru mengetahuinya hari ini. Dan Kyu Oppa juga seorang polisi rahasia di bawah bimbingan appanya sendiri. Setelah beberapa waktu berlalu, Jendral Jung Soo baru ingin membicarakan kasus yang di lewati Donghae Oppa sebelumnya denganku.

“Yeorum-a, bagaimana keadaanmu sekarang?” Tanya Jendral Jung Soo saat kami hanya berdua saja duduk di ruang kerjanya.

Dok bune jal jineso ajeossi.”

“Yeorum-a, ada banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu. Aku tahu apa yang terjadi padamu sungguh berat, karena itu aku menunggu hingga keadaanmu lebih stabil.”

Diam sejenak.

“Yeorum-a, jika aku menceritakan semuanya, apa kau sudah siap untuk mendengarnya?”

Jantungku berdetak cepat, kecemasan mulai merayapi diriku. Mimpi buruk  kematian oppa dan eonni kembali berkeliaraan di kepalaku. Menceritakan semua? Apa? Apa yang mereka sembunyikan yang aku tak tahu. Nafasku memburu.

“Yeorum-a, gwaenchanayo?”

Aku masih berusaha mengatur nafas dan semua kecemasanku.

“Lain kali aku kan memberi…”

Aniyo! Katakan saja sekarang, aku baik-baik saja dan akan mendengar semua yang ingin ajeossi sampaikan.” Tuturku memaksa.

Gurae, akan kukatakan.”

Jendral Jung Soo membuka fakta mengejutkan tentang siapa oppaku sebenarnya. Donghae Oppa adalah salah satu polisi rahasia yang dilatih secara khusus langsung di bawaah Jendral Jung Soo sebagai atasanya. Terjawab sudah kebingunganku tentang mengapa  Donghae Oppa ada di gudang tua bersama para polisi dan apa pekerjaanya selama ini. Sejak kejadian pencopetan hari itu, Jendral Jung Soo sudah tertarik pada oppa, lalu memerintahkan Kapten Kangin untuk menculiknya dari tahanan. Mereka bernegosiasi, dan oppa menyetujuinya dengan syarat keamananku sebagai jaminannya.

Dua tahun dalam camp pelatihan tersembunyi, lalu oppa menggelandang sebagai informan selama satu tahun dengan identitas sebagi gembel yang berputar-putar di seluruh Seoul. Hingga akhirnya dia menemukan Hyukjae Oppa lalu mengikuti semua gerak-gerik Hyukjae Oppa dan komplotannya. Hari mereka tertangkap bersama di sel tahanan sebagai pengedar narkotika adalah tanda dimulainya drama Donghae Oppa sebagai mata-mata dalam organisasi bandar narkotika itu. Mereka tak pernah mencurigai Donghae Oppa karena ‘permainannya’ yang bersih.

Namun kecerobohan terjadi, Brandy mencuri dengan semua pembicaran Donghae Oppa yang tengah membujuk Hyukjae Oppa untuk segera meninggalkan pekerjaan mereka. Kebocoran itu segera dilaporkan pada bos besar mereka yang memang sudah terdesak saat itu. Penculikanku dan Gaul Eonni adalah aksi balas dendam yang direncanakan. Rencana kedua bos besar mereka memang akan menghabisi kami bertiga jika tuntutan mereka saat itu tak diupayakan segera. Kegegabahan mantan Jendral Soo Man yang juga mantan sniper di kesatuannya dulu membuat nyawa dua orang yang sangat kucintai melayang.

“Dan satu hal lagi yang perlu kau ketahui.” Ujarnya.

Mwo?” Tanyaku cepat.

“Bukan Hyukjae yang membunuh Donghae dan Gaul. Pistolnya telah di kosongkan malam sebelumnya, setelah Soo Man memberikan senjata itu padanya. Hyuk mengatakan semua ini saat di introgasi. Kami memeriksa TKP, dan benar saja tak ada satupun selonsong peluru milik Hyuk yang ditemukan di lokasi kejadian. Peluru itu berasal dari senapan mantan Jendral Soo Man. Dan sebelum kami menangkap mereka semua, Donghae secara pribadi memintaku untuk membersihkan Hyuk dari target kepolisisan.”

Perasaan bersalah memenuhi ruang hatiku.

“Terakhir, Donghae meninggalkan sepucuk surat untukmu.” Jendral Jung Soo mengangsurkan sebuah amplop putih yang hampir usang dengan bercak cokelat di atasnya. Itu adalah bercak darah Donghae Oppa yang melekat saat ia menyerahkan surat itu pada Jendral Jung Soo. Aku membuka surat itu dengan hati-hati

Dear, Yeorum

Apa yang sedang kau lakukan sekarang? Apa kau baik-baik saja? Saat kau membaca surat ini, oppa tak tahu apa oppa masih ada bersamamu atau tidak? Oppa mohon maaf jika selama ini oppa merahasiakan semua ini padamu. Oppa harap Jendral Jung Soo sudah memberitahumu segalanya. Oppa tak ingin kau merasa di tipu, karena itulah oppa memintanya untuk membongkar identitas oppa hanya padamu, walau itu menyalahi aturan korps.

Yeorum-a, kau satu-satunya yang ku punya, kau adik sekaligus anak juga sahabat bagiku. Kau wanita yang kucintai setelah eomma kita. Aku tak bisa membayangkan apa yang bisa kulakukan tanpamu. Setelah pencurian itu aku malu sekali, karena itu saat Jendral Jung Soo menawariku pekerjaan, tanpa pikir panjang aku mengiyakannya. Aku berjanji akan menebus semua rasa bersalahku saat itu dengan membanggakanmu, walau nyawaku sebagai taruhannya. Ya…aku bangga dengan identitas rahasiaku untuk kau, Yeorum adikku tersayang.

Kau cahaya hidupku. Kau pelita dalam gelapku. Kau harapanku juga harapan orang tua kita satu-satunya. Kau (tetesan air mataku membasahi surat oppa). Kau wanita yang menjadi sumber kebahagiaanku.

Yeorum-a jika oppa benar-benar tak ada lagi, berjanjilah bahwa kau akan selalu hidup sehat dan bahagia selamanya. Jangan bersedih ataupun menangis. Oppa, eomma dan appa akan selalu menjagamu hingga akhir kehidupan mempertemukan kita semua untuk selamanya sebagai satu keluarga lagi.

Berbahagialah adikku Yeorum. Banggakan oppa, dan orang tua kita dengan semua prestasimu.

SARANGHAEYO YEORUM-A…

SARANGHAEYO YONGWOHNI…

Peluk cium dari oppa

Lee Donghae (fishy)

Ku lipat kembali surat itu. Sungguh air mataku tak terbendung lagi saat ini.

“Surat itu diserahkan Donghae sesaat sebelum dia pergi. Demi menjaga keamanan, maaf  tanpa seijinmu aku telah membacanya.”

Hanya suara tangisku yang membalasnya.

Tok…tok…tok…Seseorang mengetuk pintu.

“Masuklah Kyuhyun, putraku.” Ujarnya.

“Siap!!”

Kyu Oppa memasuki ruangan.

Appa, apa appa sudah menanyakannya pada Yeorum?” Tanyanya.

Ajik, sepertinya ini bukan saat yang tepat.” Ujar Jendral Jung Soo pada putera semata wayangnya. “Kau antarlah Yeorum pulang, kita akan bicarakan itu lain kali.” Ajeossi itu meninggalkan kami.

Ne, appa, arasso.” Suaranya terdengar kecewa.

Dalam perjalanan pulang aku meminta Kyu Oppa berhenti di taman di pinggir Sungai Han. Setengah hatiku merasa sangat kehilangan sekaligus ada sedikit kekecewaan dengan jalan yang dipilih Donghae Oppa, namun setengah lainnya merasa sangat bangga dengan pengorbanannya. Angin memainkan helaian rambutku. Matahari senja mulai menuju peraduannya. Surat yang ditinggalkan Donghae Oppa masih dalam genggamanku.

“Yeorum-a?” Panggil Kyu Oppa yang sedari tadi berdiri di belakangku.

Aku menoleh padanya.

No gwaenchana?” Tanyanya lagi.

“Hm…” Balasku lalu menatap sungai Han lagi.

Kyu Oppa kini sudah berdiri di sampingku.

Oppa…”

Ne……”

“Apa kau sudah tahu semuanya?” Tanyaku.

Ne, karena itulah aku dikirim ke rumahmu. Dan aku adalah parter rahasia Letnan Satu Lee Donghae yang tak diketahuinya selama operasi itu.”

“Kenapa kalian punya begitu banyak rahasia?.” Tanyaku bingung.

Dia hanya diam menatap ke depan.

Kukatupkan tanganku di depan mulut membentuk sebuah corong. “DONGHAE OPPA….AKU BANGGA PADAMU, SARANGHAEEEEE..” Teriakku di atas riak Sungai Han, yang kuharap bisa di dengar oppaku.

Ne hyong, SARANGHAEEEEEE…” Kyu Oppa mengiringi ucapanku.

Aku menatap matanya, ada ketulusan di sana.

Oppa, jipe gaja.” Ajakku menggamit lengannya.

“Hm..”

Kami saling tersenyum lega.

☺☺☺☺☺

Hari ini aku dan Kyuhyun Oppa akan mengunjungi makam oppa dan eonni. Aku sering ke makam sendirian saat aku benar-benar sangat merindukan mereka berdua. Tapi hari ini Kyu Oppa memaksa untuk mengantarku. Walau terasa sedikit aneh, tapi aku senang-senang saja diantar dengan motor hijaunya. Oppa dan eonni dikubur bersebelahan.

Oppa, eonni, apa kabar? Aku datang lagi merindukan kalian. Lama tak berjumpa, apa oppa dan eonni bahagia di sana?” Aku tersenyum sendiri, Kyu Oppa berdiri di belakangku.

Oppa, aku sudah membaca suratmu, aku…aku sangat merindukanmu. Oppa, aku akan hidup sehat dan bahagia selamanya, tak akan bersedih dan menangis lagi. Oppa aku bangga padamu, aku akan selalu membanggakanmu. Donghae Oppa, saranghae.”

Eonni, apa kabar? Apa kau selalu menjaga oppaku di sana? Apa eonni selalu menyiapkan sarapan untuk oppa? Apa eonni selalu mengingatkannya untuk merindukanku? Eonni…sejak oppa meninggalkan kita berdua, kau adalah eomma, appa, eonni sekaligus oppa bagiku. Tak ada yang bisa menggantikanmu di hatiku. Eonni…gomawo untuk semua kebaikanmu yang tak pernah terbalas sekalipun olehku. Eonni, bogo sippoo.”

Oppa, mengenai Hyukjae Oppa, aku sudah memaafkannya. Aku tahu dia tak bersalah sama sekali. Aku akan menerimanya sebagai pengganti oppa dengan tangan terbuka. Hyukjae Oppa satu-satunya teman terbaikmu, aku juga akan menjadikan dia oppaku untukmu. A… Gaul Eonni, Hana Eonni titip salam untukmu, dia juga sangat merindukanmu. Oppa, eonni aku pulang dulu ya, lain waktu aku kembali.”

Jamsiman Yeorum-a.” Kyu Oppa memotong ucapanku.

Waeyo oppa?” Tanyaku.

“Ada yang ingin kukatakan pada Donghae Hyong dan Gaul Nuna juga padamu.”

Mwoyeyo?”

Kyu Oppa berlutut di depan makam di sampingku.

Hyong, Nuna, hari ini aku sengaja datang mengunjungi kalian bersama Yeorum, untuk mendapat restu kalian.”

“Restu??” Tanyaku bingung.

Ne…Yeorum jangan memotong ucapanku di depan Hyong dan Nuna. Kau dengarkan saja dengan baik.” Perintahnya.

Mwo?” Dasar aneh.

Hyong, seperti yang kau tahu aku adalah mitra rahasia dalam operasimu. Hubungan kita tak dekat karena kita tak lama bisa bersama. Tapi aku sangat mengenalmu dari cerita appaku. Hyong, aku telah mengundurkan diri sebagai polisi rahasia dan masuk ke dalam kesatuan  biasa. Aku sengaja melakukan hal ini karena aku ingin mendampingi secara penuh orang yang kucintai.”

Sampai disini aku masih tak mengerti.

Nuna, aku datang ke tokomu atas perintah ayahku untuk menjaga kalian berdua mewakili Donghae Hyong. Walau awalnya terasa sedikit canggung, namun lama-kelamaan aku mulai terbiasa berada di dapur bersamamu. Nuna, aku senantiasa melihatmu menjaga Yeorum selama ini. Aku tahu kau sangat menyayanginya. Kau menggantikan posisi eomma, appa,  dan oppa bagi Yeorum saat mereka tak ada.”

Hyong, nuna, kini biarkan aku yang menggantikan kasih sayang kalian untuknya. Aku tak bisa mengatakan kata-kata romantis. Aku juga tak bisa menjajikan banyak hal padanya. Tapi aku akan berusaha selalu membuatnya bahagia dengan caraku. Hyong, nuna, dihadapan kalian secara resmi aku melamar Yeorum untuk menjadi istriku. Aku mohon kalian bisa merestui hubungan kami.” Kyuhyun Oppa bersujud tiga kali di depan makam oppa dan eonni.

Mwo? Kyu Oppa kau sedang melamarku?” Tanyaku bingung.

Ne…..” Dia beralih menatapku. “Yeorum-a, jadilah istriku.” Pintanya sambil membuka sebuah kotak kecil berisi cincin bertahtakan berlian. Kepalanya menunduk tak berani menatapku. Aku diam saja.

Ya….kenapa tidak menjawab? Kau tidak mencintaiku? Kau menolakku?” Kyu Oppa mulai gusar.

Oppa……”

Ne…” Keringat mulai membasahi keningnya, tangannya yang masih memegang kotak cincin itu bergetar. Dia pasti nervous sekali.

Oppa, irona.” Pintaku. Diapun berdiri.

Kutatap matanya dalam, ada kesungguhan di sana. Aku tersenyum. “ Saranghae…” Jawabku lalu memeluknya.

“Yeorum-a, kau menerima lamaranku?” Tanyanya tak percaya.

Ne, saranghaeyo oppa.”

Gomawo Yeorum-a, saranghaeyo, saranghaeyo Yeorum-a.” Dia memelukku lebih erat.

Ah…hari ini begitu indah.

Hyukjae POV

Lima tahun telah berlalu. Esok masa hukumanku berakhir. Aku yang selama bertahun-tahun hidup di kegelapan, merasa takut menuju cahaya terang. Ya Tuhan, ampuni segala kesalahanku.

“Lee Hyukjae ssi!” Panggil seorang sipir penjara setelah membuka kamar tahananku. “Silahkan.” Katanya lagi. Dia membawaku menemui kepala penjara. Sedikit nasehat untuk meneruskan hidup sebagai penguat keraguanku. Sipir penjara yang tadi mengantarku meneruskan sampai gebang keluar. Dia membukakan pintu besi penghubung dunia luar dengan rumah tahanan ini. Ah….sinar matahari menyilaukan mataku. Kulangkahkan kakiku setelah bersalaman sambil mengucapkan terima kasih.

“Hyukjae oppaaaaaa…..” Panggil seseorang.

Yeorum?? Ya itu Yeorum, Lee Yeorum adik sahabatku tercinta Lee Donghae. Aku masih mengingatnya dengan jelas. Apa yang dia lakukan di sini. Tergagap dalam langkah, aku tak tahu harus bersikap apa. Aku harap aku bisa menghilang di telan bumi tanpa harus melihatnya lagi. Aku malu…sungguh aku malu bertemu dengannya.

Brukk…dia menabrak dan masuk dalam pelukanku.

Oppa bogosipo…, no gwaenchana? Apa mereka memperlakukan oppa dengan baik? Apa oppa makan dengan baik?”

Ah, Yeorum-a mana ada perlakuan di penjara yang baik. Kalau kau berfikir begitu maka nama hotel prodeo benar-benar akan enak di dengar para penjahat seperti aku. Jawabku dalam hati. Tapi, mengapa Yeorum datang ke mari?

Kulepaskan pelukannya, air mata membanjiri pipi kami.

“Kau tidak membenciku lagi? Bukankah waktu itu kau bilang aku pembunuh oppamu?” Tanyaku sedih

Mianhae oppa, aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi aku sudah mengerti sekarang. Maaf atas semua tuduhanku padamu waktu itu. Oppa maukan memaafkanku?”

Ku seka air matanya dengan lembut. “Ani, aku yang seharusnya minta maaf. Aku mengecewakanmu dan Fishy serta Gaul Nuna. Mianhae Yorum-a, jongmal mianhae…” Pelukku padanya lagi.

“Yeorum-a….” Suara seorang pria mengalihkan perhatianku.

“Kau melupakanku setelah bersama pria itu?” Dia merengut. Seorang pria bertubuh tegap memakai seragam polisi. Bukan wajah yang asing, tapi di mana ya aku pernah melihatnya?

Oppa, palli wa….” Ajak Yeorum padanya.

Hyong, annyeong haseyo?” Sapanya padaku. Aaa…majayo, diakan pelayan di toko roti Yeorum. Kenapa dia memakai seragam polisi? O…aku ingat dia yang berteriak tiarap pada Yeorum waktu itu, dan dia pula yang membawa Yeorum ke mobil. Ternyata dia juga polisi rahasia.

Oppa, ini Letnan Kyuhyun, dia pelayan yang waktu itu bekerja di toko, oppa ingat?” Tanya Yeorum padaku. Aku mengagguk.

“Dia ini adalah putra tunggal Jendral Jung Soo. Dan kini pria ini……” Yeorum memutus kalimatnya. Wajahnya bersemu merah.

Waeyo?” Tanyaku penasaran.

“Mohon bimbinganmu kakak ipar.” Seru Kyuhyun cepat.

Mwo??”

Ne oppa, besok kami akan segera menikah, dan aku ingin oppa menjadi waliku. Oppa tak keberatan bukan?”

Air mataku menetes lagi. Kali ini air mata kebahagiaan. Yeorum ingin aku jadi wali dalam pernikahannya.

Oppa?” Tanyanya lagi.

Ne algesumnida, Yeorum-a.”

Gomawo nona pengacara untuk penjelasannya.” Ledek Kyu pada Yeorum. Yeorum balas menyikut Kyu.

“Aku bahagia sekali.” Lalu ku peluk keduanya.

Tiiin…tiiiin….tiiiin….Klakson mobil yang berdiri tak jauh dari kami berbunyi.

Ya, aku masih harus membuat kue pernikahan kalian esok. Ini sudah terlalu siang, PALLI WAAAAAA!!!!” Hardik seseorang yang kepalanya terjulur dari jendela mobil.

Ne, Wookie Oppa, arasso.” Teriak Yeorum dan Kyuhyun bersamaan.

Gaja oppa.” Yeorum menggandeng lenganku. Aku tersenyum mengiyakan ajakannya. Kami melangkah bersama.

Ini bagian putih dalam perjalanan terindah hidupku. Donghae-ya aku kini mengerti, “dark not always black” dan aku berharap warna-warni lain akan menemani perjalanan hidupku selanjutnya. Donghae-ya gomawo telah memberikan seorang Yeorum untukku, Gomawo…gomawo…Donghae-ya.

Esoknya.

Barisan polisi baru saja meninggalkan lapangan tempat upacara pernikahan Yeorum dan Kyuhyun. Keduanya tampak sangat bahagia. Aku yang menjadi saksi sekaligus wali dalam pernikahan adik sahabatku merasa sangat terharu sekaligus bahagia. Kebahagiaan itu terlukis dalam tetesan air mata yang membasuh pipiku.

Oppa….aku akan melakukannya sekarang, oppa juga bersiapalah.” Teriak Yeorum padaku.

Mwo???” Tanyaku lagi.

“Ayo berdiri di sana oppa, palli…!”

Arasso.” Ujarku akhirnya.

“Oke…siap….” Kyuhyun berdiri dengan senyum terkembang di hadapan Yeorum. Lalu mulai menghitung. “ Hana….dul…set….”

Syiuuuuuutttt…….!! Seikat bunga yang tadi di genggam Yeorum melayang di udara. Spontan aku berusaha ikut menangkapnya rebutan bersama para gadis lain yang menginginkanya. Tapi…HUP!!! Seorang gadis dengan baju kotak-kotak merah muda berhasil menangkapnya.

Oppaaaaaaa……” Sesal Yeorum saat melihatku. Aku hanya mengangkat bahu sambil tersenyum. Plok…plok…plok….gemuruh tepuk tangan di hadiahkan pada gadis yang berhasil menangkap bunga Yeorum tadi.

“Hyukjae ssi…” Seseorang menegurku.

Kutolehkan kepalaku, dan gadis yang menangkap bunga tadi sudah berdiri di sampingku.

“Hana ssi…” Aku tersenyum. Kami saling merendahkan kepala.

Tiba-tiba saja Yeorum sudah ada di sampingku bersama suaminya Letnan Kyuhyun.

Eonni…wassoyo…?” Sapanya.

Ne….mianhae, aku terlambat.” Balas Hana.

Gwaenchana nuna, yang penting kau ada di sini sekarang.” Jawab Kyu. Lalu mereka berdua tersenyum-senyum memandang kami.

Eonni, karena kau yang mendapatkan bunganya, berarti setelah ini kami akan menghadiri pernikahan eonni.” Canda Yeorum.

Pernikahan Hana ssi? Dengan siapa? Hatiku merasa cemas dan penasaran.

“Kuharap juga begitu.” Jawabnya.

“Lalu kapan eonni berencana akan menikah?”

“Mmm..asal calon pengantin prianya bersedia, aku kapan saja sudah siap untuk menikah.” Ungkap Hana ssi sambil tersenyum ke arahku. Aku tak mengerti.

Nuna, katakan pada kami siapa orangnya? Siapa tahu aku bisa membantumu.” Kyuhyun penasaran. Aku juga, tapi….

“Mmmm…..”

Aku tak ingin mendengarnya.  Dadaku sesak, aku ingin pergi.

“Permisi , aku mau ke belakang sebentar.” Ujarku memutus pembicaraan mereka.

O…waeyo oppa?” Tanya Yeorum memandangku heran.

Ani, Gwaenchana.” Aku mengambil langkah.

“Hyukjae ssi, jamkanman gidariseyo.” Hana menghentikan langkahku.

Aku tak menoleh.

“Hyukjae-ya.” Dia menggunakan bahasa tak formal. “Hyukjae-ya, aku tak ingin kisah Donghae-Gaul terulang padaku.”

Donghae-Gaul?  “Apa maksudmu?” Aku bingung, lalu berbalik arah.

“Hyukjae-ya……..saranghae.” Ucapannya mengejutkanku.

Sarang???

“Menikahlah denganku.” Pintanya.

Hana ingin aku menikahinya? Kenapa? Sejak kapan?Aku hanya diam menatap wajahnya.

Oppa, weigurae? Kau tak mencintai eonni?” Tanya Gaul memburu. Aku masih bingung dengan semua kejadian ini. “Oppa aku sengaja memaksa Hana Eonni datang walau aku tahu dia sangat sibuk.” Aku masih diam. “Oppa…” Rengeknya lagi.

“Ah…ternyata kau tidak mencintaiku. Cintaku benar-benar bertepuk sebelah tangan.”  Ujarnya pasrah. Hana tersenyum. Senyum yang selalu menghiasi hari-hariku bertahun-tahun belakangan ini. Senyum yang selalu kurindukan, namun tak berani kuharapkan. Hana…satu-satunya wanita yang ingin kudapatkan, dia bilang dia mencintaiku dan kini dia memintaku untuk menikahinya. Apa yang harus kukatakan.

“Baiklah kalau begitu, aku permisi dulu. Hyukjae-ya, mianhae telah membuatmu terkejut. Jangan terlalu dipikirkan. Tapi satu hal yang perlu kau ingat, kalau aku tulus padamu.” Senyum itu sekali lagi terukir di bibirnya.

“Yeorum-a, Kyuhyun-a annyeong, semoga kalian selalu bahagia dan segera di beri baby kecil yang lucu. Annyeong gyeseyo.”

Gaseyo Eonni.” Yeorum-Kyuhyun menjawab kompak namun sendu.

Spontan dengan cepat aku menarik tangannya, kubalik tubuhnya dan kubawa dia dalam pelukanku. “Saranghaeyo, Hana-ya.” Bisikku di telinganya. Aku memeluknya erat, seolah tak ingin melepaskannya. “Saranghaeyo, saranghaeyo, Hana-ya.” Ulangku.

Saranghaeyo Hyukjae-ya.” Balasnya.

THE END

Credit : http://elfalwayslovesuperjunior.wordpress.com/

Dark Not Always Black (Part 3)

Author:Queen bee

Hyukjae POV

Pria itu ??? Apa yang dilakukannya di sekitar sini. Apa dia mengikutiku? Whoaa….lama tak melihatnya, tapi jelas aku sangat mengenalnya.

“Gaul, Yeorum masuklah, sudah malam. Yeorum bukankah kau besok ada jadwal kuliah pagi, jangan tidur terlalu malam.” Fishy berkata sambil menyampirkan jaketnya.

Ne oppa arasso.” Jawab Yeorum.

“Kau mau kemana?” Tanyaku.

“Aku keluar sebentar.” Balasnya.

Ini aneh. Pria itu ada disekitar sini, lalu Fishy keluar.

“Kakak ipar, Yeorum, aku juga keluar sebentar mencari udara segar, hehehe…kalian tidurlah duluan.” Aku meminta izin pada keduanya.

Ne oppa, jangan pulang terlalu malam.” Yeorum mengingatkanku.

Arasso, dongsaeng.” Balasku sambil mengacak-acak poninya dan dia merengut.

Gaul dan Yeorum masuk ke kamar di susul Kyuhyun ssi.

Tak perlu menunggu lama. Pekerjaan seperti ini bukan hal yang baru untukku, aku segera menemukan Fishy. Kuikuti bayangan mereka melalui sorot lampu jalan. Mereka menuju sudut kota yang lengang dan sepi, berbelok dan hilang di balik gedung tua yang nyaris rubuh. Aku penguntit yang tak ingin di kuntit. Kutolehkan kepalaku ke kiri dan ke kanan memastikan keadaan. Lalu mendekati tempat yang mungkin menyimpan rahasia Fishy yang tak kuketahui.

Dari balik bangunan sepi, aku bisa melihat sebuah ruangan bercahaya redup. Samar-samar aku mendengar.

“Perubahan rencana, mereka telah terdesak, kurcaci akan segera mengepung mereka melalui transaksi terakhir yang akan dilakukan tak lama lagi. Kuharap pekerjaanmu kali ini bisa berjalan lancar dan sempurna.” Suara berat yang baru kali ini kudengar. Jangan….jangan…. Jantungku berdetak cepat, nafasku memburu. Aku segera menghilang dari tempat itu sebelum ketahuan. Aku harus mendahuluinya sampai di rumah.

Beberapa waktu kemudian.

Sejak kejadian malam itu, aku menjaga jarak dengan Fishy. Kurasa ia menyadari sikapku. Tapi aku masih belum tahu harus berbuat apa. Pria itu, suara berat itu, oh…apa maksudnya. Apa mungkin Fishy???.

“Hyukjae-ya, aphayo?” Tanyanya padaku.

Aniyo.” Jawabku ketus sedikit menghardiknya.

No weire?Apa ada sesuatu yang salah yang telah kulakukan?” Tanyanya lagi.

“Entahlah, belakangan ini aku merasa kau bukan dirimu.”

“Apa maksudmu?”

Aku terdiam. Otakku berfikir, haruskah kutanyakan yang sebenarnya? Kutatap matanya yang jernih. Fishy satu-satunya teman, sahabat dan saudara yang kumiliki. Kami sudah bersama selama empat tahun ini. Keluarganya juga telah menerimaku sebagai bagian dari mereka. Aku takut jika aku bertanya dan dia marah, maka dia akan memutuskan hubungan kami. Itu artinya aku tak punya siapa-siapa lagi, dan kalian tahu? Kesepian itu rasanya sangat menyakitkan.

“Aku tahu kau ingin menanyakan sesuatu padaku.” Ujarnya membuyarkan lamunanku.

“Kau ingin tahu apa hubunganku dengan pria itu kan?” Tanyanya lagi.

Bagaimana dia bisa tahu?

“Aku tahu kau mengikuti kami malam itu. Dan aku tahu kau juga mencuri dengar pembicaraan kami.”

Mwo? Dia mengetahui gerak-gerikku?

“Dan aku juga yakin kau mengenal pria yang menjemputku malam itu.”

“Apa hubunganmu dengannya?!” Aku membentak Fishy.

“Hyukjae-ya, aku akan mengatakannya saat semua ini selesai.”

“Kau mengkhianati kami?”

“Tergantung dari sudut mana kau memandangnya.”

“Apa yang kau rencanakan?”

“Beberapa hari lagi kau akan mengetahuinya.”

“Bangsat!!!! Kau ingin menjebak kami?” Tanpa sadar tanganku menarik kaos yang dipakai Fishy, menariknya hingga tersudut ke dinding. Kepalan tinjuku sudah siap menghantamnya.

“Kau harus tahu, dimana kau harus berdiri Hyukajae-ya.” Tanpa perlawanan dia mengingatkanku. “Lepaskan aku, kita bicara baik-baik.”

“Heh…berdiri dipihakmu? Lalu mengkhianati yang lainnya?”

“Ya, jika kau tak keberatan.” Dia duduk kembali di ranjang.

“Kau pengkhianat!”

“Lee Hyukjae, bukankah kau sering memainkan peran ‘malaikat’. Kenapa kali ini kau tidak menjadi ‘malaikat’ yang sebenarnya.”

Aku tercenung.

“Aku tahu di dasar hatimu, kau ada di pihakku. Aku sudah mengatakan pada mereka kau bersih dari segala tuduhan dan kau sepertiku.”

“Kauu….”

Jeblak….Tiba-tiba pintu terbuka.

“Semua berkumpul di tempat biasa, bos kecil tertangkap dan kita harus berjaga-jaga.” Brandy, itu panggilannya, memberitahu. Kami segera bergegas dan bergerak terpisah menuju lokasi yang disepakati.

Brandy, sebenarnya dia sudah sedari tadi menguping pembicaran dari balik pintu kamarku. Dan dia orang yang membocorkan pembicaraan kami pada bos besar malam itu. Bos besar yang baru pertama kali ini ku lihat menatap curiga pada Fishy. Aku tak tahu apa yang direncanakannya.

Dua hari kemudian.

Aku masih memikirkan kata-kata Fishy. Ucapannya selalu terngiang-ngiang di kepalaku. Sudah beberapa hari ini Fishy tidak dipekerjakan, jadi dia pulang ke toko kue. Bosan sendirian di tempat persembunyian, aku berniat mengunjungi mereka.

Belum sampai di toko, aku melihat Gaul dan Yeorum diseret beberapa orang berbadan kekar yang kuyakini sebagai anak buah bosku sendiri, sepertinya berniat menculik mereka. Aku tak berani memunculkan diri.

Lama aku menunggu di gang sempit, akhirnya Fishy muncul.

“Psstt…pssstt…” Panggilku. Dia menoleh lalu menuju ke arahku.

“Gerakanmu sudah terbaca, Yeorum dan Gaul diculik orang-orangnya bos. Kau jangan ke toko, mungkin masih ada mata-mata mereka.”

Mwo??? Bagaimana bisa?”

“Ssstttt…..keadaan kita sedang tak aman. Aku tidak tahu  bagaimana mereka bisa mengendus operasimu. Ayo kembali.” Ajakku.

“Tidak, aku harus melapor segera, mereka sudah mengetahui kedokku.Bagaimana kau bisa berfikir untuk mengajakku kembali? Sebaiknya kau yang segera pergi. Jangan sampai mereka mencurigaimu.”

Arasso, josimae chingu. Aku akan coba mencari tahu kemana mereka membawa Yeorum dan Gaul.”

Gomawo.” Balasnya lalu segera meninggalkanku.

Aku tak tahu mengapa aku melindunginya. Apa aku sudah ada di pihaknya? Apa aku juga akan memilih jalannya? Entahlah, yang jelas aku segera kembali ke tempat persembunyian kami. Dan Brandy sudah menungguku.

“Kau di cari bos besar.” Katanya.

Kamipun melangkah bersama menuju persembunyian bos besar.

“Hyukjae-ya, kau ikut dalam operasi besar esok. Dan ambil ini.“ Bos besar menyerahkan sepucuk senapan padaku.

Naega??” Tanyaku ragu.

Bos besar mengangguk. “Ini rencana kita.” Lanjutnya.

Mereka semua membahas rencana esok. Pikiranku bercabang. Aku mengira-ngira dimana mereka menyembunyikan Yeorum dan Gaul.  Apa yang akan terjadi besok. Aku pusing memikirkannya.

Tengh malam baru semua itu selesai. Aku hanya menyimak sedikit pembicaraan mereka lalu aku kembali ke kamarku. Otakku berfikir semalaman. Identitas Fishy, penculikan Gaul dan Yeorum, serta senapan ini. Operasi besar. Sepertinya aku tahu apa yang akan terjadi. Kuambil senapan itu, kuamati baik-baik. Lalu tak…tak…tak…tak…tak…tak…

☺☺☺☺☺

Donghae POV

“Gerakanmu sudah terbaca, Yeorum dan Gaul diculik orang-orangnya bos besar. Kau jangan ke toko, mungkin masih ada mata-mata mereka.”

Mwo??? Bagaimana bisa?” Tanyanya panik.

“Ssstttt…..keadaan kita sedang tak aman. Aku tidak tahu  bagaimana mereka bisa mengendus operasimu. Ayo kembali..” Ajaknya.

“Tidak, aku harus melapor segera, mereka sudah mengetahui kedokku.Bagaimana kau bisa berfikir untuk mengajakku kembali? Sebaiknya kau yang segera pergi. Jangan sampai mereka mencurigaimu.”

Arasso, josimae chingu. Aku akan coba mencari tahu kemana mereka membawa Yeorum dan Gaul.”

Gomawo.” Balasku lalu segera meninggalkan Hyuk.

Aku menghubungi pria yang selalu menjemputku. Tak lama kami mengadakan rapat darurat bersama Mr. X dan terjadi perubahan rencana lagi. Bos besarku menggunakan Yeorum dan Gaul untuk membongkar identitas dan menjebakku. Ini diluar sangkaan kami.

Tengah malam secara sembunyi-sembunyi aku kembali ke toko. Keadaannnya sangat kacau. Meja-meja sudah terbalik. Beberapa gelas dan piring yang pecah menyisakan serpihan kaca di lantai. Mereka membawa paksa Yeorum dan Gaul, tapi keduanya sempat melakukan perlawanan. Itu terlihat dari meja kasir yang berantakan, dan buku-buku Yeorum yang berserakan di lantai. Mungkin Yerorum melempari mereka dengan kitab-kitab hukumnya.

Keadaan di dapur juga tak lebih baik. Telur, tepung coklat, dan alat-alat dapur semua sudah berpindah tempat. Gaul juga membalas mereka dengan senjata keahliannya. Tapi dimana pelayan itu? Kenapa dia tak ada? Jangan-jangan dia anak buah bos yang sengaja dikirim kemari sebagai mata-mata. Yeorum, Gaul, aku pasti akan segera menyelamatkan kalian, seru hati kecilku. Tak ingin menimbulkan kecurigaan lain, aku segera kembali ke markas.

Sesuai rencana, pagi hari akan diadakan rapat ulangan untuk memantapkan operasi kali ini.

“Baiklah, semua bersiap di posisi masing-masing. Operasi kali ini adalah target terakhir kita sebelum kasus ini ditutup. Jika tidak ada pertanyaan berarti rapat bisa diakhiri.” Mr. X menutup pembicaraan. Dan memang tak ada pertanyaan sama sekali, rekan-rekan satu tim mulai berdiri meninggalkan ruangan.

“Donghae-ya.” Panggil Mr.X saat aku hendak berdiri.

Ne.”

“Ada seseorang yang ingin kuperkenalkan padamu.”

“Ne.”

“03021988 silahkan masuk.” Perintah Mr. X.

Lalu seseorang masuk dan bergabung bersama kami. Aku terkejut saat menatap wajahnya, dia orang yang tak kusangka. Dia terlihat berbeda.

“Donghae-ya, ini Letnan Kyuhyun atau biasa dipanggil dengan 03021988. Dia adalah informan kita yang malam itu mengikuti Hyuk saat mengintaimu. Dia orang kita yang sengaja ditempatkan di rumahmu sebagai keamanan menggantikan Kapten Kangin yang selama ini mengawasi Yeorum dan Gaul dari jauh. Namun seperti yang kau tahu posisi, Letnan Kyuhyun di samarkan.”

Geuraeso? Lalu dimana kau saat mereka diculik?” Tanyaku sambil menatapnya tajam.

Mianhae Hyong. Aku baru pulang belanja sesuai perintah Gaul Nuna. Dan aku berada tak jauh darimu saat Hyukjae ssi memanggilmu di gang itu. Saat aku masuk kondisi toko sudah berantakan. Setelah kau, baru aku menemui Kapten kangin. Nomu-nomu mianhae Hyong aku tak bisa menjaga keluargamu.” Penyesalan terlihat dari raut wajahnya.

Arasso…sebentar lagi mereka akan segera diselamatkan.”

Pria ini adalah orang kami, berarti jaminan yang kuminta telah dipenuhi dengan baik.

☺☺☺☺☺

Hyukjae POV

Gudang bekas tempat penyimpanan barang yang jauh di belakang pabrik menjadi saksi sebuah transaksi besar yang sedang berlangsung. Drum-drum kosong berserakan di dalamnya. Kotak-kotak container yang telah berkarat berjejer  membentuk ruangan-ruangan kecil. Jual beli barang haram dalam jumlah dan harga yang tak pernah kudengar. Fantastis!! Rupanya ini operasi besar itu. Tapi…..

“ANGKAT TANGAN…!!!! Kalian sudah terkepung.” Sebuah suara mengagetkan kami. Barisan pasukan polisi khusus anti narkoba telah mengelilingi. Lima mobil patroli sudah menutup semua jalan keluar dari pabrik ini. “Bergerak berarti mati.” Ancam salah satu dari mereka.”

Hening sejenak….namun.

TAR…TAR…. Entah siapa yang memulai duluan, tembak-menembak itu telah terjadi. Satu jam lamanya masing-masing kubu saling menjatuhkan. Pihakku yang memang sudah tak banyak berhasil diringkus kecuali bos besar kami, aku dan Brandy. Aku berhasil keluar dari pertempuran itu, dan kulihat Brandy memanggilku dengan lambaian tanganya untuk segera naik ke mobil. Aku berlari secepat yang aku bisa hingga aku berada di dalamnya bersama Brandy dan bosku. Tar!!! Sebuah peluru mengenai badan mobil yang berusaha di putar arah oleh Brandy. Tar…tar…tar…desingan peluru berikutnya menghantam bagian belakang mobil.

Tang….!!! Mobil yang dikemudikan Brandy menabrak tembok. Bannya bocor terkena peluru nyasar. Asap mulai mengepul memenuhi area sekitar. Kami segera turun dari mobil dengan senjata saling menghunus.

“Kalian sudah terkepung, tak akan bisa kemana-mana.” Lantang suara seorang pria yang sangat kukenal memakai kemeja kotak-kotak dengan celana hitam mengacungkan senapan, menghentikan langkah kami yang memang ingin kabur.

FISHY…Lee Donghae Fishy!!! Dia ada di antara barisan polisi yang mengelilingi kami bertiga. Aku dan Brandy memandang sekilas ke arah bos besar. Dia mengaggukkan kepala. Aku dan Brandy dengan senapan masih terhulur membuka pintu belakang mobil yang nyaris lepas. Barisan polisi yang mengepung kami meluangkan sedikit tempat. Seseorang muncul di tengah barisan itu.

“Mantan Jendral Soo Man, oraenmanieyo.” Suara berat yang saat itu kudengar.

“O…Jendral Jung Soo, oraenmanieyo.” Balas bos besarku.

Ternyata mereka saling mengenal. “Kau sendiri yang turun tangan?”  Tanya bosku lagi.

“Untuk bagian akhir ini…ya, namun selama ini masih ada anak buahku.” Kata Jendral  Jung Soo melirik Fishy.

“A…Letnan satu Lee Donghae, seharusnya aku sejak awal menyadarimu. Kau begitu licin dan pintar mengelabui kami. Tapi sayang kartumu ada di tanganku. Hahahaha” Bosku tertawa mengejek. “Brandy, Hyukjae bawa mereka kemari.” Perintahnya.

Kami segera menyeret Gaul dan Yeorum ke tengah perbincangan. Aku mencengkram Gaul di sebelah kanan, sementara Yeorum dijepit Brandy di sebelah kiri bos.

“Kita mulai permainannya.” Ajak bosku. “Brandy, kau bawa gadis yang lebih kecil itu ke tengah. Brandy menurut lalu menyeret Yeorum ke tengah-tengah arena.”

“Apa yang kau inginkan?” Tanya Jendral Jung Soo.

“Sebuah mobil tanpa diikuti anak buahmu. Dan sebuah helicopter.”

“Kau masih ingin kabur?”

Bosku mengangkat bahu, lalu berkata “Kau lebih tahu siapa aku”.

Hanya beberapa detik berfikir. “Kangin-a, siapkan apa yang dimintanya.”

“Siap.” Pria yang kulihat malam itu yang mengajak Fishy, ahh…Kapten Kangin, tentu aku mengenalnya. Dia berjalan perlahan menuju mobil unit dan mengirimkan pesan lalu kembali dengan membisikkan sesuatu di telinga Jendral Jung Soo.

“Tiga puluh menit lagi, helinya akan datang.” Ujar jendral yang tenang dan berwibawa itu.

‘Terlalu lama, aku mau dalam lima belas menit.”

“Tidak mungkin.”

“Apa yang tidak mungkin? Brandy!!!” Hardiknya.

Ye…” Senapan Brandy mengarah tepat di kepala Yeorum.

Andwae!!!” Gaul yang dalam genggamanku berteriak. Nyaris saja terlepas. “Hyukjae-ya, apa yang kau lakukan, aku sudah mengaggapmu sebagai keluarga. Kenapa kau bersikap begini?” Berontaknya dengan air mata.

Aku dan semuanya hanya bisa diam.

“Tidak ada jawaban, berarti kalian tidak menyanggupinya. Brandy bersiaplah dalam hitungan tiga.” Perintah bosku. Suasana semakin tegang.

Hana….”

Dul…..”

Se…”

ANDWAEEEEEEEEEEEE!!!!!!” Gaul terlepas dariku dan TAR!! Peluru menembus punggung belakang Gaul yang ingin melindungi Yeorum.

EONNIIEEEEEEEEE……….!!!!!” Teriakan Yeorum terkejut.

GAAAAAAUUULLLLLLLLLLL.” Kudengar suara Fishy berteriak. Fishy berlari menuju arah Gaul dan TAR!! Sebuah tembakan lagi menghantam jantungnya. Gaul yang sudah roboh duluan berusaha mendekati Yeorum disusul Fishy yang juga hendak melindungi Gaul rubuh tak lama kemudian. Tanganku masih menghunus senjata ke arah mereka.

OPPAAAAAAAAAA……….!!!!” Kali ini teriakan histeris yang kudengar.

Itu teriakan Yeorum. Dia menangis, berlutut, berusaha menjangkau keduanya. Namun Brandy terlalu kuat mencengkramnya.

“HYUKJAE OPPA, KAU MEMBUNUH OPPAKU!!” Teriaknya menatap mataku tajam.

Ahh….aku ketakutan. Aku tak tahu apa yang kulakukan. Gaul dan Fishy roboh di depan mataku. Kuturunkan senjataku, aku nyaris terjatuh. Air mataku mengalir.

“Hyukjae-ya….berdiri, ini semua belum berakhir.” Teriak bosku. “Jika kalian tidak memenuhi keinginan kami maka nyawa ketiga akan melayang.”

Pasukan yang mengelilingi kami tadi mulai angkat senjata lagi.

“Hyukjae-ya, gadis itu kau yang tangani. Brandy serahkan gadis itu padanya. Kau lindungi aku. Jika mereka tak bisa memenuhi tuntutan kita, jalankan rencana kedua.” Perintah bosku berikutnya.

Brandy berjalan pelan menyeret Yeorum ke arahku. Namun…

“Aaaaa……” Jeritan Brandy.Yeorum menggigit tangan Brandy.

“Yeorum Tiaraaaaappppp!” Teriak seseorang. Aku mengalihkan pandanganku ke sumber suara. Ya??? Bagaimana bisa itu dia? Jangan-jangan…jangan-jangan dia yang mengikutiku saat aku menguntit Fishy malam itu. Dia informannya, aku mengerti sekarang. Pelayan itu dikirim demi keamanan Yeorum dan Gaul. Dia bagian dari mereka.

TAR!!TAR!!TAR!!! Perang senjata itu terjadi lagi tapi tak lama. Aku berusaha menghindar ke balik sebuah container yang tak jauh dariku tapi naas, TAR!! Sebuah peluru mengenai kakiku, segera tanpa perlawanan aku di ringkus aparat. Ditarik paksa menuju mobil patroli.

Sekilas aku melihat, pelayan itu mendekati Yeorum. Sementara itu Jendral Jung Soo (kalau tak salah itu namanya) sedang memangku kepala Fishy. Tangannya berdarah-darah. Aku ingin mendekatinya, namun tak bisa.

“Fishyyyyyyy………aku tak mengkhianatimu, aku di pihakmuuuuuu….!!! Teriakku saat petugas melewatinya. Dia sekilas tersenyum padaku, ya itu senyumnya terakhirnya yang sangat khas, lalu….kepalanya terkulai.

☺☺☺☺☺

Donghae POV

Mereka menarik paksa Yeorum dan Gaul bersamaan. Gaul bersama Hyuk, ah….mudah-mudahan Hyuk berubah pikiran. Hyuk ku mohon mantapkan hatimu. Bisik hatiku.

Hana….”

Dul…..”

Se…”

ANDWAEEEEEEEEEEEE!!!!!!” Gaul terlepas dari Hyuk dan TAR!! Peluru menembus punggung belakang hingga ke jantungnya. Gaul ingin melindungi Yeorum, namun dia rubuh duluan.

EONNIIEEEEEEEEE……….!!!!!” Teriak Yeorum.

GAAAAAAUUULLLLLLLLLLL.” Sontak aku berlari ke arahnya. Dan TAR!!

Satu timah panas menembus tubuhku.

OPPAAAAAAAAAA……….!!!!” Itu teriakan Yeorum. Akupun rubuh tak jauh dari Gaul.

Aku berusaha merangkak dengan tangan kanan menahan luapan darah dari dadaku. “Gaul-a…”Panggilku.

“Donghae-ya, gwaenchana?” Tanyanya.

Aku mengangguk. “Gwaenchana?” Tanyaku balik dengan suara serak.

“Donghae-ya, hik.. .ini-kah pe-kerjaan yang kau mak-sud?” Tanyanya lagi. Kali ini suara Gaul mulai terputus-putus. “Hik…hik…”

Aku mengangguk lagi. “Gaul jangan bicara lagi, bertahanlah.” Pintaku.

Aniyo, sepertinya, hik…hik…aku sudah tak bisa bertahan lagi.” Suaranya melemah.

Andwae, kau akan baik-baik saja.”

“Donghae-ya, hik….hik…tahukah kau kalau aku mencintaimu?” Tanyanya hampir tak terdengar olehku. Matanya mulai sayu. Aku mengangguk, kuharap dia melihatku. Aku berusaha menggapai tangannya, dan kudapatkan namun.

“Donghae-ya……Sa-rang-hae-yo….” Ucapnya, kepalanya terkulai, matanyapun tertutup, pegangannya terlepas. Gaul meninggalkanku.

Andwae, Gaul-a kau tidak boleh meninggalkanku.” Ahh……dadaku terasa nyeri, nyeri yang hampir tak bisa kutahan. Apa ini juga akan menjadi akhir perjalananku. “Hik…hik….hik…”

Ku alihkan pandanganku pada Yeorum yang diseret ke arahku.

“Aaaaa……” Jeritan Brandy. Yeorum menggigit tangan Brandy. “Oppaaaaa” Teriaknya memanggilku.

“Yeorum Tiaraaaaappppp!” Itu suara Kyuhyun. Yeorum merebahkan tubuhnya ke tanah. “Berhenti di sana.” Perintahnya pada Yeorum yang langsung menurut.

TAR!!TAR!!TAR!!! Perang senjata itu terjadi lagi, tapi tak berlangsung lama. Kyuhyun segera mendekati Yeorum.

“Donghae-ya…Donghae-ya.” Suara Jendral Jung Soo memanggilku. Dia memangku kepalaku.

“Mr. X, kau ha-rus mem-be-ri-ta-hu-nya. Kalian harus menjaganya untukku, katakan hik..hik.. padanya kalau aku selalu mencintainya. Hik…hik…” Ucapku terbata-bata sambil menarik sebuah amplop dari dalam saku bajuku.

“Fishyyyyyyy………aku tak mengkhianatimu, aku di pihakmuuuuuu….!!! Teriak Hyuk saat petugas yang membawanya melewatiku. Aku tersenyum padanya.

Dan semuanya berakhir.

 

TBC

Credit: http://elfalwayslovesuperjunior.wordpress.com/

Dark Not Always Black (Part 2)

Author: Queen bee

Donghae POV

Dia tak mengenaliku. Tentu saja, aku juga sudah jauh berubah. Jambang lebat yang tumbuh di wajahku menyamarkan siapa aku. Lama kami saling bertatapan, sampai…

Oppa…”

Oppa…???”

Oppa, benarkah kau itu oppa?” Tanyanya.

Akhirnya Yeorum menyadari siapa aku. Seketika itu dia segera berlari keluar pintu, menubruk lalu memelukku erat.

Oppa…bogo sippo…oppaaaaaaa…” Tangisnya pecah.

“Yeorum-a, bogo sippo. Oppa juga sangat merindukanmu. Jal jinaeso?” Walau tangisku tak bersuara, tapi air mata kerinduan ini juga telah membasahi rambut Yeorum yang kini telah tumbuh panjang, hitam, dan lebat.

“Yeorum-a, weire?” Keributan kecil kami terdengar oleh seseorang.

Tak ada jawaban.

Nuguya?” Tanya suara barusan.

“Donghae Oppa, eonni…Donghae Oppa.”

Aku menatap rupa gadis yang tadi kulihat. Dia tidak lagi bertambah tinggi, seragam putih dan topi khas seorang koki menutupi rambutnya. Tangannya masih memegang spet penghias kue dan di pipinya ada bubuk putih seperti tepung.

“Donghae-ya? Lee Donghae?” Dia berdiri mematung menatapku, ah….buliran-buliran air mata juga jatuh di pipinya. Itu Gaul. Aku bahagia sekali, orang-orang yang kucintai masih mengingat bahkan sangat merindukanku. Oh Tuhan sungguh hanya KAU yang tahu segalanya.

 

 

☺☺☺☺☺

Tok…tok…

Oppa……..Oppa……”

Tak ada jawaban.

Oppa….Donghae OppaIrona…!” Kudengar suara Yeorum dari balik pintu.

Oppaaaa….irona, buka pintu.” Rengeknya.

“Mm….ne arasseo.” Aku menggeliat sambil mengusap-usap mataku, lalu berjalan ke arah pintu.

Oppa, ayo mandi, sarapan sudah siap. Aku dan Gaeul Eonni menunggumu di bawah, setelah itu kita pergi bersama ya?”

Mwo? Eodiga?” Tanyaku.

Bimirul?” Balasnya sambil mengedipkan mata.

Wae?”

Oppa akan tahu nanti, cepatlah mandi, nanti kita terlambat.”

“Katakan dulu pada oppa, kita akan kemana.”

“Ah….tidak seru kalau oppa tahu sekarang. Palli wa oppaaaa, baegophayo!” Yeorum merajuk lagi. Dia masih belum berubah, sifat manja dan keras kepalanya masih sama. Aku tertawa sendiri dalam hati.

Setelah sarapan kami menuju halte terdekat, untunglah tidak ketinggalan bis. Gaeul duduk paling tepi di dekat jendela. Angin memainkan poni lurusnya, sementara kedua tangannya menggenggam keranjang bekal makan siang. Yeorum duduk sambil mengaitkan lengannya pada kami berdua. Dia terlihat sangat bahagia.

‘’Yeorum-a, malhaebwa, kita akan peri kemana?” Tanyaku masih penasaran.

“Mmm….ke sebuah tempat yang selalu ingin aku kunjungi bersama oppa.”

Eodie?”

Oppa cerewet, sebentar lagi oppa akan tahu. Arachi?” Bentaknya pura-pura marah padaku.

“Aisss….jincayo, aku hanya punya satu adik tapi galaknya sama dengan ibuku.” Balasku sambil memukul pelan keningnya.

“Aw….apho oppa?”

Jincayo?” Tanyaku sedikit cemas, kupikir aku telah menyakitinya.

Gojitmal, hehehe.” Dia menipuku.

Aku tersenyum melihat tingkahnya. Dia masih saja Yeorumku yang lucu. Kupeluk erat tubuh yang selama tiga tahun ini mengusik keinduanku. Yeorum adikku tersayang.

“Yeorum-a, saranghaeOppa tak tahu apa oppa masih bisa hidup, bila tak bisa melihatmu lagi. Oppa sangat merindukamu.” Ku pererat pelukanku.

Na doo saranghae oppa. Jangan tinggalkan aku dan Gaeul Eonni lagi.” Bisiknya.

Aku mengagguk, walau aku tahu itu masih belum mungkin akan terwujud dalam waktu dekat ini. Masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan. Kuharap semua segera berakhir.

Dari sudut mataku, aku bisa melihat Gaeul sedang mengusap air mata di wajah ayunya.

Tak lama bis berhenti, kami pun turun. Aku mengambil keranjang makanan yang di bawa Gaeul. Hmm…tempat apa ini?

Sebuah desa yang berada di tepi pantai. Desa nelayan kecil yang cukup jauh dari kota. Tempat ini mengingatkanku pada rumah kami juga eomma dan appa kami. Tak terasa setetes butiran bening membasahi pipiku.

Yeorum tak begitu saja membawaku ke tempat tujuannya. Dia memaksaku masuk ke sebuah barber shop, untuk merubah penampilanku. Sementara aku memotong rambut, mereka berdua berbelanja di toko sebelahnya. Dasar, wanita memang suka belanja!

Hanya memakan waktu 30 menit untuk membuang semua rambut liar tak terurus yang melekat di kepalaku. Akupun telah berubah.

Oppa, pakai ini!” Yeorum masuk sambil menyodorkan sebuah bungkusan.

Igossi mwoyeyo?” Tanyaku kembali.

Sonmul!”

Sonmul? Untuk apa?”

“Bukan untuk apa-apa. Pakailah oppa, kami ingin melihatmu.” Katanya lagi.

Mereka berdua memang kompak. Aku membuka bungkusan itu, ternyata satu stel pakaian. Saat keluar dari ruang ganti, keduanya tersenyum geli melihatku.

WaeyoIsanghae?” Tanyaku bingung.

Ani…charandaHandsomeoppa kau cocok sekali dengan pakaian itu. Selera Gaeul Eonni memang ok!” Ujar Yeorum sambil mengancungkan jempol. Yang di puji hanya tersipu-sipu malu.

“Itu hadiah dari Gaeul Eonni.” Tambah Yeorum lagi.

“Untuk apa?” Tanyaku pada Gaeul tak mengerti.

“Untuk kesediaanmu pulang kembali bersama kami.” Ujarnya.

Aku tak bisa berkata-kata. Ku tatap matanya dalam, ada ketulusan yang amat sangat terbaca di sana. Dia gadis yang istimewa, teristimewa di hatiku.

Oppa, eonni, gaja…” Yeorum membuyarkan lamunanku.

Kami (aku dan Gaeul) berjalan beriringan, sementara Yeorum mendahului beberapa langkah di depan .

“Kami selalu kemari bila Yeorum merindukan eomma, appa dan kau Donghae-ya.” Gaeul membuka pembicaraan.

Aku menatap Gaeul diam.

“Di awal kepergianmu, setiap malam dia selalu menangis di balik bantal. Aku tak tahu cara membujuknya. Suatu hari Yeorum memintaku mengantarnya kembali ke rumah kalian, Yeorum pikir kau kembali ke sana. Sayangnya aku tak tahu dimana kampung halaman kalian. Lagipula perjalanan ke sana sangat jauh dan aku tak mungkin meninggalkan pekerjaanku. Hingga suatu hari aku teringat seorang teman yang dulu pernah tinggal di desa ini, karena itu aku mengajak Yeorum kemari.”

“Pasti ini semua sulit bagimu?” Tanyaku merasa bersalah.

Ani, bukankah dulu sudah pernah kukatakan, bagiku Yeorum sudah seperti adikku. Aku akan berusaha membahagiakannya semampuku seperti janjku padamu.” Gaeul tersenyum padaku.

Gomawo Gaeul-a.” Balasku.

Oppa, eonni palli wa…..!!!” Teriak Gaeul yang sudah berdiri di atas sebuah batu karang terbesar diantara susunan karang di sana.

Arassooooo!!!!” Balasku sambil sedikt berlari meninggalkan Gaeul beberapa langkah.

Eonniiiii, palli waaaa!” Teriak Yeorum lagi.

Ne,arasseooo!” Gaeul sedikit berteriak.

Aku berhenti sesaat. Ku putar pandanganku menatap gadis yang selama ini telah menjaga adikku. Pipiku serasa terbakar, aku benar-benar telah jatuh hati. Kuhulurkan tanganku padanya. Dia tersenyum ragu, lalu menggandeng tanganku. Kamipun berlari-lari kecil bersama.

Laut biru menjadi hiasan mata kami. Tiga kapal besar  yang hanya berupa titik-titik kecil terlihat di kejauahan. Sementara perahu-perahu nelayan yang telah menepi berjejer di pinggir pantai. Para pedagang ikan mulai tawar-menawar dengan nelayan. Persis seperti pasar ikan di desa kami.

EOMMAAAAAAAAAAA……….APPAAAAAAAAA, na wassooooo! Uri Oppa, Lee Donghae Oppa wassoyoooooo. Nan haengbokesso, nomu-nomu haengboke…..” Yeorum berteriak kearah laut lepas.

Eommaaaaaaa…..appaaa….gokjonghajimaseyo, aku akan selalu menjaga oppa. Eomma, appa, saranghaeee.”

“Itulah yang selalu dilakukan Yeorum bila ia kemari. Dia akan berteriak sekuat-kuatnya untuk melepas kerinduan pada kalian. Tak jarang dia menangis sambil tertawa. Kesedihan dan kegalauan hatinya tentangmu akan segera sirna saat kami kembali kerumah. Dia sangat menyayangimu.” Jelas Gaeul padaku.

“Donghae Opppaaaaa saranghaeeeeee…..” Teriak Yeorum lagi.

Aku menatap punggung Yeorum. Angin laut menampar-nampar tubuhnya. Kudaki karang tinggi tempat Yeorum kini berdiri.

“Yeorum-a saranghaeeeeeeee…..” Teriakku membalasnya.

“Yeorum-a saranghaeeeeee……..” Gaeul juga ikut berteriak bersama kami.

 

☺☺☺☺☺

 

Seminggu waktu perjanjianku untuk beristirahat pada Hyukjae telah berakhir. Aku sangat bersyukur, Yeorum dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh Gaul. Dia benar-benar baik hati. Uang yang dikirimkan setiap bulan, walau tak banyak, dihemat Gaul untuk biaya sekolah Yeorum dan membeli toko kecil sebagai tempat usahanya sendiri.

Kini Yeorum telah tercatat sebagai salah satu mahasiswi di Universitas Seoul. Dia mengambil jurusan hukum, katanya dia ingin menjadi pengacara untuk membantu orang-orang yang lemah. Gaul mengisahkan kalau Yeorum sering teringat kasus pencurianku waktu itu, dan dia ingin suatu hari nanti bertindak sebagai pembela jika kejadian yang sama terulang kembali pada siapapun. Sepertinya luka itu sangat dalam baginya. Saat Yeorum ke kampusnya, aku bercerita banyak dengan Gaul di sela-sela kesibukannya tentang bagaimana mereka menjalani hidup selama aku pergi. Dia juga menanyakan lagi tentang pekerjaanku, aku hanya berkata, kalau suatu hari aku akan mengatakan semua padanya.

 

Sebelum pergi Gaul menambahkan beberapa helai pakaian ganti yang baru. Tak ada kata yang terucap setelah itu diantara kami. Tapi aku tahu, hatiku telah dimilikinya. Mereka berdua mengantarku sampai depan pintu toko. Yeorum mulai menangis lagi, namun Gaul berhasil meyakinkannya kalau aku akan kembali lagi.

Ya.. Lee Donghae…..ini waktunya untuk bekerja, fighting!!!!!” Teriakku pada diri sendiri.

 

☺☺☺☺☺

 

 

Ga-Eul POV

Belakangan ini banyak pesanan. Kuliah Yeorum juga sudah mulai sibuk, tak mungkin aku mengandalkannya untuk membantu di toko. Sebaiknya aku mencari anggota baru, pikirku sambil menempel sehelai kertas berisi pengumuman lowongan kerja. Mudah-mudahan hari ini bisa langsung dapat.

Beberapa hari kemudian, motor hijau berhenti di depan tokoku.

Tring…tring…tring…

Annyeong haseyo…” Sapa seorang pemuda padaku. “Nuna kemarin aku baca pengumuman di depan, katanya toko kue ini butuh pelayan ya?”

Ne…” Aku mengangguk. “Mau melamar?” Tanyaku balik.

Dia tersenyum sambil menyerahkan beberapa berkas-berkas padaku.

“Ayo ikut saya.” Ajakku. “Anjeuseyo… Guraeso…iremimuosimikka?” Tanyaku langsung.

“Kyuhyunimnida.”

“Kyuhyun ssi, langsung saja, mengapa kau ingin bekerja di tempatku?”

“Aku bosan dengan pekerjaan lamaku.”

“Memangnya apa yang kau lakukan sebelum ini?”

“Aku bern yanyi dari satu kafe ke kafe lainnya setiap malam, dan aku sudah jenuh menjadi seekor kelelawar.”

Guraeyo? Kalau begitu nyanyikan sebuah lagu untukku.”

“Apa dengan begitu aku bisa diterima?” Tanyanya.

“Mmmm…kalau itu bisa membuatku puas denganmu.”

“Assa…nuna, kau pasti akan menyukainya.”

niga useumyeon nado joha neon jangnanira haedo
neol gidaryeotdeon nal neol bogo sipdeon bam naegen beokchan haengbok gadeukhande
naneun honjayeodo gwaenchana neol bolsuman itdamyeon
neul neoui dwieseo neul neol baraboneun geuge naega gajin moksin geotman gata

Plok..plok..plok tepuk tanganku puas saat Kyuhyun ssi mengakhiri lagunya. Po tongan good person itu benar-benar sempurna dibawakannya.

Geureso…apa sekarang aku sudah diterima nuna?” Tanyanya.

“Dengan satu syarat.”

Mwo?”

“Kau sekali-kali harus bersedia menghibur pengunjung di toko kita. Eottohke?”

Mullonimnida nuna. Gamsahamnida.” Dia tersenyum senang.

 

Esoknya.

Eonniiiiiiii……apa eonni melihat handphoneku?” Tanya Yeorum masih dari atas tangga.

“Handphone??? Aniyo…di mana kau meletakkannya tadi?”

“Rasanya  di dekat meja kasir.” Yeorum menuruni tangga menuju ke arahku.

Gidariseyo, akan ku periksa.”

Tapi….

Ya……! Apa yang kau lakukan? Kenapa handphoneku ada padamu?” Yeorum berteriak kasar pada seseorang.

“Handphone??? Igo?? O…aku  main game.”

“Game??? Kau main game di handphoneku???”

Pria itu mengagguk.

Ya……kau tahu aku mencari-carinya sejak tadi, tapi kau malah bermain game dengan handphoneku. No nuguya???”

O…igo…igo…agassi.” Kyuhyun menyerahkan handphone Yeorum. “Mianhae…” Senyumnya.

Aku segera mendekati keduanya.

“Yeorum-a, ini Kyuhyun ssi pelayan baru kita. Eonni lupa bilang padamu semalam. Kau baru pulang setelah toko tutup dan Kyuhyun ssi juga sudah tidur. Eonni tahu kau sangat sibuk sekarang, dan kau tak mungkin selalu ada di toko setiap hari. Karena itu eonni mencari pegawai baru, kau tidak keberatankan?”

Yeorum menatapku sebentar lalu menggeleng.

Tring…Tring…Tring….. Ada tamu toko.

“ Gaul -a, annyeong, Yeorum-a annyeong….” Sapa seorang gadis seusiaku.

“Hana Eonnieannyeong.” Balas Yeorum.

“Hana-ya, wassoyoJamsimangidariseyo, aku ambil tas dulu ya.” Pintaku.

Hana, Kim Hana sahabatku. Dia bekerja di panti asuhan yang ada di sudut kota . Dulu kami sama-sama bekerja di toko kue, namun sejak Ibu Hana yang menjadi pengurus panti sakit-sakitan, Hana memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya.

Eonni, eodigayo?” Tanya Yeorum saat aku kembali dengan tas tanganku.

“Aku mau ke mal hari ini. Ada seminar kuliner di lantai tiganya. Mungkin akan pulang terlambat, karena sekalian akan berbelanja beberapa kebutuhan toko. Yeorum-a ada yang kau inginkan?”

Ani…” jawabnya sambil menggeleng.

Geuraeso, Kyuhyun-a toko kupercayakan padamu hari ini. Tolong dijaga dengan baik, dan jangan mengecewakan pelanggan kita, arasso?”

Arasseo, nuna. Gaseyo.” Balas pelayan baru kami.

Gyeseyo.” Balasku sambil melambaikan tangan.

Geu namja nuguya?” Hana bertanya padaku saat ia melihat Kyuhyun ssi.

“Pelayan baru kami. EottohkeChohahaeyo?” Tanyaku menggodanya.

“Hm…kkotminamieyo.” Hana tersenyum pada Kyuhyun ssi, sementara Kyuhyun hanya tersenyum sekilas lalu kembali meneruskan pekerjaannya.

Saat matahari mulai terbenam aku baru pulang ke toko, hari ini benar-benar melelahkan. Selain ada seminar, dan sedikit berbelanja, kali ini aku dan Hana saling berbagi cerita tentang namja yang kami suka. Hana bercerita tentang seorang pria yang menarik hatinya. Pria itu hanya datang sekali dalam sebulan dengan berpakaian rapi ke panti untuk menyerahkan sumbangan. Jumlahnya cukup banyak, dan dia adalah donatur tetap di panti yang dikelola Ibunya Hana.

Hana berharap pria itu menyukainya, hanya saja Hana tak berani mengutarakan perasaanya duluan Takut ditolak, lalu kecewa. Lagipula Hana tak tahu pria itu menyukainya atau tidak. Cinta bertepuk sebelah tangan. Seperti cintaku pada Donghae, yang aku juga tak pernah mengungkapkannya.

☺☺☺☺☺

Yeorum POV

Pelayan baru? Bagaimana pria seperti dia yang seenaknya bisa jadi pelayan di toko kami. Aneh? Apa eonni sudah terpikat padanya ya? A…batta, wajahnya yang tampan dan penuh pesona, pastilah eonni menerimanya karena itu, pasti! Mwo? Aku bilang apa? Wajah tampan? Penuh pesona? Oeeeekkk…bikin muntah saja.

 

Gaul Eonni dan Hana Eonni sudah pergi.

“Yeorum ssi.” Panggil pelayan baru itu saat aku hendak berangkat ke kampus. Aku meliriknya sekilas, lalu berlalu.

“Yeorum ssi.” Panggilnya lagi. Kudengar langkah kakinya mendekatiku. Apa lagi sih? Dasar pria suka cari perhatian, bilang saja kalau mau kenalan.  Bisikku dalam hati.

“Yeorum ssi.”

Neeeee….!!!!” Hardikku sebal. Dan kini dia sudah berdiri di sampingku sambil menutup kupingnya karena teriakankubarusan.

“Resleting rokmu belum terpasang.” Bisiknya di telingaku.

Mwo??” Ku raba bagian belakang bawahanku, benar saja belum terpasang. “Waaaaaa…eonniiiiiiii.” teriakku sambil naik lagi ke kamar. “Shiroooooo!!!!!!“

Sejak peristiwa naas terakhir aku agak sedikit menjauh darinya, habisnya aku malu bila mengingat kejadian itu. Aku hanya menjawab pendek-pendek pertanyaannya. Dan meminta eonni yang mengatakan keperluanku bila aku butuh sesuatu darinya. Seperti kali ini.

“Kyuhyun-a, bisakah kau mengantar Yeorum nanti siang ke pengadilan kota ? Tanya eonni padanya. Aku bersembunyi di dapur, mencuri dengar pembicaraan mereka.

“Ahhh nuna, sepertinya tidak bisa. Bukankah kemarin kau memintaku ke pasar untuk membeli tepung, telur, dan cokelat. Persediaan kita sudah habis.” Balasnya.

Hufff…. Aku kecewa. Kalau begini aku harus ke pengadilan sendiri. Tugas dosenku kali ini ada-ada saja, aku harus mencatat berapa banyak kasus perjudian terjadi belakangan ini. Ahhhh….ajuma dan aejosi di sanakan tidak ramah. Bagaimana kalau aku nanti di marahinya? Bagaimana kalau nanti aku salah bicara? Atau salah masuk ruangan seperti terakhir kali aku kesana.Nan eottohke?

Tiba-tiba.

Ya..! Yeorum ssi!”

“Hoah…..” Aku mengelus dada. Si Kyuhyun ini tiba-tiba muncul di depanku. “Kau mengagetkanku saja.”

“Kenapa kau tidak bilang langsung kalau kau ingin aku mengantarmu nha? Kenapa harus Gaul Nuna yang menanyakannya? Merepotkan saja. Apa aku begitu menakutkan hingga kau tak berani bicara padaku?”

Ye…kau menakutkanku Kyuhyun ssi, seperti sekarang.” Jawabku cemas sambil bergerak mundur beberapa langkah darinya.

Mwo?” Kali ini dia yang menjauhiku, alisnya bertaut, dia tampak bingung.

“Kyuhyun ssi, aku malu kalau berbicara denganmu.”

Wae?”

Aku terdiam.Ku rasa wajahku memerah.

Arasso…arasso….karena kejadian waktu itukan?”

Tang!! Kupukul kepalaku pelan.Yah dia mengingatnya lagi.

“Ayo cepat, aku akan mengantarmu.”

Mwo?…Bukannya tadi kudengar kau menolak karena….”

“Ah sudahlah, kalau aku tak mengantarmu, Gaul Nuna bisa memotong gajiku. Kalau begitu impianku untuk beli game baru akan lama terwujudnya. Palli…palli…” Dia menarik tanganku keluar. Kami menuju motornya yang parkir di depan toko.

“Cepat naik!” Perintahnya setelah menyerahkan sebuah helm padaku.

Aku naik tergesa.

“Pegangan yang erat,” Katanya lagi.

Aku memegangi bajunya.

“Bukan begitu! Begini!” Dia menarik kedua tanganku melingkari pinggangnya. Ah…memalukan.

“Siap? Ayo berangkat! O…jamsi” Katanya. “Yeorum ssi aku, ini terlahir lebih dulu dari pada kamu. Tidak bisakah kau memanggilku oppa? “ Tanyanya.

Oppa?? Oakkkk…perutku mual mendengar apa yang baru dikatakannya.

Ya, kau tidak menjawab? Aku tidak mau mengantarmu.” Ancamnya.

Ye…ye…ye…arasso…op-pa.” Jawabku pelan dan penuh kejengkelan. Aku bisa melihat sedikit tawanya dari balik helm melaui kaca spion motornya. Dasar licik!!!

Dia mulai memainkan gas motornya dan tak…versneling motor itu ditekan, lalu tanpa aba-aba dia melaju meninggalkan toko.

“Eonnie annyong gyeseeeeeyooooooooo….” Teriakku. Kulihat eonniku tersayang hanya melambai dengan senyuman dari depan toko. Kyuhyun-a dasar kau ini.

——————-

Beberapa waktu kemudian.

Eonni…hari ini aku pulang agak terlambat. Eonni makan saja duluan, tak usah menungguku. Aku akan ke perpusatakaan.” Jelasku via ponsel.

Geuraeyo…arasso, jangan terlalu malam pulangnya,  josimae Yeorum-a.” Sahut eonniku dari seberang.

Click, telfon terputus.

Belakangan ini setelah mencari semua data-data di pengadilan aku akan segera ke perpustakaan kota demi menyelesaikan tugas yang diberikan dosenku. Benar-benar melelahkan. Tiga jam di perpustakaan tak terasa langit sudah gelap. Aku harus bergegas mengejar subway terakhir menuju rumahku, kalau tidak terpaksa pulang dengan taksi yang ongkosnya selangit untuk kantong mahasiswi sepertiku..

Aku berjalan secepat mungkin menuju perhentian bis. Sudah sepi, hanya beberapa pekerja lembur yang baru keluar kantor berseliweran. Mudah-mudahan aku belum ketinggalan bisnya. Doa hati kecilku.

Ya…agassi, mengapa kau begitu tegesa-gesa?” Tegur seseorang.

Tanpa kusadari dari arah depan tiga orang pria yang sepertinya tengah mabuk mendekatiku. Mereka mengepungku.

Agasasi, ayo bermain dulu dengan kami sebelum pulang.” Ujar salah satu dari mereka.

Mianhae, aku sedang tergesa-gesa.” Balasku sesopan mungkin.

“Kau mau kemana agassi, biar kami antar.” Tawar pria lain padaku.

Go-ma-wo, a-ku bisa sendiri.” Suaraku bergetar karena ketakutan.

Gokjongma…kami bukan orang jahat, jangan takut…” Kata pria satunya lagi. Mereka semakin mendekatiku. Keringat dingin mulai membasahi tanganku. Aku takut sekali.

“Jangan mendekat..!!!!! Atau aku….”

“Atau apa agassi…hehehehe….” Pria pertama yang berbadan paling besar semakin mendekatiku.

Pikiran buruk terlintas cepat dalam benakku. Eottohke…na eottohke…??? Aku berjalan semakin mundur. Ingin berteriak tapi tak ada siapa-siapa. Oh Tuhan…selamatkan aku. Bisik hatiku putus asa.

Agassii…agassii…” Tangannya nyaris menjangkau tubuhku.

“Aaaaaaah…… OPPPAAAAAAAA… Dowa juseyoooo…!!!!!” Teriakku.

Tiba-tiba sebuah motor datang dengan lampu depannya yang menyilaukan mata. Pengendaranya berhenti tepat di depanku. Motornya membuat jarak antara aku dan ketiga begundal tadi terpisah setengah meter. Pengendara motor itu masih dengan helm yang menutupi wajahnya, turun.

Ya…jangan berani hanya dengan wanita. Ayo maju!” Tantangnya.

Tak perlu menunggu lama, pertarungan tiga lawan satu itupun tak terelakkan. Penyelamatku, si pengendara motor terlihat lihai dalam berkelahi. Pukulan dan tendangannnya selalu tepat sasaran. Aku hanya bisa melihat sambil berteriak-teriak ketakutan. Tak lama, sepertinya pertarungan telah usai. Penyelamatku menang. Pengendara itu berbalik lalu berjalan ke arahku. Dia membuka helmnya, dan ternyata pengendara itu adalah si pelayan baru kami, Cho Kyuhyun Oppa. Ah…leganya, untung saja dia datang tepat waktu. Tunggu dulu….ah…dari arah belakang, begundal yang berbadan paling besar itu berdiri lalu berjalan cepat menuju Kyu Oppadan…trassssshhhh….belati kecil tertancap di pinggang Kyuhyun Oppa.  Darah segar mengalir membasahi kaos putih yang dipakainya. Kyuhyun Oppa rubuh seketika.

Opppaaaaa…!” Jeritku histeris.  Para begundal itu melihatku menjerit langsung lari meninggalkan lokasi.

Oppaaa……” Panggilku lagi. Aku panik, segera berlari menghampirinya.

Kyu Oppa…gwaenchana?” Tanyaku.

Dia hanya tersenyum mengangguk. Kupeluk erat tubuhnya. Kuambil ponselku langsung kuhubungi polisi dan ambulance. Tak lama kami sampai di rumah sakit. Para ganhosanim mendorong  Kyu Oppa dengan ranjang beroda menuju IGD. Aku langsung menghubungi Gaul Eonni mengabarkan kejadiannya. Eonni segera menuju ke tempatku.

Satu setengah jam lamanya Kyu Oppa di dalam ruang operasi. Tusukan belati itu merobek daging pinggulnya yang nyaris mengenai ginjal. Kyu Oppa masih belum sadar dari bius jahit yang dilakukan para eusanim untuk merapatkan kembali lukanya. Aku cemas, kalau-kalau Kyu Oppa bertambah parah. Setelah dibawa ke ruang perawatan, Kyu Oppa masih belum sadarkan diri, bahkan hingga keesokan paginya. Aku dan Eonni menungguinya semalaman.

Hingga fajar menyingsing, Kyu Oppa masih belum menunjukkan kalau dia sudah baikan. Eonni memutuskan untuk pulang mengambil pakaian ganti untukku dan Kyu Oppa. Aku berdiri menatap wajah pucatnya.

Oppa, cepatlah sadar, aku cemas sekali.”

Kyu Oppa masih tak bergeming.

Chebal oppa, sadarlah, kalau kau begini terus kau membuatku semakin takut.”

Masih tak ada reaksi.

Oppa…” Air mataku mulai menetes. “Jangan diam seperti mayat begini. Jawab aku oppa! Aku tak ingin kehilanganmu, aku tak akan membiarkan kau pergi, aku tak ingin kau meninggalkanku. Apa yang harus kukatakan pada keluargamu kalau mereka datang? Aku akan dituduh sebagai penyebab kematianmu. Polisi akan meyelidiki kasus ini, sementara keluargamu akan menuntutku, dan hidupku akan berakhir di dalam penjara.Oppaaaaaa palli wa, irona.

Oppa, kalau kau sembuh aku berjanji akan membuatkan sarapan untukmu setiap hari. Aku akan membangunkanmu setiap pagi, aku juga akan membelikan PS3 yang kau inginkan, oppaChebal oppa, sadarlah…”

Jongmal???” Sebuah suara yang sangat kukenal mengagetkanku.

Ong…oppa, kau sudah sadar? Oppa, gomawo….” Tanpa sadar aku memeluknya.

Ne…aku sudah sadar dari tadi, kau saja yang tidak tahu.  Saat aku melihat dunia kau malah berurai air mata. Dasar cengeng, seperti bayi saja. Sudah…sudah, lepaskan pelukanmu, kau membuatku tak bisa bernafas.” Ujarnya jengah.

Aku tersadar kalau aku tengah memeluknya.

Mwo??? Sudah sadar dari tadi?” Aku menghapus air mataku cepat.

Dia mengagguk, sambil berusaha bangun untuk duduk, lalu menyandarkan punggung di kepala tempat tidur.

“Berarti kau mendengar semua ucapanku?”

“Hm… Kau akan membangunkanku, membuatkanku sarapan pagi dan membelikan PS3.”

“Ah…..memalukan.” Ujarku sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Ini yang kedua.

Geurae, karena kau sudah berucap janji, kalau begitu harus segera dipenuhi. Kau sudah berhasil membangunkanku dengan tangisanmu. Sekarang aku mau sarapan, bawakan sandwich tanpa sayuran dan segelas jus jeruk panas, arasso!”

Mwo?” Dasar evil, seruku dalam hati.

Waeyo? Tidak mau melakukannya?”

Ani…” Aku menggeleng.

“Kalau begitu cepatlah pergi, naga Yeorum-a, baegophayo…..hehehehe.”

Arasso.” Balasku kesal, si pelayan ini, kalau tidak karena pertolongannya semalam yang membuatku merasa bersalah, aku tak akan mau menyiapkan sarapan untuknya. Aku melangkah pergi.

“Ah….kenapa aku berucap janji seperti tadi? Dasar babo!” Aku bicara sendiri sambil melangkah di lorong-lorong rumah sakit.

Beberapa hari kemudian Kyu Oppa sudah kembali lagi ke rumah. Lukanya sudah kering dan dia sudah bekerja seperti sedia kala. Kini, demi keamananku, Kyu Oppa selalu mengantar dan menjemputku pergi dan pulang kuliah. Semakin mengenalnya aku semakin merasa kalau dia pria yang istimewa, istimewa di hatiku.

Meskipun begitu, keegoisannya dalam memperlakukanku tetap sama. Memaksaku memakai helm tertutup seperti ninja, lalu menarik paksa tanganku untuk memeluk punggungnya. Sejujurnya aku suka saat harus memeluk punggungnya. Punggung yang hangat dan lebar, terasa sangat hangat dan nyaman.  Punggung ini mengingatkanku saat Donghae Oppa menggendongku sepulang sekolah. Bila bersamanya aku selalu merasa tenang, aman dan bahagia. Kyuhyun Oppa, mungkinkah aku telah  jatuh cinta padamu?

☺☺☺

Donghae POV

Onul bam, arah jam tiga pelabuhan, samping kapal tongkang, 0200. Pesan Hyukjae untukku melalui secarik kertas yang ditinggalkannya sebelum pergi. Yah…siang hari bila tak sedang ‘bekerja’ Hyuk akan ke pasar tradisional, mengangkati peti-peti barang pedagang, sebagai kuli kasar. Ya begitulah, aku dan Hyuk menutupi jati diri kami.

Ada kalanya Hyuk berpakaian rapi sekali, dalam sebulan. Membawa amplop putih lalu menuju ke suatu tempat.  Aku pernah diajaknya. Dia pergi ke….ahhhh kalian tak akan percaya orang seperti kami bisa melakukannya. Hyuk pergi ke panti asuhan di luar kota . Hehehe…. Saat kutanyakan, inilah jawabannya.

“Ini sebagai bentuk penebusan dosaku atas ‘pekerjaan’ utama yang kulakoni. selama ini. Kau tahu aku selalu merasa dikejar bayangan hitam setiap kali selesai bertransaksi. Namun perjanjianku dengan bos kita membuatku tak mungkin meninggalkan kegelapan ini. Kau tahu, barang haram seperti itu kebanyakan hanya dinikmati oleh mereka, orang sinting yang merasa tak diperhatikan. Dan aku tak ingin anak-anak yang telah ‘terbuang’ di panti asuhan merasa kalau mereka tak diperhatikan.”

“Hmmmm…..”

“Aku tahu banyak ketidakadilan terjadi, namun tak seharusnya keburukan dunia ini membuat kita tenggelam dan kalah bersamanya. “

“Aneh sekali, kau ingin menjadi malaikat, namun kau menjalankan pekerjaan sebagai setan?” Ejekku.

“Ah….kau ini. Memangnya setan tidak bisa menjadi malaikat?”

“Memang tidak!!!!”

Ya, no weire?!!!”

Arasso, hahaha…. aku tahu. Justru karena kita bukan malaikat, juga bukan setan maka kita berada di jalan ini.”

“Apa maksudmu?”

“Jika kita adalah malaikat, maka yang kita lakukan hanyalah kebaikan-kebaikan dan kebaikan, tidakkah kau pikir itu membosankan?”

Hyuk mengangguk.

“Jika kita adalah setan, itu juga mengerikan. Setiap hari hanya berbuat kejahatan, kejahaan dan kejahatan. Rasanya seperti yang kita lakukan sekarang. Berlumpur dosa dan dikejar bayangan kegelapan.”

Sekali lagi dia mengangguk.

“Namun poin pentingnya, justru karena kita adalah manusia. Manusia sempurna yang dilengkapi hati sebagai teman bicara. Jadi kita bisa memutuskan apa yang terbaik yang akan kita lakukan.”

“Lalu kenapa kau mau menjalankan pekerjaan ini?” Tanyanya balik.

“Karena tak ada pilihan lain.” Jawabku sambil tersenyum. Dia balas tersenyum mengejekku.

“Fishy-a, menurutmu apa mungkin orang seperti kita bisa kembali ke jalan yang benar dan dapat diterima masyarakat?”

Wae? Kau ingin menjadi malaikat sekarang?” Tanyaku lagi. “Atau karena kau menyukai pengurus panti yang baru itu? Kulihat kau selalu tersenyum saat menceritakan tentangnya, dan senyummupun tak pernah redup saat menatap wajahnya. Jangan-jangan kau menyukainya, ya?” Ledekku.

Hyuk tersenyum lagi. “Mungkin.” Jawaban pendek yang keluar dari bibirnya.

“Aku mengerti kalau untuk yang satu ini.”

Hyuk menerawang.  “Kadang aku ingin berlari menjauhi kota ini. Bersembunyi di tempat yang tak seorangpun mengenalku. Lalu memulai hidup dari awal lagi.”

Dark not always blackchingu. Percayalah, suatu hari akan datang cahaya yang akan menerangi kegelapanmu. Dan tidak semua orang di luar sana berfikiran sempit seperti bayangan kita.” Aku tersenyum  sambil menepuk-nepuk punggung bahunya.

Ne, arasso. O…sudah waktunya, gaja!”

Malam itu adalah misi yang kesekian kalinya kami lakukan. Tak terasa sudah hampir empat tahun kegelapan ini kumainkan.

Rindu pulang, akhirnya aku meminta izin pada Hyuk untuk sekali lagi ‘mengunjungi makam orang tuaku’.  Oh…kepulangan kali ini aku mendapat tamu tak diundang yang memang datang sesekali mencariku. Pergerakan mereka memang rapi dan teliti hingga bisa menemukan tempat Gaul dan Yeorum segera saat aku mengunjungi keduanya. Dia berpura-pura sebagai pelanggan, dan aku datang sebagai pelayan.

“Tolong bungkus sepuluh potong short cake, dengan strawberry diatasnya. Mr. X mencarimu. Di tempat biasa.” Itu menu yang dipesannya.

Aku mengagguk.

Pulang dari mengunjungi Mr. X dengan terkejutnya aku menemukan Hyukjae di rumah.

“Donghae-ya, temanmu berkunjung” Gaul memberitahu. Aku bisa merasakan wajahku pucat pasi. Apa dia mengikutiku? Sebiasa mungkin aku berusaha mengatasi keterkejutanku.

Gomawo, Gaul -a. Hyukjae-ya, kita bicara diatas.” Tarikku.

Hyuk terkejut dengan cara penyambutanku. Tapi dia tetap mengikuti langkahku sampai ke atap.

“Bagaimana kau bisa ada di tempat ini?” Tanyaku penuh emosi sambil menarik kerah bajunya.

“Tenang teman, aku tak mengatakan apapun tentang, yah kau tahu apa yang kumaksud. Dan sekarang tolong lepaskan tanganmu, TUAN FISHY! Kau ingin membunuhku.” Balasnya.

Aku baru menyadari kalau aku hampir mencekiknya..

“Aku tahu kau ingin menyembunyikan ini dari keluargamu. Aku pulang dari panti asuhan yang tak jauh dari sini, lalu tadi aku melihatmu keluar dari toko ini dengan pakaian pelayan. Kemudian aku masuk dan memesan segelas kopi serta kue yang enak. Aku berbincang sedikit dengan wanita itu, kukatakan padanya kalau aku temanmu. Hanya itu saja.”

“Aku tahu aku telah berbohong padamu. Karena aku tak ingin keluargaku terlibat dalam urusan ini. Kau mengerti??” Aku membela diri.

Arasso, arasso…kau bisa percaya padaku untuk hal ini.”

“Huh, seberapa banyak orang di dunia kita yang bisa dipercaya?” Sindirku.

“Entahlah, mungkin sebaiknya tidak percaya pada siapapun. Tapi untuk hal yang satu ini kau bisa percayakan padaku.”

Kreeek…, kami menoleh bersamaan. Pintu penghubung atap dengan ruangan bawah terbuka.

“Donghae-ya, ajaklah temanmu makan, aku sudah menyiapkannya. Yeorum juga sudah menunggumu di bawah.” Gaul menghentikan pembicaraan kami.

Ne, kakak ipar kami akan segera turun.” Hyuk memberi jawaban. Gaul tersenyum. Saat berpaling ke arahku, Hyuk masih tersenyum mencibir sambil mengangkat bahu. Menyebalkan.

————————

“Hyukjae Oppa, benarkah kau teman oppaku?” Tanya Yeorum di meja makan.

“Tentu saja, kalau tidak bagaimana bisa aku mengenalnya? Waeyo?”

Keunyang, oppa tak pernah membawa seorang teman ke rumah sebelum ini. Kau teman oppa dari mana?” Tanya Yeorum lagi sambil terus menatap Hyuk penasaran.

“Tentu saja teman kerjanya.” Jawab Hyuk santai sambil terus menyuap makanannya.

Guraeyo? Lalu apa pekerjaan kalian?” Pertanyaan Yeorum tepat sasaran.

“Uhuk…uhuk…” Hyuk tercekat. Yeorum segera mengambilkan air.

Gwaenchana oppa?” Tanyanya pada Hyuk.

Hyuk masih terbatuk-batuk.

“Yeorum sudahlah, tanyanya nanti saja. Makan dulu. Kau telah menganiaya Hyukjae Oppa.”

Yeorum merengut dengan gaya khasnya memonyongkan bibir. “Akukan penasaran saja. Oppa tak pernah memberitahukan padaku dan eonni apa pekerjaan oppa, jadi aku ingin tahu.” Yeorum mulai ingin adu pendapat denganku.

Gwaenchana, akan oppa beritahu.” Ujar Hyuk setelah menguasai diri.

Guraeyo oppa? Jadi apa pekerjaan kalian?”

“Kemarikan telingamu…” Pinta Hyuk pada Yeorum. Yeorum dengan semangat menuruti.

Wesss….wess…wes…

Mwo?? Pedagang ikan? Oppa kau berjualan ikan? Ah…aku tak percaya.”

“Pedagang ikan?”Lirikku pada Hyuk.

“Aw…” Hyuk menyenggol kakiku. Matanya mendelik ke arahku. ”Ne…bukankah kau tak ingin oppa jadi nelayan, makanyaoppa jualan ikan.” Aku menggosok-gosok tungkai kakiku, sakit. Si Hyukjae itu malah tersenyum sambil mengunyah makanannya.

“Sudah…sudah, diteruskan makannya. Yeorum nanti saja bertanyanya. Oppa-oppakan masih ada disini. Nanti kau bisa bertanya sepuasnya, arasso?” Gaul menengahi perbincangan kami.

Hyuk ternyata sangat cepat dekat dengan dua wanita yang kusayangi. Bahkan Yeorum mengaggapnya sebagai oppakedua. Hyuk juga meminta izin padaku untuk sesekali berkunjung kemari. Di depan mereka bagaimana bisa aku menolaknya. Aku hanya tersenyum dengan sedikit mengancam agar jangan berbuat yang aneh-aneh.

Saat sedang berbincang-bincang menghabiskan buah yang dikupaskan Gaul dan Yeorum, seorang pria masuk.

“Kyuhyun ssi, ayo bergabung.” Ajak Gaul.

Ne, gomabsumnida nuna.” Balasnya ramah. Kyuhyun mengambil posisi disebelah Yeorum. Yeorumpun mengangsurkan sepotong apel yang telah dikupas Gaul padanya.

Nuguya?” Tanyaku.

“Oh, ini pelayan yang kuceritakan kemarin. Kyuhyun ssi pulang sebentar ke kampung halamannya, karena itulah aku memintamu menjadi pelayanku untuk sementara waktu menggantikannya.”

“O…dia juga tinggal di sini?” Tanyaku lagi.

Ne, di kamar belakang yang dulu dijadikan gudang itu.”

Arasso… Lain kali jangan terlalu mudah membawa orang asing ke rumah.” Nasehatku pada Gaul . Kyuhyun ssi melirikku sesaat, lalu meneruskan makannya lagi.

Annyeong haseyo…” Kini seorang wanita yang datang.

“O…Hana Eonni, palli wa.” Yeorum mengajak wanita yang baru masuk itu  bergabung dengan kami. Wanita itu dipersilahkan Kyu duduk dibangkunya, sementara Kyu mencari kursi yang lain.

Tringg…! Garpu buah yang sedang dipegang Hyuk jatuh. Dia menendang-nendang kakiku lagi.

Waeyo?” Tanyaku jengkel. Bibirnya mengarah pada wanita yang baru datang itu. Matakupun mengamati dengan cermat. Astaga ternyata wanita itu pengurus panti yang ditaksir Hyuk.

“Hana-ya, perkenalkan, ini Donghae, oppanya Yeorum, dan ini Hyukjae sahabatnya. Donghae-ya, Hyukjae-ya, kenalkan ini Kim Hana sahabatku.”

Annyeong haseyo Hana ssi.” Sapa Hyuk padanya sambil berdiri. Aku juga berdiri memberi salam. Hyuk langsung salah tingkah, mukanya merah menahan malu sekaligus senang.

“O…annyeong haseyo Donghae ssi, Hyukjae ssi. Kita bertemu lagi.”

“Kalian sudah saling kenal?” Tanya Gaul pada kami.

Ne…Hyukjae ssi adalah pria yang kuceritakan waktu itu.”

“O…begitu. Kita semua punya garis jodoh yang dekat ternyata. Anjeuseoyo.” Gaul meminta kami bertiga duduk kembali.Hari ini semua tertawa bahagia.

Malam itu Hyuk menginap bersama kami. Kami berlima duduk-duduk di atap menunggu mata lelah dan ingin terpejam. Anak baru itu, Kyuhyun, kurasa aku telah salah menilainya. Dia cukup sopan. Dan aku menangkap sesuatu yang ganjil atas sikap Yeorum padanya. Apa Yeorum menyukainya? Ahh…akan kutanyakan nanti pada Gaul .

Saat itu aku melihat pria yang baru tadi siang menemuiku terlihat mondar-mandir di bawah, ku harap Hyuk tak melihatnya.

“ Gaul , Yeorum masuklah, sudah malam. Yeorum bukankah kau besok ada jadwal kuliah pagi, jangan tidur terlalu malam.” Aku berkata sambil menyampirkan jaket menutupi kaos oblongku.

Ne oppa arasso.” Jawaban Yeorum.

“Kau mau kemana?” Tanya Hyuk..

“Aku keluar sebentar.” Balasku

 

TBC

Credit: http://elfalwayslovesuperjunior.wordpress.com/

 

Dark Not Always Black (Part 1)

Author: Queen Bee

Donghae POV

Oppaaaaa……gatchi gabsida…!!”

Mwo…..???” Teriakku saat melihat Yeorum tengah berlari mengejarku.

Gatchi gabsida……”

Palli waaa…”

Desah nafasnya tersengal setelah ia sampai sambil menahan tangan di lutut.

Oppa, waeire…? Kenapa kau meninggalkanku dan pulang duluan.” Rajuknya.

Miyanhae Yorum-a, tadi oppa lihat kapal Choi Ajeossi sudah merapat, mungkin eomma dan appa sudah pulang dan sedang menunggu kita.”

Ongguraeyo? Kalau begitu ayo cepat oppa.” Tariknya.

Gaja…” Balasku. Kamipun berjalan beriringan.

TAR!! Petir di siang hari dalam awan mendung yang sedari tadi menutupi langit mengejutkan kami. Sepertinya badai semalam belum akan berakhir.

Oppaaaa…” Yeorum menggenggam lenganku kuat.

“Kau takut?” Tanyaku.

Dia mengangguk.

“Kau tidak akan merasa takut lagi sekarang.” Ujarku sambil meraih tangannya. “Oppa akan selalu bersamamu.”

Yeorum tersenyum lalu menggenggam jari-jariku.

Tes…tes…tes…perlahan-lahan butiran hujan membasahi bumi.

Palli Yeorumbi.

Ne….”

Kami berlari dengan cepat. Perlahan-lahan semak belukar disekitar kami mulai basah. Hujan benar-benar lebat dan sepanjang jalan setapak ini tak ada tempat berteduh. Tiba-tiba…duk!

“Awwww….”

“Yeorum-a weire?”

Yeorum tersandung batu, dia meringis kesakitan.

Oppa.. apho…apho oppa…” Tangisnya.

Gokjonghajimarayo…gwaenchana. Irona.” Pintaku.

Yeorum mencoba berdiri. Tapi, “Aw…, apho oppa…”

Lututnya berdarah, dia tak mungkin kuat berjalan sampai ke rumah.

Gurae, naiklah, biar oppa menggendongmu.” Pintaku.

“Mmm…” Jawabnya sambil menyeka air mata. Sesekali isak tangis mirisnya menahan sakit terdengar di telingaku.

“Sudahlah, tak apa-apa hanya luka kecil. Nanti sampai di rumah eomma akan mengobati lukamu. Arachi?”

Ara oppa.”

Sunyi sesaat.

Oppa….” Panggil Yeorum lagi.

“Hm…”

“Kenapa eomma dan appa selalu meninggalkan kita dan pergi melaut?”

Waeyo? Kau tidak suka?”

Ong…aku hanya selalu merasa kesepian di rumah kalau tak ada eomma dan appa. Oppa juga akan pergi merajut jala sepulang sekolah. Sedangkan aku hanya sendirian memasak sambil menunggu semuanya pulang. Benar-benar sepi oppa.”

Aku berfikir sebentar.

Arayo, lain kali oppa akan merajut jala di rumah saja menemanimu.”

Guraeyo oppa?” Tanyanya girang dengan gerakan yang membuat aku hampir kehilangan keseimbangan.

Ne… Yeorum-a pegangan yang erat nanti kau bisa jatuh.”  Ingatku padanya.

Arasso oppa…” Yeorum mempererat rangkulannya ke leherku.

Oppa…”

Ne…”

“Aku tak ingin kau menjadi nelayan.”

Waeyo?”

Keunyang…apa oppa tidak merasa kalau menjadi anak nelayan seperti kita sangat kasihan. Apa oppa ingin anak-anakoppa juga kesepian seperti kita?”

“Lalu kau ingin oppa menjadi apa?” Ku hentikan langkahku untuk mengambil nafas. Yeorum berat juga, nafasku mulai tersengal, tapi kakinya pasti masih sakit. Ku pererat gendonganku.

“Aku ingin oppa menjadi polisi, atau tentara, dokter boleh juga. Pokoknya pekerjaan yang tidak membawa oppa ke laut. Atau oppa bisa jadi artis yang muncul di tivi, jadi aku bisa melihat oppa setiap hari di layar kaca, hehehehe…eottohke oppa?”

“Memangnya kau akan seumur hidup tinggal di sisi oppa?”

WaeyoOppa shireoyo?”

Ani…oppa akan senang sekali kalau kita bisa selalu bersama. Tapi kau juga nanti akan tumbuh jadi wanita dewasa, menikah dan punya anak. Kalian akan punya keluarga sendiri. Nah, saat itu kau harus mengurus dan menjaga mereka dengan baik. Apa kau akan membiarkan mereka kesepian seperti kita juga?”

Ani…aku akan menemani mereka, aku akan selalu bersama mereka.”

“Nah itu berarti kau akan berpisah dengan oppa.”

WaeyoOppakan bisa tinggal bersama kami. Aku akan menyiapkan sebuah kamar untuk oppa agar kita bisa tinggal bersama.”

“Lalu apa kau juga akan memboyong istri dan anak-anak oppa semua ke dalam rumahmu?” Tanyaku balik.

“Kalau maebunim tidak keberatan, mengapa tidak?”

“Ah maebunimmu nanti pasti akan keberatan.”

Waeyo oppa?”

Aku berhenti lagi sebentar mengambil nafas.

“Karena kami pasti akan kerepotan menambah satu lagi anak manja sepertimu.” Candaku, sambil tertawa.

“Ahh…oppa aku bukan anak manjaaaa…..”

Gurae, kalau begitu selalulah menjadi anak yang kuat, tegar, dan mandiri. Jangan selalu mengandalkan orang lain. Selagi masih ada oppa, eomma dan appa kau masih bisa berkeluh kesah, tapi kalau kami sudah tak ada kau harus lebih kuat Yeorum-a.Arasso?”

“Mm…arasso oppaGeunde…oppa…”

Ne…”

“Berjanjilah kalau kita akan selalu bersama selamanya.”

Aku terdiam. Maut, jodoh dan rezeki merupakan tiga hal yang tak pernah bisa diketahui kapan datangnya. Jika aku berjanji pada Yeorum lalu suatu hari aku tak menepati, bukankah itu akan menjadi sebuah kebohongan baginya. Apa yang harus kujawab? Haruskah aku mengiyakannya?

Oppa… Kenapa tidak menjawab?”

“Hm…..arasso.” Balasku dalam hujan yang membasahi kami berdua.

Beberapa meter menjelang sampai ke rumah, dari kejauhan kulihat banyak orang yang berkerumun.

“Donghae-ya…..!!!” Teriak Bibi Go. Sontak semua mata memandang ke arah kami. Bibi Go menangis, beberapa wanita lain juga menangis. Kuturunkan Yeorum dari punggungku perlahan.

Ahjuma, weire? Tanyaku cemas.

“Donghae-ya, Yeorum-a, eomma dan appa kalian ….. Eomma dan appa kalian….” Bibi Go bicara terputus-putus, tangisnya makin menjadi.

Weire ahjuma? Eomma, appa waeyo?” Tanyaku bingung.

Yeorum juga diam dalam kebingungannya.

“Yeorum-a, Donghae-ya, badai semalam telah menenggelamkan perahu yang eomma dan appa kalian tumpangi. Sampai tadi pagi orang–orang kampung dan beberapa nelayan desa beserta nelayan dari desa tetangga telah mencarinya. Namun sampai saat ini keduanya tak jua di temukan. Hanya perahu juragan Choi yang selamat beserta lima awaknya, yang lainnya juga tak ditemukan. Kami kira eomma dan appa kalian sudah meninggal, tenggelam bersama ombak yang menerjang perahu mereka semalam.” Bibi Go tetangga kami mengabarkan sambil memeluk Yeorum dalam tangisannya.

Mwo??? Anieyo… ahjuma, ahjuma no nungdamieyo?” Tanyaku meyakinkan diri. Tapi hanya gelengan kepala darinya dan orang-orang disekitar yang kudapatkan. Kakiku mundur beberapa langkah, kepalaku tertunduk lemas, lututku bergetar, aku tersungkur dalam hujan.

ANDWAEEEEEEEEEEEE………EOMMA, APPA…ANDWAEEEEE.” Teriakku.

☺☺☺☺☺

Namaku Lee Donghae. Adikku Lee Yeorum tiga tahun di bawahku, kami baru saja menyelesaikan sekolah menengah kami. Kami telah ditinggal pergi kedua orang tua kami yang bekerja sebagai nelayan beberapa waktu lalu. Seperti yang diberitakan, perahu eomma dan appa tergulung ombak ketika badai menerjang saat itu. Tak ada upacara kematian, tak ada pemakaman, ataupun abu yang bisa disebarkan. Jasad keduanya tak di temukan bersama beberapa nelayan lain yang melaut pada saat yang bersamaan. Ini adalah hal yang biasa terjadi di desa nelayan. Saat kalian turun ke laut, nyawa akan menjadi tak ada harganya, semua orang di desa ini paham sekali akan hal itu. Aku dan Yeorum hanya berusaha tegar untuk melewati hidup kami berikutnya.

Oppa, kita mau kemana?” Tanya Yeorum saat aku mengajaknya berkemas-kemas.

“Ke kota.” Jawabku pelan.

“Ke tempat siapa?” Tanyanya lagi.

Kuhentikan aktifitasku, aku menatapnya dalam. Matanya kecil seperti eomma dengan tulang pipi yang sedikit tinggi sepertiappa. Hidung kami sama, dengan senyum yang kata orang seperti senyum eomma. Memang gen eomma lebih banyak melekat pada kami di banding appa. Sungguh tak tega mengatakan, bahwa kami tak punya tujuan setelah sampai di kota. Aku memeluknya perlahan. Bau tubuh Yeorum seperti eomma, bahkan aku akan memeluknya lebih erat dalam tidur jika aku merindukan eomma danappa.

“Yeorum-a, oppa belum tahu kita akan ke tempat siapa. Karena seperti yang kau tahu kita tak punya saudara di sana. Tapioppa berjanji akan selalu menjagamu. Oppa percaya kita bisa mempunyai kehidupan yang lebih baik di sana.”

“Tapi aku takut oppa?”

Waeyo?”

“Aku takut jika kita sampai di kota, aku akan kehilanganmu oppa, seperti Bibi Go yang kehilangan putranya.”  Kecemasan tergambar jelas di wajahnya. “Oppa, jika kau tak ada, aku sudah tak punya siapa-siapa lagi. Lalu aku harus bagaimana?”

“Yeorum-a tenanglah, kau tak akan pernah kehilangan oppa, kita akan selalu bersama. Kau akan selalu oppa bawa kemana saja, gokjonghajimaseyo.” Pintaku sambil mendekapnya pelan.

Anak Bibi Go tetangga kami, tiga tahun yang lalu juga memutuskan merantau ke kota. Namun setelah beberapa bulan di sana dia dikerjai sekumpulan berandalan dan akhirnya ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Ini menjadi berita yang menggemparkan desa. Awalnya para tetangga juga melarangku. Beberapa keluarga yang selama ini berhubungan baik dengan kami bersedia menampung Yeorum selama aku ke kota. Tapi untuk berapa lama? Sedangkan Yeorum tak ingin berpisah denganku, akupun tak tega membiarkan dia seorang diri. Ini semua pastilah berat untuknya. Aku telah bertekad tak ingin bergantung pada orang lain. Lagi pula aku berharap Yeorum bisa meneruskan sekolahnya, dan pendidikan di kota jelas jauh lebih baik dari di desa. Pertanyaanya, dengan apa Yeorum akan ku sekolahkan? Sedangkan uang untuk berangkat sekarang saja adalah hasil penjualan ikan eomma dan appa terakhir kali, yang jumlahnya juga tak banyak.

Aku melepas pelukanku sedikit, lalu menatapnya lagi. “Yeorum-a, oppa berjanji apapun yang terjadi kita akan selalu bersama selamanya.”

Yaksok?”

Aku mengagguk.

☺☺☺☺☺

Ibu kota yang menggiurkan, membuat lelaki tanggung sepertiku tergoda untuk mengadu nasib di bawah rengkuhanya. Menjauhi kapal api yang membawa kami meninggalkan desa,  dengan punggung menyandang ransel berisi beberapa helai pakaian, kami saling bergandengan tangan.

Yeorum tertidur dengan kepala menyandar di bahuku saat kami telah berada di dalam bis yang menuju pusat kota. Kelehan tersirat dalam lena tidurnya.

“Yeorum-a, irona…sudah sampai.” Aku membangunkannya ketika bis yang kami tumpangi berhenti di terminal terakhir.

“Oaaaahhhh…. Eodie oppa?” Tanyanya.

“Entahlah,  kita turun saja dulu.”

Ini sudah malam. Saat kami meninggalkan bis itu, lampu-lampu yang terang benderang dengan beraneka warna telah menghiasi Seoul. Lama kami berjalan tak tentu arah.

Eodigayo oppaHimdero oppa.” Yeorum mulai mengeluh.

Mianhae, oppa juga tak tahu kita akan kemana, tapi tenang saja Tuhan bersama eomma dan appa pasti akan melindungi kita.”

Yeorum menggosok-gosok matanya.

“Yeorum-a, ayo naik.” Kataku sambil berjongkok, setelah menurunkan ransel dari punggungku.

“Mmm…???”

“Ayolah, oppa tahu kau masih mengantuk. Biar oppa menggendongmu agar kau bisa tidur.” Pintaku dengan senyum yang tak mungkin dilihatnya.

Ne….” Yeorum merangkulkan lengannya  ke leherku.

Akhirnya setelah lelah berjalan dengan Yeorum yang terlelap di punggungku, aku berhenti di sebuah emperan toko. Kuletakkan dia hati-hati, lalu kualaskan tas yang tadi disandangnya sebagai bantal. Tak jauh, aku melihat seorang ahjuma yang menjual kue. Aku berjalan menuju wanita itu dan segera kembali.

“Yeorum-a, irona. Kau belum mengisi perutmu dengan apapun sejak kita pergi, makanlah ini. Oppa sudah membelikan kue ikan untuk kita.”

Yeorum mengucek-ucek matanya. Lalu mengambil sepotong kue ikan dari tanganku.

☺☺☺☺☺

Sudah berhari-hari berjalan mengitari Seoul yang katanya memiliki banyak lowongan pekerjaan ternyata hanya tipuan belaka. Dan, sudah dua hari ini aku dan Yeorum belum makan apapun juga. Kami hanya tidur di jalanan, saat toko-toko yang tidak buka 24 jam tutup, lalu paginya akan di usir si pemilik karena dianggap mengganggu aktifitas mereka. Malangnya, uang yang kami miliki sudah di copet saat hari ketiga kami sampai di ibu kota. Menjadi pengemis??? Tidak!! Aku tak serendah itu, aku masih kuat dan ingin bekerja menghidupi adikku. Tapi pekerjaan apa yang bisa kulakukan.

Oppaaa…baegophayo…” Yeorum memelas dengan air mata padaku. Kuraba keningnya, sepertinya dia demam. Debu jalanan, mengotori wajahnya yang ayu. Sisa air mata semalam meninggalkan bekas seperti anak sungai yang kering di pipinya. Semalaman dia menangis merindukan eomma dan appa. Kini akulah eomma dan appanya, aku tak akan membiarkan dia menderita. Kupeluk tubuh yang sudah jauh lebih kurus semenjak kami meninggalkan desa. Tapi aku tak tahu harus berbuat apa.

Tak jauh dari tempat kami menggelandang, kulihat sesosok ahjuma bertubuh tambun baru saja turun dari mobil mewah yang tak kuketahui mereknya. High heelsnya berdetak-detak, bulu topi di atas kepala berayun-ayun mengikuti langkah kakinya. Dia menuju toko kue yang tampak dari arah sini.

“Pelayan, bungkus ini, ini dan ini.” Katanya yang terdengar sangat jelas di telingaku. Mungkin deretan kue lezat yang menggiurkan hingga membuat air liur Yeorum menetes sedang di borongnya. Dia mengeluarkan dompet. Kupikir dia akan membayar dengan uang tunai, namun ahjoma itu hanya menarik sepotong kartu, lalu memberikannya pada pelayan itu.  Tapi aku jelas melihat lipatan-lipatan uang kertas  mengisi dompet mahalnya yang masih terbuka.

Sekelebat bayangan muncul dalam pikiranku.

“Donghae-ya, sesulit apapun hidup yang kau alami nantinya, jangan pernah melakukan perbuatan tercela. Kita boleh miskin harta, namun haruslah kaya jiwa.” Nasehat appa terakhir kali sebelum badai itu.

Oppa, bae gophayo….” Yeorum menatap mataku sayu.

Hatiku teriris-iris melihatnya. Kutarik nafasku dalam-dalam.

“Yeorum-a, gidariseyo, jangan kemana-mana, oppa akan segera kembali. Arachi?”

“Mmm….” Sahutnya dengan tatapan sayu.

Entah setan dari mana yang berbisik padaku. Tanpa pertimbangan aku menuju ke arah ahjoma itu, dan dengan cepat menyambar dompet, lalu berlari sekuat tenaga menjauhinya. Ya Tuhan, aku baru saja mencuri, bisik hatiku.

“Copet….copet…!!” Kudengar teriakan ahjoma itu, namun aku berusaha untuk tak perduli. Tapi aku salah perhitungan. Secepat semut yang mengerubungi gula, secepat itu pula orang-orang mengepung dan menyeretku ke kantor polisi.

Buk….buk…buk… Entah sudah berapa pukulan yang kuterima. Ini adalah pertama kalinya perbuatan hina ini kulakukan, dan aku langsung tertangkap. Para petugas itu menuduhku komplotan pencopet jalanan dan ingin membuatku mengaku dengan terus memukuliku. Tapi apa yang bisa kukatakan, aku tak tahu menahu tentang orang-orang yang mereka bicarakan.

Dalam dinginnya sel penjara, eomma datang padaku.

“Donghae-ya anakku sayang, bagaimana keadaanmu? Apa kalian berdua baik-baik saja?” Tanyanya. ”Eomma dan appasangat merindukan kalian.”

Eomma, aku dan Yeorum sangat merindukanmu, saaangaaat merindukamu.”

“Donghae-ya, eomma dan appa sangat sedih dan kecewa atas apa yang terjadi pada kalian. Eomma merasa malu untuk menemui Tuhan karena telah meninggalkan kalian dalam keadaan yang tak menyenangkan. Begitu singkat waktu kita untuk bersama namun hanya jalan keluar yang buruk yang bisa kau lakukan untuk bertahan  hidup bersama adikmu. Eomma benar-benar merasa bersalah telah meninggalkan kalian seperti sekarang.”

Eomma, mian…mianhae eomma, jongmal mianhae eomma. Aku berjanji tak akan pernah melakukan perbuatan itu lagi. Aku menyesal, sungguh-sungguh menyesal eomma.” Pintaku pada eomma.

Eommaku terus menangis sambil menggeleng.  Perlahan-lahan kabut tebal membuat jarak diantara kami. Seolah ada sebuah kereta tak terlihat yang menarik eomma pergi, beliaupun menghilang dari hadapanku.

Eomma…eomma.” Aku berusaha menggapainya namun sia-sia.

Akupun tersentak dari tidurku.

Eommaappa aku berjanji kalau aku tak akan pernah mengecewakan kalian berdua lagi. Bisik hatiku lirih.

Tiga hari dalam tahanan, dan entah siapa yang menjadi penjaminku, akhirnya aku keluar dari sel polisi itu.  Setelah membuat laporan, aku melangkah menghirup udara bebas kembali. Di ujung gang tiba-tiba seseorang menutup mataku, menyumpal mulutku, mengikat kaki dan tanganku. Aku mencoba untuk melawan, tapi percuma saja. Kudengar deru suara mobil, aku bisa merasakan kalau aku mulai bergerak meninggalkan tempat semula dan aku dibawa entah kemana.

“Buang dia!” Terdengar perintah seseorang. Tubuhkupun terguling. Aku tak tahu ini dimana, dan mengapa aku di bawa kemari. Tak perlu menunggu lama, hingga kurasa ada orang yang membopongku menjauhi tempat aku ditinggalkan tadi.

Saat mataku bisa bekerja dengan leluasa, aku telah berada di depan sebuah gedung tua yang terkungkung oleh deretan bukit disekitarnya. Tempat yang bersih dengan udara yang segar. Mereka yang tadi menemukanku, mendorongku tanpa suara untuk masuk ke dalam. Lorong-lorong tinggi dengan cahaya seadanya menjadi pemandangan saat aku dipaksa menuju ke sebuah ruangan gelap. Didudukkan di kursi besi yang dingin dengan borgol yang masih melingkar di pergelangan tangan, seolah-olah aku penjahat kelas kakap.

Kemudian seorang pria bertubuh kekar, berpakaian rapi dengan langkah tegap berjalan ke arahku dan duduk tepat di hadapanku. Raut wajahnya tidak menunjukkan kalau dia orang yang ramah.

“Nama?”

“Lee Donghae.”

“Umur?”

“Delapan belas.”

“Asal?”

“Mokpo.”

“Pekerjaan?”

Aku menggeleng.

“Pendidikan?”

“Aku baru menyelesaikan Senior High Schoolku.”

“Kau punya ijazah?”

Aku mengangguk.

Dia membuka rantai borgolku. Pria kekar tadi, sebutlah Mr. X bernegosiasi denganku. Cukup lama kami berdiskusi, iming-iming yang dijanjikannya sangat menarik.

Eottohke??” Tanyanya.

Aku terdiam.

“Bisakah kalian menjamin keamanan adikku?”

“Kami menyanggupinya.” Balas Mr. X.

Tergiur dengan tawarannya, aku mengagguk dan menyanggupi pekerjaan yang ditawarkan walau itu berbahaya.

“Jadi, kapan kau akan bergabung?” Tanyanya.

Resiko pekerjaan ini sangat tinggi. Aku hanya memiliki Yeorum seorang, dan aku tak ingin sesuatu terjadi padanya.

“Berikan aku waktu untuk mencari dan menempatkan adikku dengan aman.” Pintaku.

“Ok! Orangku, (dia menunjuk seseorang yang entah sejak kapan ada di belakangku) akan memberitahumu pertemuan berikutnya.”

Aku mengangguk, lalu dia menyuruhku keluar.

Sampai di depan bangunan tua itu, perlakuan yang sama kuterima kembali. Diangkut dengan deru mobil dan ditinggalkan di tempat aku diciduk awalnya. Untunglah itu tak jauh dari kantor polisi jadi aku masih bisa mengira-ngira posisiku. Aku melangkah melewati bangunan yang pernah menjadi penginapanku selama beberapa hari kemarin. Tapi, siapa itu? Ah Yeorum, kulihat dia duduk di depan pos penjagaan bersama seorang gadis.

Oppaaaa……” Teriaknya begitu dia melihatku. Kami berpelukan.

Oppa, mereka bilang kau telah pergi sedari tadi. Aku bingung tak tahu harus mencarimu kemana? Oppaa…aku cemas sekali kalau aku tak bisa bertemu kau lagi.” Tangisnya di pelukanku.

Yeorum, mianhae, oppa menyesal telah melakukannya.” Ucapku memohon.

Gwaenchana oppa, arasso.” Ucapnya saat dia melepaskan pelukanku.  “Oppa, ini Gaul Eonni yang menolongku kemarin.”

Aku merendahkan kepalaku sedikit sambil mengucapkan terima kasih.  Dia hanya tersenyum.

Gaja, jibe gayo.” Kata gadis itu.

Jibe???” Tanyaku bingung.

Ne oppa, Gaul Eonni bersedia menerima kita di rumahnya untuk sementara waktu.” Jelas Yeorum padaku.

Jinca?” Tanyaku tak percaya. Gadis yang dipanggil Gaul itu hanya tersenyum.

Aku tak punya pilihan, walau hati berat aku juga tak punya tujuan. Akhirnya aku melangkahkan kaki bersama mereka.

☺☺☺☺☺

“Masuklah.” Ujar Gaul setelah kami sampai di rumahnya.

Gomawo.” Balasku canggung.

Rumah Gaul adalah rumah atap di bagian atas sebuah rumah susun di area sempit yang cukup jauh dari pusat kota. Nasibnya tak jauh berbeda dengan kami. Orang tua sudah tak ada, saudara juga tak punya. Gaul bekerja sebagai pelayan toko kue di tempat pencurian yang kulakukan waktu itu. Dia melihat Yeorum menangis-nangis sambil terus memanggil namaku

“Aku hanya tinggal sendiri. Di sini ada dua kamar, aku akan sekamar dengan Yeorum, sementara kau bisa memakai kamar yang satunya lagi. Ayo kutunjukkan kamarmu.” Ajaknya.

Aku mengikuti langkahnya dengan Yeorum yang menggandeng lenganku. Gaul mengantarku memasuki sebuah ruangan kecil berukuran tiga kali empat.

“Kau pasti lelah, istirahatlah. Jangan sungkan-sungkan, anggap saja rumah sendiri. Kami akan membangunkanmu setelah menyiapkan makan malam.” Dia tersenyum. Sejujurnya senyuman itu telah menggetarkan hatiku.

Ne oppa, kamar mandinya ada disana, kalau oppa mau bersih-bersih dulu. Aku akan membantu eonni memasak.” Yeorum tertawa kecil lalu mengikuti Gaul menuju dapur. Gaul gadis yang baik hati, walau tak saling kenal, di tambah kasus yang kulakukan kemarin dia masih saja tetap bisa menerima kami.

☺☺☺☺☺

“Gaul-a, nomu-nomu gamsahamnida atas pertolongannya. Aku tak tahu harus bagaimana  membalas budimu.” Ujarku memulai pembicaraan kami di teras depan malam harinya.

Gwaenchana, aku senang kalian ada disini.”

“Soal kejadian kemarin, aku….” Aku bingung harus menjelaskannya.

Gwaenchana, aku tak mempersoalkannya, dan kau tak perlu mengungkitnya lagi. Aku percaya kau bukan orang seperti itu, lagi pula tidak semua yang gelap itu hitam.

Aku tertegun mendengar penuturannya. Yah, tidak semua yang gelap itu hitam, Gaul benar.

“Aku akan segera mencari pekerjaan, agar kami tak merepotkanmu, kemudian kami bisa pergi dari sini.”

“Kalian akan pergi?” Tanyanya.

“Kami tak mungkin selamanya menjadi bebanmu.” Balasku.

Gaul terdiam,wajahnya berubah murung.

“Donghae-ya, aku sadar kita bukan keluarga, dan aku juga tahu akan bagaimana pandangan tetangga tentang kita. Tapi….tidak bisakah kau dan adikmu tinggal bersamaku. Aku tak punya siapa-siapa lagi. Ketika Yeorum kubawa ke rumah ini, aku telah menjadikannya bagian dari hidupku, tentu saja kau sebagai oppanya juga kuterima dengan hati terbuka. Tapi jika kau berkata ingin pergi, aku merasa akan ada bagian yang hilang dari hidupku. Kuharap kau bisa mengerti.”

Aku tak membalas ucapannya. Dia segera meninggalkanku menuju kamar di tempat Yeorum kini terlelap. Setelah kejadian itu hubungan kami agak sedikit kaku.

Beberapa hari kemudian, seperti yang telah disepakati, aku melihat pria yang waktu itu dijanjikan akan menjemputku. Kuhampiri namun tidak langsung menyapanya. Kami berpapasan lalu dia setengah berbisik di sampingku. “Datanglah dua hari lagi saat tengah malam.”

Aku mengangguk, setelah dia menyelipkan sehelai kertas petunjuk lalu pergi kearah yang berlawanan denganku.

Aku kembali ke rumah. Ini sudah sore, Gaul sudah berganti shift melayani toko majikannya, dan kini ia bersama Yeorum sedang menyiapkan makan malam.

“Gaul-a.” Panggilku. “Aku ingin  bicara denganmu sebentar.”

Ne..” Jawab Gaul sambil membersihkan tangan pada celemek yang tersampir di bahunya. Adikku masih sibuk memotong-motong wortel. Aku mengajak Gaul menjauhi Yeorum.

“Gaul-a, aku tahu kau kecewa dengan ucapanku waktu itu. Tapi sungguh aku tak ingin merepotkanmu. Kami pendatang baru dalam hidupmu, dan aku tak berharap kalau kami akan menjadi beban bagimu.”

“Aku tak pernah mengaggap kalian sebagai beban.” Bantahnya.

Kutatap matanya, kami saling terdiam.

“Baiklah, kalau kau memang tak keberatan, aku dan Yeorum akan tetap bertahan di sini.”

Guraeyo?” Tanyanya tak percaya.

Aku mengagguk.

Gomawo Donghae-ya.” Kebahagiaan kini tergambar lagi di wajahnya.

“Aku yang harusnya berterima kasih.”

Chonmaneyo.” Sahutnya cepat.

“Satu lagi, aku sudah mendapatkan pekerjaan, dan selama beberapa waktu ini mungkin tidak bisa pulang. Setiap bulannya aku berjanji akan mengirimkan uang pada kalian, dan kuharap kau bisa menjaga Yeorum selama aku tak ada.”

Dia mengerinyitkan alis saat aku menyebut kata ‘uang’.

“Kenapa harus mengirim uang? Aku tak suka. Bagiku kalian adalah keluargaku. Kau tak perlu mengkhawatirkan Yeorum lagi. Aku akan berusaha semampuku.”

“Kalau kau menganggapku keluarga, maka kau harus mengijinkan aku membantu biaya hidup kita. Bukankah memang sepantasnya setiap anggota keluarga saling membantu?” Balasku.

Dia berfikir sebentar. “Baiklah, aku mengerti, aku akan sangat menghargai dukunganmu. Gomawo karena bersedia tinggal bersamaku.”

“Aku akan berangkat tengah malam secara diam-diam dua hari lagi. Aku tak ingin Yeorum mengetahuinya, karena mungkin saja adikku itu tak akan mengizinkanku meninggalkannya.”

“Memangnya apa pekerjanmu?”

“Sekarang ini aku belum bisa menjelaskannya, namun suatu hari aku pasti akan memberitahumu. Aku hanya ingin kau percaya padaku.” Aku mencoba untuk meyakinkannya.

“Baiklah, kau bisa mengandalkanku.”

“Maaf jika aku merepotkanmu.” Sesalku.

Ani, kau bisa percayakan Yeorum padaku.” Ujarnya.

Dua hari setelah itu aku berangkat seperti yang direncanakan. Dalam kegelapan malam saat menuruni tangga, dari lampu kamar mereka aku bisa melihat sosok Gaul mengantar kepergianku. Gomawo Gaul-a, bisik hatiku.

☺☺☺☺☺

Tiga tahun kemudian.

Ya…jebloskan dia ke dalam penjara!!!” Pria berseragam yang tadi menangkapku memerintahkan anak buahnya untuk membawaku ke ruangan dingin berjeruji besi. Persis seperti tiga tahun yang lalu. Pukulan, cacian, makian menemani hari-hariku selama interogasi. Tuduhan yang dilontarkan padaku kali ini adalah gembong pengedar narkotika. Hahahaha….cocok sekali mungkin. Rambut panjang berantakan, dengan jambang yang tak terurus, selain itu tubuh kurusku terkesan seperti seorang pemakai. Kurasa tuduhan itu masuk akal. Orang yang melihat pertama kali pasti juga akan langsung mencuirigaiku sebagai penjahat.

Mereka menangkapku di pasar kumuh saat aku sedang buang air kecil di sudut kios yang gelap. Mungkin memang ada yang baru bertransaksi, karena aku memang berpapasan dengan dua orang yang sekilas dapat kulihat wajahnya. Tapi…hei bukankah itu dia? Pria yang tadi?

Ya…kau gembel yang tadi di belakang kami ya?” Tanyanya.

Aku mengagguk. “ Huh…gara-gara kalian aku jadi tertangkap.” Balasku.

Pria itu berkulit putih, dengan baju tanpa lengan yang jelas kebesaran serta jins belel yang robek di bagian paha dan lutut. Tulang pipa terlihat di lehernya. Mengingat tubuh cekingnya yang amat sangat kurus. Jika ia adalah pengedar, mungkin dia juga pemakai, pikirku. Wajahnya tak jauh berbeda denganku, lebam dengan bengkak biru serta darah merah yang masih segar di bibirnya. Baru dipukuli juga.

“Hyukjae.” Ucapnya sambil mengangsurkan tangan dengan percaya diri.

“Fishy…” Balasku.

“Tenang saja, kita akan segera keluar.” Ujarnya.

“Kita?”

“Hm…aggap saja kita berteman sekarang.”

Aku hanya mengangguk tak percaya sambil menggaruk kepalaku yang gatal. Mungkin makhluk kecil yang disebut kutu juga sudah bersarang di sana.

Hyukjae benar, esoknya polisi yang berjaga hari itu meminta kami keluar tahanan.

“Apa ku bilang, mereka tak akan bisa menyentuh hyong.” Kata Hyuk yang kini melangkah dengan ringan. “No, odigayo?” Tanyanya padaku saat kami sudah di luar gerbang.

Aku menggeleng.

“Aku mengamati kau sudah menggelandang selama ini. Kupikir kau lumayan. Ikutlah denganku, hyong pasti tak keberatan menambah satu orang lagi.”

Aku tak menunjukkan minatku, namun aku juga tidak menolak. Hanya mengikuti arah kakinya melangkah.

☺☺☺☺☺

Beberapa bulan kemudian.

Kami berdiri berjauhan (aku dan Hyukjae) di bawah sebuah jembatan di pinggir Sungai Han. Riak air yang dihembus angin terdengar merdu di telingaku. Ini sudah dini hari, dan transaksi akan terjadi beberapa saat lagi. Dari kerlap-kerlip lampu jembatan aku bisa melihat Hyuk memainkan batangan korek api di mulutnya. Tubuhnya bersandar malas. Dia hanya memakai kaos tanpa lengan yang kebesaran (favoritnya). Yah ini sudah musim panas. Yeorum, apa yang sedang kau lakukan. Oppa sangat merindukanmu, bisik hatiku. Lalu anganku melayang.

==========================================================

Kenangan Donghae sepuluh tahun lalu.

“Oppa…palli wa!” Panggil Yeorum padaku

“Waeyo?” Tanyaku tergesa-gesa  keluar kamar.

“Tadaaa….” Yeorum mengangsurkan sebungkus gulungan harum manis berwarna merah jambu dari balik punggungnya padaku.

“Darimana kau mendapatkannya?” Tanyaku penasaran.

“Aku membelinya di pasar bersama appa tadi siang.”

“Mmm…, makanlah.” Ujarku.

“Ani…aku mau memakannya bersama oppa. Ja oppa kita duduk di teras sambil memandang laut dan langit musim panas, lalu mendoakan eomma dan appa supaya bisa pulang  dengan selamat dengan membawa tangkapan ikan yang baaanyak.” Cerocosnya sambil menarik paksa tanganku menuju beranda.

Aku hanya tersenyum geli melihat tingkahnya.

“Yeorum-a.”

“Ne…” Yeorum menoleh sambil terus mengemut harum manis di tangannya.

“Kalau sudah besar kau ingin jadi apa?” Tanyaku.

“Nanun?” Tanyanya balik.

Aku mengangguk, sambil mencomot harum manis  dalam plastik. Manis sekali.

“Akuuu…mau jadi orang kaya.”

“Waeyo?”

“Karena orang kaya punya banyak uang.”

“Ong…lalu uangnya akan kau apakan?”

“Aku akan belikan eomma dan appa rumah yang besar dan kapal yang besar, supaya eomma dan appa tak perlu bekerja lagi. Dan aku juga akan membelikan oppa motor yang  paling bagus, jadi oppa tak perlu meminjam sepeda Choi Ajeossi lagi untuk pergi menjahit jala ke desa sebelah. Kita sekeluarga bisa selalu berkumpul bersama. Eottohke oppa?”

“Guraeyo?”

“Hmm… Oahh…..” Yeorum mulai mengantuk, lalu menyandarkan kepalanya di bahuku.

“Kau sudah mengantuk? Ayo kita masuk.”

“Ani, aku mau disini dulu bersama oppa.” Pintanya.

“Arasso.”

Bintang-bintang berkelap-kelip dengan indahnya, bulan purnama juga bersinar dengan terangnya. Eomma, appa semoga tangkapan kalian kali ini lebih banyak dari biasanya, doaku dalam hati.

Malam itu Yeorum tertidur nyenyak di bahuku.

==========================================================

“Ehem…ehem…” Hyuk memberi sinyal padaku. Seorang pria mendekatinya, lalu barang haram itu telah berpindah tangan ke pemiliknya yang baru. Kami segera meninggalkan tempat itu.

Esoknya.

“Hyukjae-ya, aku tidak akan bekerja dalam beberapa hari ini.”

Wae?”

“Aku ingin pulang sebentar.”

“Tapi pesanan kita sedang banyak.” Bantahnya.

“Ah…kau saja yang bekerja sendiri. Beberapa hari lagi adalah peringatan kematian orang tuaku. Aku ingin mengunjungi makam mereka.” Aku berbohong.

Arasso.” Dia mengakhiri pembicaraan kami. Lalu turun ke bawah.

Hyukjae, teman yang membawaku ke dalam dunia kelam ini. Dia mengenalkanku pada bosnya yang salah satu bandar besar narkotika di Seoul. Mereka mempercayaiku dan menerimaku sebagai bagian dari mereka. Sejak hari itu aku bergabung dengan sindikat yang masuk dalah daftar hitam target pencarian polisi saat ini.

Di luar perkiraanku, Hyukjae, walau awalnya hanya seorang kurir pengantar, namun tak pernah memakai barang haram itu untuk dirinya sendiri. Dia hanya bekerja untuk mendapatkan uang demi kebutuhan hidup. Dunia memang kejam. Hyuk juga tak punya siapa-siapa lagi. Appanya mati karena over dosis, eommanya yang juga pemakai tewas saat menyayat diri sendiri untuk mengatasi sakaunya karena tak sanggup untuk membeli barang itu.  Hyuk melihat semua itu didepan matanya. Sebenarnya Hyuk sangat benci pekerjaan ini, namun lilitan hutang yang ditinggalkan orang tuanya  membuat Hyuk nekad menjadi pengedar.

☺☺☺☺☺

 

Aku kembali ke toko kue tempat aku melakukan aksi pencopetanku yang pertama. Toko itu sudah sedikit berbeda, tapi aku tahu itu tempat yang sama. Mengulang kejadian yang dimainkan ajuma tambun, aku memesan sekotak cake besar yang berhiaskan cream dengan lingkaran stroberi yang menggiurkan. Tak lupa kutanyakan perihal Gaul. Namun ternyata Gaul sudah tak bekerja di sana lagi sejak setahun yang lalu.  Pelayan ini tak mengetahui kemana Gaul pergi, namun seorang pelayan senior memberitahuku alamat Gaul yang bisa di kunjungi. Aku bisa merasakan kedua pelayan tadi ketakutan saat menatapku.

Berbekal secarik kertas petunjuk, aku menyusuri jalanan mencari toko kue milik Gaul sendiri. Cukup lama berputar-putar di kawasan yang baru kali ini kulewati. Aku melihat papan toko bertuliskan “YEORUM CAKE”. Yeorum Cake? Mungkin ini maksudnya. Begitu kulongokkan kepala mengintip melalui etalase kaca, aku melihat seorang wanita memakai celemek berenda menyampingiku sedang menghias kue bundar penuh cream berlemak.

Kutarik bel yang  berada di depan pintu. Seorang gadis keluar dengan tergesa menuju kaca etalase tempat kue-kue dipamerkan.

Ne….ada yang bisa saya bantu ajossi?” Serunya ramah. “Yang istimewa di hari ini,  kami punya cake pelangi dengan strawberry di atasnya, puding cokelat serta…..” Gadis itu berhenti bicara saat dia menyadari kalau aku sedang memperhatikannya.

Mata itu, hidung itu, bibir itu, seperti lukisan ganda yang dulu pernah kulihat. Ini Yeorum, Yeorum nae dongsaeng. Yeorum yang kini sudah tumbuh besar dengan raut wajah yang mengingatakanku pada sosok wanita yang telah melahirkanku. Lama aku menatapnya. Bahkan air mata yang tumpah tak terasa telah menganak sungai.

Ajeossi…ajeossi…..?? Waeyo?” Panggilnya.

Bruk…. Kotak kue yang kubawa terjatuh, isinya mungkin sudah berantakan.

Dia tak mengenaliku. Tentu saja, aku juga sudah jauh berubah. Jambang lebat yang tumbuh di wajahku menyamarkan siapa aku.

TBC

Credit: http://elfalwayslovesuperjunior.wordpress.com/

Chingu ya, ff ini karya sahabatku, Queen Bee. Udh pernah publish di blog kami bersama. Jangan lupa tinggalkan kritik dan sarannya ya . Selamat membaca ^_^

Dark Not Allways Black (Part 1)

Author: Kim Ga-Eul a.k.a Quen Bee

Donghae POV

Oppaaaaa……gatchi gabsida…!!”

Mwo…..???” Teriakku saat melihat Yeorum tengah berlari mengejarku.

Gatchi gabsida……”

Palli waaa…”

Desah nafasnya tersengal setelah ia sampai sambil menahan tangan di lutut.

Oppa, waeire…? Kenapa kau meninggalkanku dan pulang duluan.” Rajuknya.

Miyanhae Yorum-a, tadi oppa lihat kapal Choi Ajeossi sudah merapat, mungkin eomma dan appa sudah pulang dan sedang menunggu kita.”

Ongguraeyo? Kalau begitu ayo cepat oppa.” Tariknya.

Gaja…” Balasku. Kamipun berjalan beriringan.

TAR!! Petir di siang hari dalam awan mendung yang sedari tadi menutupi langit mengejutkan kami. Sepertinya badai semalam belum akan berakhir.

Oppaaaa…” Yeorum menggenggam lenganku kuat.

“Kau takut?” Tanyaku.

Dia mengangguk.

“Kau tidak akan merasa takut lagi sekarang.” Ujarku sambil meraih tangannya. “Oppa akan selalu bersamamu.”

Yeorum tersenyum lalu menggenggam jari-jariku.

Tes…tes…tes…perlahan-lahan butiran hujan membasahi bumi.

Palli Yeorumbi.

Ne….”

Kami berlari dengan cepat. Perlahan-lahan semak belukar disekitar kami mulai basah. Hujan benar-benar lebat dan sepanjang jalan setapak ini tak ada tempat berteduh. Tiba-tiba…duk!

“Awwww….”

“Yeorum-a weire?”

Yeorum tersandung batu, dia meringis kesakitan.

Oppa.. apho…apho oppa…” Tangisnya.

Gokjonghajimarayo…gwaenchana. Irona.” Pintaku.

Yeorum mencoba berdiri. Tapi, “Aw…, apho oppa…”

Lututnya berdarah, dia tak mungkin kuat berjalan sampai ke rumah.

Gurae, naiklah, biar oppa menggendongmu.” Pintaku.

“Mmm…” Jawabnya sambil menyeka air mata. Sesekali isak tangis mirisnya menahan sakit terdengar di telingaku.

“Sudahlah, tak apa-apa hanya luka kecil. Nanti sampai di rumah eomma akan mengobati lukamu. Arachi?”

Ara oppa.”

Sunyi sesaat.

Oppa….” Panggil Yeorum lagi.

“Hm…”

“Kenapa eomma dan appa selalu meninggalkan kita dan pergi melaut?”

Waeyo? Kau tidak suka?”

Ong…aku hanya selalu merasa kesepian di rumah kalau tak ada eomma dan appa. Oppa juga akan pergi merajut jala sepulang sekolah. Sedangkan aku hanya sendirian memasak sambil menunggu semuanya pulang. Benar-benar sepi oppa.”

Aku berfikir sebentar.

Arayo, lain kali oppa akan merajut jala di rumah saja menemanimu.”

Guraeyo oppa?” Tanyanya girang dengan gerakan yang membuat aku hampir kehilangan keseimbangan.

Ne… Yeorum-a pegangan yang erat nanti kau bisa jatuh.”  Ingatku padanya.

Arasso oppa…” Yeorum mempererat rangkulannya ke leherku.

Oppa…”

Ne…”

“Aku tak ingin kau menjadi nelayan.”

Waeyo?”

Keunyang…apa oppa tidak merasa kalau menjadi anak nelayan seperti kita sangat kasihan. Apa oppa ingin anak-anakoppa juga kesepian seperti kita?”

“Lalu kau ingin oppa menjadi apa?” Ku hentikan langkahku untuk mengambil nafas. Yeorum berat juga, nafasku mulai tersengal, tapi kakinya pasti masih sakit. Ku pererat gendonganku.

“Aku ingin oppa menjadi polisi, atau tentara, dokter boleh juga. Pokoknya pekerjaan yang tidak membawa oppa ke laut. Atau oppa bisa jadi artis yang muncul di tivi, jadi aku bisa melihat oppa setiap hari di layar kaca, hehehehe…eottohke oppa?”

“Memangnya kau akan seumur hidup tinggal di sisi oppa?”

WaeyoOppa shireoyo?”

Ani…oppa akan senang sekali kalau kita bisa selalu bersama. Tapi kau juga nanti akan tumbuh jadi wanita dewasa, menikah dan punya anak. Kalian akan punya keluarga sendiri. Nah, saat itu kau harus mengurus dan menjaga mereka dengan baik. Apa kau akan membiarkan mereka kesepian seperti kita juga?”

Ani…aku akan menemani mereka, aku akan selalu bersama mereka.”

“Nah itu berarti kau akan berpisah dengan oppa.”

WaeyoOppakan bisa tinggal bersama kami. Aku akan menyiapkan sebuah kamar untuk oppa agar kita bisa tinggal bersama.”

“Lalu apa kau juga akan memboyong istri dan anak-anak oppa semua ke dalam rumahmu?” Tanyaku balik.

“Kalau maebunim tidak keberatan, mengapa tidak?”

“Ah maebunimmu nanti pasti akan keberatan.”

Waeyo oppa?”

Aku berhenti lagi sebentar mengambil nafas.

“Karena kami pasti akan kerepotan menambah satu lagi anak manja sepertimu.” Candaku, sambil tertawa.

“Ahh…oppa aku bukan anak manjaaaa…..”

Gurae, kalau begitu selalulah menjadi anak yang kuat, tegar, dan mandiri. Jangan selalu mengandalkan orang lain. Selagi masih ada oppa, eomma dan appa kau masih bisa berkeluh kesah, tapi kalau kami sudah tak ada kau harus lebih kuat Yeorum-a.Arasso?”

“Mm…arasso oppaGeunde…oppa…”

Ne…”

“Berjanjilah kalau kita akan selalu bersama selamanya.”

Aku terdiam. Maut, jodoh dan rezeki merupakan tiga hal yang tak pernah bisa diketahui kapan datangnya. Jika aku berjanji pada Yeorum lalu suatu hari aku tak menepati, bukankah itu akan menjadi sebuah kebohongan baginya. Apa yang harus kujawab? Haruskah aku mengiyakannya?

Oppa… Kenapa tidak menjawab?”

“Hm…..arasso.” Balasku dalam hujan yang membasahi kami berdua.

Beberapa meter menjelang sampai ke rumah, dari kejauhan kulihat banyak orang yang berkerumun.

“Donghae-ya…..!!!” Teriak Bibi Go. Sontak semua mata memandang ke arah kami. Bibi Go menangis, beberapa wanita lain juga menangis. Kuturunkan Yeorum dari punggungku perlahan.

Ahjuma, weire? Tanyaku cemas.

“Donghae-ya, Yeorum-a, eomma dan appa kalian ….. Eomma dan appa kalian….” Bibi Go bicara terputus-putus, tangisnya makin menjadi.

Weire ahjuma? Eomma, appa waeyo?” Tanyaku bingung.

Yeorum juga diam dalam kebingungannya.

“Yeorum-a, Donghae-ya, badai semalam telah menenggelamkan perahu yang eomma dan appa kalian tumpangi. Sampai tadi pagi orang–orang kampung dan beberapa nelayan desa beserta nelayan dari desa tetangga telah mencarinya. Namun sampai saat ini keduanya tak jua di temukan. Hanya perahu juragan Choi yang selamat beserta lima awaknya, yang lainnya juga tak ditemukan. Kami kira eomma dan appa kalian sudah meninggal, tenggelam bersama ombak yang menerjang perahu mereka semalam.” Bibi Go tetangga kami mengabarkan sambil memeluk Yeorum dalam tangisannya.

Mwo??? Anieyo… ahjuma, ahjuma no nungdamieyo?” Tanyaku meyakinkan diri. Tapi hanya gelengan kepala darinya dan orang-orang disekitar yang kudapatkan. Kakiku mundur beberapa langkah, kepalaku tertunduk lemas, lututku bergetar, aku tersungkur dalam hujan.

ANDWAEEEEEEEEEEEE………EOMMA, APPA…ANDWAEEEEE.” Teriakku.

☺☺☺☺☺

Namaku Lee Donghae. Adikku Lee Yeorum tiga tahun di bawahku, kami baru saja menyelesaikan sekolah menengah kami. Kami telah ditinggal pergi kedua orang tua kami yang bekerja sebagai nelayan beberapa waktu lalu. Seperti yang diberitakan, perahu eomma dan appa tergulung ombak ketika badai menerjang saat itu. Tak ada upacara kematian, tak ada pemakaman, ataupun abu yang bisa disebarkan. Jasad keduanya tak di temukan bersama beberapa nelayan lain yang melaut pada saat yang bersamaan. Ini adalah hal yang biasa terjadi di desa nelayan. Saat kalian turun ke laut, nyawa akan menjadi tak ada harganya, semua orang di desa ini paham sekali akan hal itu. Aku dan Yeorum hanya berusaha tegar untuk melewati hidup kami berikutnya.

Oppa, kita mau kemana?” Tanya Yeorum saat aku mengajaknya berkemas-kemas.

“Ke kota.” Jawabku pelan.

“Ke tempat siapa?” Tanyanya lagi.

Kuhentikan aktifitasku, aku menatapnya dalam. Matanya kecil seperti eomma dengan tulang pipi yang sedikit tinggi sepertiappa. Hidung kami sama, dengan senyum yang kata orang seperti senyum eomma. Memang gen eomma lebih banyak melekat pada kami di banding appa. Sungguh tak tega mengatakan, bahwa kami tak punya tujuan setelah sampai di kota. Aku memeluknya perlahan. Bau tubuh Yeorum seperti eomma, bahkan aku akan memeluknya lebih erat dalam tidur jika aku merindukan eomma danappa.

“Yeorum-a, oppa belum tahu kita akan ke tempat siapa. Karena seperti yang kau tahu kita tak punya saudara di sana. Tapioppa berjanji akan selalu menjagamu. Oppa percaya kita bisa mempunyai kehidupan yang lebih baik di sana.”

“Tapi aku takut oppa?”

Waeyo?”

“Aku takut jika kita sampai di kota, aku akan kehilanganmu oppa, seperti Bibi Go yang kehilangan putranya.”  Kecemasan tergambar jelas di wajahnya. “Oppa, jika kau tak ada, aku sudah tak punya siapa-siapa lagi. Lalu aku harus bagaimana?”

“Yeorum-a tenanglah, kau tak akan pernah kehilangan oppa, kita akan selalu bersama. Kau akan selalu oppa bawa kemana saja, gokjonghajimaseyo.” Pintaku sambil mendekapnya pelan.

Anak Bibi Go tetangga kami, tiga tahun yang lalu juga memutuskan merantau ke kota. Namun setelah beberapa bulan di sana dia dikerjai sekumpulan berandalan dan akhirnya ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Ini menjadi berita yang menggemparkan desa. Awalnya para tetangga juga melarangku. Beberapa keluarga yang selama ini berhubungan baik dengan kami bersedia menampung Yeorum selama aku ke kota. Tapi untuk berapa lama? Sedangkan Yeorum tak ingin berpisah denganku, akupun tak tega membiarkan dia seorang diri. Ini semua pastilah berat untuknya. Aku telah bertekad tak ingin bergantung pada orang lain. Lagi pula aku berharap Yeorum bisa meneruskan sekolahnya, dan pendidikan di kota jelas jauh lebih baik dari di desa. Pertanyaanya, dengan apa Yeorum akan ku sekolahkan? Sedangkan uang untuk berangkat sekarang saja adalah hasil penjualan ikan eomma dan appa terakhir kali, yang jumlahnya juga tak banyak.

Aku melepas pelukanku sedikit, lalu menatapnya lagi. “Yeorum-a, oppa berjanji apapun yang terjadi kita akan selalu bersama selamanya.”

Yaksok?”

Aku mengagguk.

☺☺☺☺☺

Ibu kota yang menggiurkan, membuat lelaki tanggung sepertiku tergoda untuk mengadu nasib di bawah rengkuhanya. Menjauhi kapal api yang membawa kami meninggalkan desa,  dengan punggung menyandang ransel berisi beberapa helai pakaian, kami saling bergandengan tangan.

Yeorum tertidur dengan kepala menyandar di bahuku saat kami telah berada di dalam bis yang menuju pusat kota. Kelehan tersirat dalam lena tidurnya.

“Yeorum-a, irona…sudah sampai.” Aku membangunkannya ketika bis yang kami tumpangi berhenti di terminal terakhir.

“Oaaaahhhh…. Eodie oppa?” Tanyanya.

“Entahlah,  kita turun saja dulu.”

Ini sudah malam. Saat kami meninggalkan bis itu, lampu-lampu yang terang benderang dengan beraneka warna telah menghiasi Seoul. Lama kami berjalan tak tentu arah.

Eodigayo oppaHimdero oppa.” Yeorum mulai mengeluh.

Mianhae, oppa juga tak tahu kita akan kemana, tapi tenang saja Tuhan bersama eomma dan appa pasti akan melindungi kita.”

Yeorum menggosok-gosok matanya.

“Yeorum-a, ayo naik.” Kataku sambil berjongkok, setelah menurunkan ransel dari punggungku.

“Mmm…???”

“Ayolah, oppa tahu kau masih mengantuk. Biar oppa menggendongmu agar kau bisa tidur.” Pintaku dengan senyum yang tak mungkin dilihatnya.

Ne….” Yeorum merangkulkan lengannya  ke leherku.

Akhirnya setelah lelah berjalan dengan Yeorum yang terlelap di punggungku, aku berhenti di sebuah emperan toko. Kuletakkan dia hati-hati, lalu kualaskan tas yang tadi disandangnya sebagai bantal. Tak jauh, aku melihat seorang ahjuma yang menjual kue. Aku berjalan menuju wanita itu dan segera kembali.

“Yeorum-a, irona. Kau belum mengisi perutmu dengan apapun sejak kita pergi, makanlah ini. Oppa sudah membelikan kue ikan untuk kita.”

Yeorum mengucek-ucek matanya. Lalu mengambil sepotong kue ikan dari tanganku.

☺☺☺☺☺

Sudah berhari-hari berjalan mengitari Seoul yang katanya memiliki banyak lowongan pekerjaan ternyata hanya tipuan belaka. Dan, sudah dua hari ini aku dan Yeorum belum makan apapun juga. Kami hanya tidur di jalanan, saat toko-toko yang tidak buka 24 jam tutup, lalu paginya akan di usir si pemilik karena dianggap mengganggu aktifitas mereka. Malangnya, uang yang kami miliki sudah di copet saat hari ketiga kami sampai di ibu kota. Menjadi pengemis??? Tidak!! Aku tak serendah itu, aku masih kuat dan ingin bekerja menghidupi adikku. Tapi pekerjaan apa yang bisa kulakukan.

Oppaaa…baegophayo…” Yeorum memelas dengan air mata padaku. Kuraba keningnya, sepertinya dia demam. Debu jalanan, mengotori wajahnya yang ayu. Sisa air mata semalam meninggalkan bekas seperti anak sungai yang kering di pipinya. Semalaman dia menangis merindukan eomma dan appa. Kini akulah eomma dan appanya, aku tak akan membiarkan dia menderita. Kupeluk tubuh yang sudah jauh lebih kurus semenjak kami meninggalkan desa. Tapi aku tak tahu harus berbuat apa.

Tak jauh dari tempat kami menggelandang, kulihat sesosok ahjuma bertubuh tambun baru saja turun dari mobil mewah yang tak kuketahui mereknya. High heelsnya berdetak-detak, bulu topi di atas kepala berayun-ayun mengikuti langkah kakinya. Dia menuju toko kue yang tampak dari arah sini.

“Pelayan, bungkus ini, ini dan ini.” Katanya yang terdengar sangat jelas di telingaku. Mungkin deretan kue lezat yang menggiurkan hingga membuat air liur Yeorum menetes sedang di borongnya. Dia mengeluarkan dompet. Kupikir dia akan membayar dengan uang tunai, namun ahjoma itu hanya menarik sepotong kartu, lalu memberikannya pada pelayan itu.  Tapi aku jelas melihat lipatan-lipatan uang kertas  mengisi dompet mahalnya yang masih terbuka.

Sekelebat bayangan muncul dalam pikiranku.

“Donghae-ya, sesulit apapun hidup yang kau alami nantinya, jangan pernah melakukan perbuatan tercela. Kita boleh miskin harta, namun haruslah kaya jiwa.” Nasehat appa terakhir kali sebelum badai itu.

Oppa, bae gophayo….” Yeorum menatap mataku sayu.

Hatiku teriris-iris melihatnya. Kutarik nafasku dalam-dalam.

“Yeorum-a, gidariseyo, jangan kemana-mana, oppa akan segera kembali. Arachi?”

“Mmm….” Sahutnya dengan tatapan sayu.

Entah setan dari mana yang berbisik padaku. Tanpa pertimbangan aku menuju ke arah ahjoma itu, dan dengan cepat menyambar dompet, lalu berlari sekuat tenaga menjauhinya. Ya Tuhan, aku baru saja mencuri, bisik hatiku.

“Copet….copet…!!” Kudengar teriakan ahjoma itu, namun aku berusaha untuk tak perduli. Tapi aku salah perhitungan. Secepat semut yang mengerubungi gula, secepat itu pula orang-orang mengepung dan menyeretku ke kantor polisi.

Buk….buk…buk… Entah sudah berapa pukulan yang kuterima. Ini adalah pertama kalinya perbuatan hina ini kulakukan, dan aku langsung tertangkap. Para petugas itu menuduhku komplotan pencopet jalanan dan ingin membuatku mengaku dengan terus memukuliku. Tapi apa yang bisa kukatakan, aku tak tahu menahu tentang orang-orang yang mereka bicarakan.

Dalam dinginnya sel penjara, eomma datang padaku.

“Donghae-ya anakku sayang, bagaimana keadaanmu? Apa kalian berdua baik-baik saja?” Tanyanya. ”Eomma dan appasangat merindukan kalian.”

Eomma, aku dan Yeorum sangat merindukanmu, saaangaaat merindukamu.”

“Donghae-ya, eomma dan appa sangat sedih dan kecewa atas apa yang terjadi pada kalian. Eomma merasa malu untuk menemui Tuhan karena telah meninggalkan kalian dalam keadaan yang tak menyenangkan. Begitu singkat waktu kita untuk bersama namun hanya jalan keluar yang buruk yang bisa kau lakukan untuk bertahan  hidup bersama adikmu. Eomma benar-benar merasa bersalah telah meninggalkan kalian seperti sekarang.”

Eomma, mian…mianhae eomma, jongmal mianhae eomma. Aku berjanji tak akan pernah melakukan perbuatan itu lagi. Aku menyesal, sungguh-sungguh menyesal eomma.” Pintaku pada eomma.

Eommaku terus menangis sambil menggeleng.  Perlahan-lahan kabut tebal membuat jarak diantara kami. Seolah ada sebuah kereta tak terlihat yang menarik eomma pergi, beliaupun menghilang dari hadapanku.

Eomma…eomma.” Aku berusaha menggapainya namun sia-sia.

Akupun tersentak dari tidurku.

Eommaappa aku berjanji kalau aku tak akan pernah mengecewakan kalian berdua lagi. Bisik hatiku lirih.

Tiga hari dalam tahanan, dan entah siapa yang menjadi penjaminku, akhirnya aku keluar dari sel polisi itu.  Setelah membuat laporan, aku melangkah menghirup udara bebas kembali. Di ujung gang tiba-tiba seseorang menutup mataku, menyumpal mulutku, mengikat kaki dan tanganku. Aku mencoba untuk melawan, tapi percuma saja. Kudengar deru suara mobil, aku bisa merasakan kalau aku mulai bergerak meninggalkan tempat semula dan aku dibawa entah kemana.

“Buang dia!” Terdengar perintah seseorang. Tubuhkupun terguling. Aku tak tahu ini dimana, dan mengapa aku di bawa kemari. Tak perlu menunggu lama, hingga kurasa ada orang yang membopongku menjauhi tempat aku ditinggalkan tadi.

Saat mataku bisa bekerja dengan leluasa, aku telah berada di depan sebuah gedung tua yang terkungkung oleh deretan bukit disekitarnya. Tempat yang bersih dengan udara yang segar. Mereka yang tadi menemukanku, mendorongku tanpa suara untuk masuk ke dalam. Lorong-lorong tinggi dengan cahaya seadanya menjadi pemandangan saat aku dipaksa menuju ke sebuah ruangan gelap. Didudukkan di kursi besi yang dingin dengan borgol yang masih melingkar di pergelangan tangan, seolah-olah aku penjahat kelas kakap.

Kemudian seorang pria bertubuh kekar, berpakaian rapi dengan langkah tegap berjalan ke arahku dan duduk tepat di hadapanku. Raut wajahnya tidak menunjukkan kalau dia orang yang ramah.

“Nama?”

“Lee Donghae.”

“Umur?”

“Delapan belas.”

“Asal?”

“Mokpo.”

“Pekerjaan?”

Aku menggeleng.

“Pendidikan?”

“Aku baru menyelesaikan Senior High Schoolku.”

“Kau punya ijazah?”

Aku mengangguk.

Dia membuka rantai borgolku. Pria kekar tadi, sebutlah Mr. X bernegosiasi denganku. Cukup lama kami berdiskusi, iming-iming yang dijanjikannya sangat menarik.

Eottohke??” Tanyanya.

Aku terdiam.

“Bisakah kalian menjamin keamanan adikku?”

“Kami menyanggupinya.” Balas Mr. X.

Tergiur dengan tawarannya, aku mengagguk dan menyanggupi pekerjaan yang ditawarkan walau itu berbahaya.

“Jadi, kapan kau akan bergabung?” Tanyanya.

Resiko pekerjaan ini sangat tinggi. Aku hanya memiliki Yeorum seorang, dan aku tak ingin sesuatu terjadi padanya.

“Berikan aku waktu untuk mencari dan menempatkan adikku dengan aman.” Pintaku.

“Ok! Orangku, (dia menunjuk seseorang yang entah sejak kapan ada di belakangku) akan memberitahumu pertemuan berikutnya.”

Aku mengangguk, lalu dia menyuruhku keluar.

Sampai di depan bangunan tua itu, perlakuan yang sama kuterima kembali. Diangkut dengan deru mobil dan ditinggalkan di tempat aku diciduk awalnya. Untunglah itu tak jauh dari kantor polisi jadi aku masih bisa mengira-ngira posisiku. Aku melangkah melewati bangunan yang pernah menjadi penginapanku selama beberapa hari kemarin. Tapi, siapa itu? Ah Yeorum, kulihat dia duduk di depan pos penjagaan bersama seorang gadis.

Oppaaaa……” Teriaknya begitu dia melihatku. Kami berpelukan.

Oppa, mereka bilang kau telah pergi sedari tadi. Aku bingung tak tahu harus mencarimu kemana? Oppaa…aku cemas sekali kalau aku tak bisa bertemu kau lagi.” Tangisnya di pelukanku.

Yeorum, mianhae, oppa menyesal telah melakukannya.” Ucapku memohon.

Gwaenchana oppa, arasso.” Ucapnya saat dia melepaskan pelukanku.  “Oppa, ini Gaul Eonni yang menolongku kemarin.”

Aku merendahkan kepalaku sedikit sambil mengucapkan terima kasih.  Dia hanya tersenyum.

Gaja, jibe gayo.” Kata gadis itu.

Jibe???” Tanyaku bingung.

Ne oppa, Gaul Eonni bersedia menerima kita di rumahnya untuk sementara waktu.” Jelas Yeorum padaku.

Jinca?” Tanyaku tak percaya. Gadis yang dipanggil Gaul itu hanya tersenyum.

Aku tak punya pilihan, walau hati berat aku juga tak punya tujuan. Akhirnya aku melangkahkan kaki bersama mereka.

☺☺☺☺☺

“Masuklah.” Ujar Gaul setelah kami sampai di rumahnya.

Gomawo.” Balasku canggung.

Rumah Gaul adalah rumah atap di bagian atas sebuah rumah susun di area sempit yang cukup jauh dari pusat kota. Nasibnya tak jauh berbeda dengan kami. Orang tua sudah tak ada, saudara juga tak punya. Gaul bekerja sebagai pelayan toko kue di tempat pencurian yang kulakukan waktu itu. Dia melihat Yeorum menangis-nangis sambil terus memanggil namaku

“Aku hanya tinggal sendiri. Di sini ada dua kamar, aku akan sekamar dengan Yeorum, sementara kau bisa memakai kamar yang satunya lagi. Ayo kutunjukkan kamarmu.” Ajaknya.

Aku mengikuti langkahnya dengan Yeorum yang menggandeng lenganku. Gaul mengantarku memasuki sebuah ruangan kecil berukuran tiga kali empat.

“Kau pasti lelah, istirahatlah. Jangan sungkan-sungkan, anggap saja rumah sendiri. Kami akan membangunkanmu setelah menyiapkan makan malam.” Dia tersenyum. Sejujurnya senyuman itu telah menggetarkan hatiku.

Ne oppa, kamar mandinya ada disana, kalau oppa mau bersih-bersih dulu. Aku akan membantu eonni memasak.” Yeorum tertawa kecil lalu mengikuti Gaul menuju dapur. Gaul gadis yang baik hati, walau tak saling kenal, di tambah kasus yang kulakukan kemarin dia masih saja tetap bisa menerima kami.

☺☺☺☺☺

“Gaul-a, nomu-nomu gamsahamnida atas pertolongannya. Aku tak tahu harus bagaimana  membalas budimu.” Ujarku memulai pembicaraan kami di teras depan malam harinya.

Gwaenchana, aku senang kalian ada disini.”

“Soal kejadian kemarin, aku….” Aku bingung harus menjelaskannya.

Gwaenchana, aku tak mempersoalkannya, dan kau tak perlu mengungkitnya lagi. Aku percaya kau bukan orang seperti itu, lagi pula tidak semua yang gelap itu hitam.

Aku tertegun mendengar penuturannya. Yah, tidak semua yang gelap itu hitam, Gaul benar.

“Aku akan segera mencari pekerjaan, agar kami tak merepotkanmu, kemudian kami bisa pergi dari sini.”

“Kalian akan pergi?” Tanyanya.

“Kami tak mungkin selamanya menjadi bebanmu.” Balasku.

Gaul terdiam,wajahnya berubah murung.

“Donghae-ya, aku sadar kita bukan keluarga, dan aku juga tahu akan bagaimana pandangan tetangga tentang kita. Tapi….tidak bisakah kau dan adikmu tinggal bersamaku. Aku tak punya siapa-siapa lagi. Ketika Yeorum kubawa ke rumah ini, aku telah menjadikannya bagian dari hidupku, tentu saja kau sebagai oppanya juga kuterima dengan hati terbuka. Tapi jika kau berkata ingin pergi, aku merasa akan ada bagian yang hilang dari hidupku. Kuharap kau bisa mengerti.”

Aku tak membalas ucapannya. Dia segera meninggalkanku menuju kamar di tempat Yeorum kini terlelap. Setelah kejadian itu hubungan kami agak sedikit kaku.

Beberapa hari kemudian, seperti yang telah disepakati, aku melihat pria yang waktu itu dijanjikan akan menjemputku. Kuhampiri namun tidak langsung menyapanya. Kami berpapasan lalu dia setengah berbisik di sampingku. “Datanglah dua hari lagi saat tengah malam.”

Aku mengangguk, setelah dia menyelipkan sehelai kertas petunjuk lalu pergi kearah yang berlawanan denganku.

Aku kembali ke rumah. Ini sudah sore, Gaul sudah berganti shift melayani toko majikannya, dan kini ia bersama Yeorum sedang menyiapkan makan malam.

“Gaul-a.” Panggilku. “Aku ingin  bicara denganmu sebentar.”

Ne..” Jawab Gaul sambil membersihkan tangan pada celemek yang tersampir di bahunya. Adikku masih sibuk memotong-motong wortel. Aku mengajak Gaul menjauhi Yeorum.

“Gaul-a, aku tahu kau kecewa dengan ucapanku waktu itu. Tapi sungguh aku tak ingin merepotkanmu. Kami pendatang baru dalam hidupmu, dan aku tak berharap kalau kami akan menjadi beban bagimu.”

“Aku tak pernah mengaggap kalian sebagai beban.” Bantahnya.

Kutatap matanya, kami saling terdiam.

“Baiklah, kalau kau memang tak keberatan, aku dan Yeorum akan tetap bertahan di sini.”

Guraeyo?” Tanyanya tak percaya.

Aku mengagguk.

Gomawo Donghae-ya.” Kebahagiaan kini tergambar lagi di wajahnya.

“Aku yang harusnya berterima kasih.”

Chonmaneyo.” Sahutnya cepat.

“Satu lagi, aku sudah mendapatkan pekerjaan, dan selama beberapa waktu ini mungkin tidak bisa pulang. Setiap bulannya aku berjanji akan mengirimkan uang pada kalian, dan kuharap kau bisa menjaga Yeorum selama aku tak ada.”

Dia mengerinyitkan alis saat aku menyebut kata ‘uang’.

“Kenapa harus mengirim uang? Aku tak suka. Bagiku kalian adalah keluargaku. Kau tak perlu mengkhawatirkan Yeorum lagi. Aku akan berusaha semampuku.”

“Kalau kau menganggapku keluarga, maka kau harus mengijinkan aku membantu biaya hidup kita. Bukankah memang sepantasnya setiap anggota keluarga saling membantu?” Balasku.

Dia berfikir sebentar. “Baiklah, aku mengerti, aku akan sangat menghargai dukunganmu. Gomawo karena bersedia tinggal bersamaku.”

“Aku akan berangkat tengah malam secara diam-diam dua hari lagi. Aku tak ingin Yeorum mengetahuinya, karena mungkin saja adikku itu tak akan mengizinkanku meninggalkannya.”

“Memangnya apa pekerjanmu?”

“Sekarang ini aku belum bisa menjelaskannya, namun suatu hari aku pasti akan memberitahumu. Aku hanya ingin kau percaya padaku.” Aku mencoba untuk meyakinkannya.

“Baiklah, kau bisa mengandalkanku.”

“Maaf jika aku merepotkanmu.” Sesalku.

Ani, kau bisa percayakan Yeorum padaku.” Ujarnya.

Dua hari setelah itu aku berangkat seperti yang direncanakan. Dalam kegelapan malam saat menuruni tangga, dari lampu kamar mereka aku bisa melihat sosok Gaul mengantar kepergianku. Gomawo Gaul-a, bisik hatiku.

☺☺☺☺☺

Tiga tahun kemudian.

Ya…jebloskan dia ke dalam penjara!!!” Pria berseragam yang tadi menangkapku memerintahkan anak buahnya untuk membawaku ke ruangan dingin berjeruji besi. Persis seperti tiga tahun yang lalu. Pukulan, cacian, makian menemani hari-hariku selama interogasi. Tuduhan yang dilontarkan padaku kali ini adalah gembong pengedar narkotika. Hahahaha….cocok sekali mungkin. Rambut panjang berantakan, dengan jambang yang tak terurus, selain itu tubuh kurusku terkesan seperti seorang pemakai. Kurasa tuduhan itu masuk akal. Orang yang melihat pertama kali pasti juga akan langsung mencuirigaiku sebagai penjahat.

Mereka menangkapku di pasar kumuh saat aku sedang buang air kecil di sudut kios yang gelap. Mungkin memang ada yang baru bertransaksi, karena aku memang berpapasan dengan dua orang yang sekilas dapat kulihat wajahnya. Tapi…hei bukankah itu dia? Pria yang tadi?

Ya…kau gembel yang tadi di belakang kami ya?” Tanyanya.

Aku mengagguk. “ Huh…gara-gara kalian aku jadi tertangkap.” Balasku.

Pria itu berkulit putih, dengan baju tanpa lengan yang jelas kebesaran serta jins belel yang robek di bagian paha dan lutut. Tulang pipa terlihat di lehernya. Mengingat tubuh cekingnya yang amat sangat kurus. Jika ia adalah pengedar, mungkin dia juga pemakai, pikirku. Wajahnya tak jauh berbeda denganku, lebam dengan bengkak biru serta darah merah yang masih segar di bibirnya. Baru dipukuli juga.

“Hyukjae.” Ucapnya sambil mengangsurkan tangan dengan percaya diri.

“Fishy…” Balasku.

“Tenang saja, kita akan segera keluar.” Ujarnya.

“Kita?”

“Hm…aggap saja kita berteman sekarang.”

Aku hanya mengangguk tak percaya sambil menggaruk kepalaku yang gatal. Mungkin makhluk kecil yang disebut kutu juga sudah bersarang di sana.

Hyukjae benar, esoknya polisi yang berjaga hari itu meminta kami keluar tahanan.

“Apa ku bilang, mereka tak akan bisa menyentuh hyong.” Kata Hyuk yang kini melangkah dengan ringan. “No, odigayo?” Tanyanya padaku saat kami sudah di luar gerbang.

Aku menggeleng.

“Aku mengamati kau sudah menggelandang selama ini. Kupikir kau lumayan. Ikutlah denganku, hyong pasti tak keberatan menambah satu orang lagi.”

Aku tak menunjukkan minatku, namun aku juga tidak menolak. Hanya mengikuti arah kakinya melangkah.

☺☺☺☺☺

Beberapa bulan kemudian.

Kami berdiri berjauhan (aku dan Hyukjae) di bawah sebuah jembatan di pinggir Sungai Han. Riak air yang dihembus angin terdengar merdu di telingaku. Ini sudah dini hari, dan transaksi akan terjadi beberapa saat lagi. Dari kerlap-kerlip lampu jembatan aku bisa melihat Hyuk memainkan batangan korek api di mulutnya. Tubuhnya bersandar malas. Dia hanya memakai kaos tanpa lengan yang kebesaran (favoritnya). Yah ini sudah musim panas. Yeorum, apa yang sedang kau lakukan. Oppa sangat merindukanmu, bisik hatiku. Lalu anganku melayang.

==========================================================

Kenangan Donghae sepuluh tahun lalu.

“Oppa…palli wa!” Panggil Yeorum padaku

“Waeyo?” Tanyaku tergesa-gesa  keluar kamar.

“Tadaaa….” Yeorum mengangsurkan sebungkus gulungan harum manis berwarna merah jambu dari balik punggungnya padaku.

“Darimana kau mendapatkannya?” Tanyaku penasaran.

“Aku membelinya di pasar bersama appa tadi siang.”

“Mmm…, makanlah.” Ujarku.

“Ani…aku mau memakannya bersama oppa. Ja oppa kita duduk di teras sambil memandang laut dan langit musim panas, lalu mendoakan eomma dan appa supaya bisa pulang  dengan selamat dengan membawa tangkapan ikan yang baaanyak.” Cerocosnya sambil menarik paksa tanganku menuju beranda.

Aku hanya tersenyum geli melihat tingkahnya.

“Yeorum-a.”

“Ne…” Yeorum menoleh sambil terus mengemut harum manis di tangannya.

“Kalau sudah besar kau ingin jadi apa?” Tanyaku.

“Nanun?” Tanyanya balik.

Aku mengangguk, sambil mencomot harum manis  dalam plastik. Manis sekali.

“Akuuu…mau jadi orang kaya.”

“Waeyo?”

“Karena orang kaya punya banyak uang.”

“Ong…lalu uangnya akan kau apakan?”

“Aku akan belikan eomma dan appa rumah yang besar dan kapal yang besar, supaya eomma dan appa tak perlu bekerja lagi. Dan aku juga akan membelikan oppa motor yang  paling bagus, jadi oppa tak perlu meminjam sepeda Choi Ajeossi lagi untuk pergi menjahit jala ke desa sebelah. Kita sekeluarga bisa selalu berkumpul bersama. Eottohke oppa?”

“Guraeyo?”

“Hmm… Oahh…..” Yeorum mulai mengantuk, lalu menyandarkan kepalanya di bahuku.

“Kau sudah mengantuk? Ayo kita masuk.”

“Ani, aku mau disini dulu bersama oppa.” Pintanya.

“Arasso.”

Bintang-bintang berkelap-kelip dengan indahnya, bulan purnama juga bersinar dengan terangnya. Eomma, appa semoga tangkapan kalian kali ini lebih banyak dari biasanya, doaku dalam hati.

Malam itu Yeorum tertidur nyenyak di bahuku.

==========================================================

“Ehem…ehem…” Hyuk memberi sinyal padaku. Seorang pria mendekatinya, lalu barang haram itu telah berpindah tangan ke pemiliknya yang baru. Kami segera meninggalkan tempat itu.

Esoknya.

“Hyukjae-ya, aku tidak akan bekerja dalam beberapa hari ini.”

Wae?”

“Aku ingin pulang sebentar.”

“Tapi pesanan kita sedang banyak.” Bantahnya.

“Ah…kau saja yang bekerja sendiri. Beberapa hari lagi adalah peringatan kematian orang tuaku. Aku ingin mengunjungi makam mereka.” Aku berbohong.

Arasso.” Dia mengakhiri pembicaraan kami. Lalu turun ke bawah.

Hyukjae, teman yang membawaku ke dalam dunia kelam ini. Dia mengenalkanku pada bosnya yang salah satu bandar besar narkotika di Seoul. Mereka mempercayaiku dan menerimaku sebagai bagian dari mereka. Sejak hari itu aku bergabung dengan sindikat yang masuk dalah daftar hitam target pencarian polisi saat ini.

Di luar perkiraanku, Hyukjae, walau awalnya hanya seorang kurir pengantar, namun tak pernah memakai barang haram itu untuk dirinya sendiri. Dia hanya bekerja untuk mendapatkan uang demi kebutuhan hidup. Dunia memang kejam. Hyuk juga tak punya siapa-siapa lagi. Appanya mati karena over dosis, eommanya yang juga pemakai tewas saat menyayat diri sendiri untuk mengatasi sakaunya karena tak sanggup untuk membeli barang itu.  Hyuk melihat semua itu didepan matanya. Sebenarnya Hyuk sangat benci pekerjaan ini, namun lilitan hutang yang ditinggalkan orang tuanya  membuat Hyuk nekad menjadi pengedar.

☺☺☺☺☺

 

Aku kembali ke toko kue tempat aku melakukan aksi pencopetanku yang pertama. Toko itu sudah sedikit berbeda, tapi aku tahu itu tempat yang sama. Mengulang kejadian yang dimainkan ajuma tambun, aku memesan sekotak cake besar yang berhiaskan cream dengan lingkaran stroberi yang menggiurkan. Tak lupa kutanyakan perihal Gaul. Namun ternyata Gaul sudah tak bekerja di sana lagi sejak setahun yang lalu.  Pelayan ini tak mengetahui kemana Gaul pergi, namun seorang pelayan senior memberitahuku alamat Gaul yang bisa di kunjungi. Aku bisa merasakan kedua pelayan tadi ketakutan saat menatapku.

Berbekal secarik kertas petunjuk, aku menyusuri jalanan mencari toko kue milik Gaul sendiri. Cukup lama berputar-putar di kawasan yang baru kali ini kulewati. Aku melihat papan toko bertuliskan “YEORUM CAKE”. Yeorum Cake? Mungkin ini maksudnya. Begitu kulongokkan kepala mengintip melalui etalase kaca, aku melihat seorang wanita memakai celemek berenda menyampingiku sedang menghias kue bundar penuh cream berlemak.

Kutarik bel yang  berada di depan pintu. Seorang gadis keluar dengan tergesa menuju kaca etalase tempat kue-kue dipamerkan.

Ne….ada yang bisa saya bantu ajossi?” Serunya ramah. “Yang istimewa di hari ini,  kami punya cake pelangi dengan strawberry di atasnya, puding cokelat serta…..” Gadis itu berhenti bicara saat dia menyadari kalau aku sedang memperhatikannya.

Mata itu, hidung itu, bibir itu, seperti lukisan ganda yang dulu pernah kulihat. Ini Yeorum, Yeorum nae dongsaeng. Yeorum yang kini sudah tumbuh besar dengan raut wajah yang mengingatakanku pada sosok wanita yang telah melahirkanku. Lama aku menatapnya. Bahkan air mata yang tumpah tak terasa telah menganak sungai.

Ajeossi…ajeossi…..?? Waeyo?” Panggilnya.

Bruk…. Kotak kue yang kubawa terjatuh, isinya mungkin sudah berantakan.

Dia tak mengenaliku. Tentu saja, aku juga sudah jauh berubah. Jambang lebat yang tumbuh di wajahku menyamarkan siapa aku.

TBC

Credit: http://elfalwayslovesuperjunior.wordpress.com/

Chingu ya, ff ini buatan dr sahabatku Kim Ga-Eul. Udh pernah publish di blog kami bersama. Jangan lupa tinggalkan kritik dan sarannya ya . Selamat membaca ^_^